Pro Kontra Booster, Menurunnya Antibodi dan Masalah Ketidakadilan

Indonesia menggunakan dua kategori booster, homolog dan heterolog.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Seorang anak berada di atas gerobak saat melintasi iklan layanan masyarakat tentang imbauan vaksin di kawasan Gambir, Jakarta. BPOM pada Senin (10/1/2022) menerbitkan izin penggunaan bagi lima jenis vaksin booster.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah, Febrianto Adi Saputro

Pemberian vaksin dosis penguat atau booster di Indonesia akan segera dimulai. Ketua Kelompok Penasihat Teknis Indonesia tentang Imunisasi (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization/ITAGI) Sri Rezeki Hadinegoro mengemukakan alasan kuat pemberian vaksin booster atau dosis penguat antibodi adalah untuk mempertahankan daya tahan tubuh.

"Pemberian booster ada alasan kuat. Dalam enam bulan antibodi menurun. Apakah kita kuat menahan (penularan Covid-19), apalagi ada mutasi virus," kata Sri Rezeki Hadinegoro, Senin (10/1/2022). Sri mengatakan, hasil uji klinik terhadap efikasi dosis lengkap vaksin primer kepada masyarakat dilaporkan terjadi penurunan imun tubuh penerima manfaat dalam enam bulan terakhir. "Makanya kita harus hentikan penularan," katanya.

Sri mengatakan pemberian vaksin booster perlu dilakukan setelah capaian vaksinasi dosis lengkap primer tercapai 70 persen populasi dalam suatu daerah. Sri juga menyoroti tentang cakupan vaksinasi lansia yang relatif tertinggal di Indonesia.

Baca Juga

"Khususnya lansia yang memerlukan booster. Selain mutasi, pandemi kita tidak tahu kapan selesai," katanya.

Sri menambahkan, ada dua kategori vaksinasi booster. Pertama, homolog dan kedua heterolog. "Bisa di-booster oleh dirinya sendiri (jenis vaksin sama) yang kita katakan homolog," katanya.

Adapun heterolog merupakan vaksinasi booster yang menggunakan jenis vaksin berbeda dengan dosis pertama dan kedua vaksin primer. Pemerintah akan memulai vaksinasi booster Covid-19 pada 12 Januari 2022.

Badan Pengawas Obat-obatan dan Makanan (BPOM) sudah menerbitkan izin penggunaan darurat (EUA) untuk penggunaan vaksin Coronovac BioFarma, Moderna, Pfizer, AstraZeneca, dan Zifivax sebagai booster vaksin Covid-19 di Indonesia. Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan, vaksin yang telah mengantongi EUA itu telah melalui uji klinis, untuk keamanan kejadian yang tak diinginkan. Reaksi lokal seperti nyeri, kemerahan di tempat yang disuntik tingkat keparahannya umumnya masih ringan.

Nantinya, Penny melanjutkan, ada dua mekanisme pemberian booster. Pertama, booster dalam bentuk homolog atau menggunakan vaksin yang sama dengan yang sebelumnya. Kedua, heterolog atau menggunakan vaksin berbeda dari sebelumnya.

Lebih lanjut, Penny menerangkan, vaksin Coronavac buatan Bio Farma akan diberikan dalam program homolog. Booster akan diberikan sebanyak satu dosis setelah enam bulan penyuntikan dosis kedua. Vaksin ini diperuntukkan kelompok umur di atas 18 tahun.

"Imungenositas menunjukkan peningkatan titer antibodi hingga 21 hingga 35 kali setelah 28 hari pemberian vaksin booster ini pada subjek dewasa," ujar Penny.

Kedua, vaksin Pfizer juga akan diberikan untuk booster homolog. Sama dengan CoronaVac, vaksin Pfizer akan diberikan dengan satu dosis minimal setelah enam bulan setelah vaksinasi penuh untuk usia 18 tahun ke atas.

Kejadian yang tidak diinginkan setelah pemberian vaksin pun sifatnya lokal. Seperti, nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan demam dengan tingkat ringan. "Imungenositas nilai rata-rata titer antibodi netralisasi setelah satu bulan sebesar 3,3 kali," ujar Penny.

Ketiga, vaksin Astrazeneca pun akan diberikan untuk booster homolog. Vaksin akan diberikan sebanyak satu dosis.

