Administrasi dan Operasional Biskita Transpakuan Dievaluasi

Evalusi Biskita Transpakuan diperkirakan akan berlangsung selama satu bulan.

ANTARA/Arif Firmansyah
Pengendara sepeda motor melintas di samping halte bus BisKita Transpakuan Kota Bogor yang ditutup, di Ciparigi, Bogor, Jawa Barat, Selasa (4/1/2022). Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan menghentikan sementara layanan angkutan umum dengan skema Buy The Service (BTS) se-Indonesia pada bulan Januari 2022 yang salah satunya adalah layanan transportasi massal BisKita Transpakuan Kota Bogor.
Rep: Shabrina Zakaria Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Evaluasi terhadap transportasi massal berskema Buy The Service (BTS) se-Indonesia, termasuk Biskita Transpakuan di Kota Bogor diperkirakan akan berlangsung selama satu bulan.

Baca Juga

Evaluasi ini dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar program BTS tetap berlangsung lama, jangan sampai subsidi yang diberikan ke pemerintah daerah hanya berlangsung sebentar.

Kepala Bagian Humas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Budi Rahardjo, mengatakan evaluasi ini ditekankan pada mekanisme BTS yang baru. Sehingga perlu ada penyesuaian dan perbaikan.

Ia menyebutkan, ada dua hal besar yang menjadi bahal evaluasi. Yakni dari sisi administrasi dan operasional, dimana kedua hal ini saling berkaitan.

“Kalau administrasi berkaitan dengan aturan pemberian subsidi ini, ketentuannya sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan oleh Kementerian Keuangan,” ujar Budi.

Termasuk, kata dia, kaitan kemungkinan tarif Biskita Transpakuan ke depannya. Salah satunya melihat aspek ritase. Budi menjelaskan, kemungkinan tarif dari Biskita Transpakuan yang masih gratis sampai saat ini, juga akan dibahas. Tarif tersebut bisa ditentukan dari evaluasi operasional pembayaran rupiah per kilometer.

Kajian tersebut, sambung Budi, dilakukan agar operator Biskita Transpakuan tidak diberatkan. Serta subsidi yang berjalan sesuai dengan realita yang ada.

“Itu menyangkut banyak hal. Misalkan di Jakarta (bus Transkakarta) ada jalurnya tersendiri. Kalau di Bogor (jalurnya) campur (kendaraan lain). Maka ritase yang ditentukan sebelumnya apakah memadai atau nggak. Kalau nggak, kita sesuaikan lagi dengan hasil evaluasi yang sudah berjalan. Sehingga setelah penentuan ritase seusai dengan kondisi riil yang sudah ada,” jelas Budi.

 
Berita Terpopuler