Kanker Payudara Urutan Pertama Kanker Terbanyak di Indonesia

Kanker payudara juga menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker.

www.maxpixel.com
Pita pink melambangkan Kanker Payudara (ilustrasi)
Rep: Dian Fath Risalah Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Elvida Sariwati mengungkapkan, kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia. Kanker payudara juga menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker.

Baca Juga

Data Globocan tahun 2020, jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus (16,6 persen) dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia. Sementara itu, untuk jumlah kematiannya mencapai lebih dari 22 ribu jiwa kasus.

“70 persen dideteksi sudah di tahap lanjut, kalau kita bisa mendeteksi di tahap awal mungkin kematiannya bisa kita tanggulangi,” kata Elvida dalam keterangannya dikutip Senin (7/2/2022).

Padahal sekitar 43 persen kematian akibat kanker bisa diantisipasi bila pasien rutin melakukan deteksi dini dan menghindari faktor risiko penyebab kanker. Selain angka kematian yang cukup tinggi, penanganan pasien kanker yang terlambat menyebabkan beban pembiayaan yang kian membengkak.

Bahkan, pada periode 2019-2020, pengobatan kanker telah menghabiskan pembiayaan BPJS kurang lebih Rp 7,6 triliun. Hal ini lantaran deteksi sudah di ujung, sehingga pembiayaan yang dikeluarkan semakin besar.

 

Tingginya angka kanker payudara di Indonesia juga menjadi prioritas penanganan oleh pemerintah. Namun demikian bukan berarti penanganan kanker jenis lainnya diabaikan. Pada saat yang sama, Kemenkes tetap melakukan upaya penanggulangan terhadap penyakit kanker lainnya seperti yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Kanker 2022-2022.

Dalam ketentuan ini, Strategi Nasional Penanggulangan Kanker Payudara Indonesia mencakup 3 pilar yakni promosi kesehatan, deteksi dini dan tatalaksana kasus. Secara rinci ketiga pilar tersebut menargetkan 80 persen perempuan usia 30 hingga 50 tahun dideteksi dini kanker payudara. Sebanyak 40 persen kasus didiagnosis pada stage 1 dan 2 dan 90 hari untuk mendapatkan pengobatan.

Untuk mencapai target ini, Kementerian Kesehatan tidak bekerja sendiri, melainkan turut dibantu oleh berbagai pihak seperti Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI). Dengan program unggulan sosialisasi skrinjng dan deteksi dini kanker payudara, YKPI telah berhasil menjangkau lebih dari 150.000 peserta baik secara daring dan luring pada 2016-2021.

“Sejak tahun 2016-2021, YKPI bekerjasama dengan kabupaten/kota melakukan sosialisasi skrining dan deteksi dini kanker payudara. Sampai saat ini sudah 150.000 peserta yang kami anggap sebagai tokoh-tokoh masyarakat yang akan meneruskan ke bawah bahkan beberapa organisasi perempuan sudah memasukan skrining dan deteksi dini kanker payudara sebagai program kerjanya,” kata Linda Agum Gumelar, Ketua YKPI.

Tak hanya itu, YKPI juga membantu menyediakan mobil mammografi serta aktif melakukan praktek SADARI bagi masyarakat awam dan kader kesehatan. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan semakin kuat dan ditingkatkan, dalam kerangka penanggulangan kanker payudara di Indonesia, sehingga semakin banyak pasien kanker yang terselamatkan.

 

Hari Kanker Sedunia diperingati tanggal 4 Februari setiap tahunnya. Peringatan Hari Kanker Sedunia 2022 mengangkat tema “Close the Cure Gap” yang bertujuan untuk meminimalkan kesenjangan perawatan pada pasien kanker serta menekankan kesetaraan pasien dalam mendapatkan layanan medis. Sebab, saat ini masih terdapat kesenjangan kualitas layanan dalam perawatan pasien sehingga menghambat proses pengobatan.

Sejalan dengan tema ini, pemerintah juga akan memperkuat pelayanan medis untuk pengobatan kanker payurdara dengan mengatur pemerataan pelayanan kesehatan bagi pasien kanker guna memudahkan pasien mengakses layanan kesehatan yang memadai.

“Kalau mau kirim untuk dilakukan radio terapi di Indonesia Timur hanya ada di Surabaya dengan masa tunggu yang lama, ini tentu tidak boleh terjadi lagi, pelayanan kemoterapi, radioterapi ataupun imunoterapi ini harus merata,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengandalian Penyakit Maxi Rein Rondonuwu.

 

 
Berita Terpopuler