Untuk kejadian yang tidak diinginkan, berdasarkan data keamanan dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping setelah penyuntikan pun bersifat ringan dan sedang. "Imungenositas menunjukkan dari titer antibodi rata-rata 3,5 kali," kata Penny.

Keempat, vaksin Moderna untuk homolog dan heterolog booster dengan dosis setengah dosis. Moderna akan dipakai sebagai booster vaksin Pfizer, Astrazeneca, dan Johnson & Johnson. Berdasarkan uji klinis, respons antibodi dari vaksin Moderna menunjukkan peningkatan sebanyak 13 kali setelah pemberian dosis booster.

Kelima vaksin Zifivax untuk booster heterolog bagi pengguna vaksin Sinovac dan Sinopharm. Booster akan diberikan enam bulan vaksin kedua. "Imungenositas menunjukkan peningkatan titer antibodi netralisasi lebih dari 30 kali," ujar Penny.




Rencana booster namun dipandang masih pro dan kontra, terutama karena ada booster yang sifatnya berbayar di Indonesia. “Skema vaksin berbayar hanya menguntungkan mereka yang memiliki kemampuan membeli vaksin, sedangkan masyarakat miskin semakin sulit mendapatkan vaksin,” kata Agus Sarwono dari Transparency International Indonesia yang juga tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan, Ahad (9/1/2022).

Oleh karena itu, 29 organisasi yang tergabung di dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan telah mengirimkan surat kepada Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO), Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus. Surat itu untuk meminta WHO memberikan saran kepada Pemerintah Indonesia agar segera menunda rencana pemberian vaksin booster pada 12 Januari 2022 sebelum vaksinasi dosis primer diberikan kepada seluruh target sasaran vaksinasi.

Koalisi juga mendesak agar vaksinasi diberikan gratis kepada semua warga. Sebab, vaksin adalah barang publik yang tidak boleh diperjualbelikan di masa krisis. Vaksin yang ada saat ini didapat secara gratis dari kerja sama bilateral antarnegara dan kerja sama multilateral serta pembelian langsung yang menggunakan dana APBN. Dengan demikian, pemerintah seharusnya tidak boleh memperjualbelikan vaksin Covid-19 di Indonesia.

"Bersamaan dengan surat kami kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO), Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Keadilan Kesehatan mendesak pemerintah menunda pemberian vaksin booster hingga 70-80 persen dari populasi mendapatkan dosis 1 dan 2, terutama lansia dan kelompok rentan lainnya di seluruh wilayah secara proporsional sesuai tingkat infeksi di masyarakat," kata Agus menegaskan.

Sementara, survei menunjukkan sebanyak 54,8 persen responden tak setuju dengan rencana booster. Hanya 41,7 persen responden yang setuju menerima suntik vaksin booster.

"54,8 persen tidak setuju, 41,7 persen setuju. bahkan, dikasih booster pun masyarakat lebih banyak yang tidak setuju ketimbang setuju," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin, dalam rilis survei nasional terbarunya bertajuk 'Pemulihan Ekonomi Pasca-Covid, Pandemic Fatigue, dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024', secara daring, Ahad (9/1/2022).

Selain itu, sebanyak 63,2 persen responden juga tidak setuju dengan rencana pemerintah memberikan vaksin untuk anak berusia 3-12 tahun. Hanya 34,2 responden yang menyatakan setuju.

"Ini isu yang menurut kami serius harus segera diatasi karena bagaimanapun masalah ini bisa menjadi masalah tersendiri di luar dari isu teknis terkait dengan ketersediaan vaksin dan vaksinator. Kalau masyarakat tidak setuju ya repot," tuturnya.

Burhanuddin juga menilai, banyaknya masyarakat yang menolak vaksin booster menjadi sebab isu-isu terkait lainnya. Ia mencontohkan misalnya persoalan vaksin yang tidak segera terdistribusi.

"Dan itu potensial kedaluwarsa karena makin lama makin sulit untuk dicari warga yang bersedia untuk divaksin. Sementara vaksinnya ada, tetapi kalau secara psikologis masyarakat menolak, itu juga jadi masalah," imbuhnya.

Survei dilakukan 6-11 Desember 2021 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Adapun total sampel sebanyak 2020 responden dengan jumlah sampel basis sebanyak 1220 orang tersebar proporsional di 34 provinsi.

Dari sampel basis 1220 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden dilakukan dengan wawancara tatap muka.

Ilustrasi Vaksin Covid-19 Dosis Ketiga atau Booster - (republika/mardiah)

 
Berita Terpopuler