Orang Sakit yang Menghibahkan Harta, Ini Penjelasannya

Dalam syariat Islam, rukun hibah ada tiga.

blogspot.com
Dana hibah (ilustrasi).
Rep: Imas Damayanti Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA – Dalam syariat Islam, rukun hibah ada tiga. Yakni adanya wahib (orang yang menghibahkan), mauhub lahu (orang yang menerima hibah), dan hibah atau perbuatan hibah (hadiahnya). Jika ketiga perkara ini ada, bolehkah orang sakit menghibahkan hartanya?

Baca Juga

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan bahwa berdasarkan pandangan mayoritas ulama, orang sakit boleh menghibahkan sepertiga hartanya. Hal ini disamakan dengan wasiat, maksudnya adalah hibah yang lengkap dengan syarat-syaratnya.

Menurut sebagian ulama salaf dan beberapa orang ulama Madzhab Zhahiri, hibahnya orang seperti itu dikeluarkan dari pokok hartanya jika kemudian ia meninggal dunia. Dan semua ulama bersepakat bahwa jika seseorang telah sembuh dari sakitnya, maka hibahnya sah.

Mayoritas ulama berpedoman pada hadis Imran bin Hashin dari Nabi SAW tentang seseorang yang ingin memerdekakan enam orang budaknya menjelang kematiannya. Lalu beliau menyuruhnya untuk memerdekakan yang dua saja, dan selebihnya berstatus merdeka.

 

 

Para ulama dari Madzhab Zhahiri berpedoman pada istishab al-hal atau keterkaitan keadaan, yakni keadaan ijma (konsesus). Sebab jika para ulama sepakat bahwa hibah dalam keadaan sehat itu boleh, maka hukum kesepakatan ini juga berlaku untuk hibah dalam keadaan sakit.

 

Kecuali jika ada dalil yang jelas dari Alquran atau hadis yang melarangnya. Menurut mereka, sebagaimana diintisarikan oleh Ibnu Rusyd, hadis tadi adalah tentang wasiat. Menurut mayoritas ulama, sakit yang dapat menghalangi hibah ialah sakit yang mengkhawatirkan. Sedangkan menurut Imam Malik, begitu pula dengan keadaan-keadaan yang gawat.

 
Berita Terpopuler