Membandingkan Ketatnya Aturan Indonesia dengan Negara Eropa

Seluruh kasus Omicron di Indonesia berasal dari pelaku perjalanan luar negeri.

EPA-EFE/ADI WEDA
Penumpang pesawat diperiksa oleh petugas kesehatan sesaat setelah tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Tangerang, Indonesia.
Rep: Dian Fath Risalah/Dessy Suciati Saputri Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebagai salah satu pelaku perjalanan luar negeri yang menjalankan karantina, figur publik Renny Fernandez menyatakan, baru selesai menjalani masa karantina dari luar negeri selama 10 hari di hotel. Renny menetap di Inggris dan datang ke Indonesia untuk pengurusan dokumen.

Baca Juga

“Berdasarkan pengalaman benar-benar terkejut dan amazing. Betapa ketatnya untuk bisa masuk ke Indonesia. Pada bulan lalu saja di Swiss, Jerman, Italia, termasuk Inggris cukup menunjukkan sertifikat vaksin sudah bisa masuk. Namun, Indonesia ketat. Ini bagus,” ujarnya dalam diskusi daring, Kamis (23/12).

Renny mengalami, prosedur yang harus dijalani saat mencapai bandara di Indonesia, antara lain harus menggunakan aplikasi PeduliLindungi, menunjukkan sertifikat vaksin, hasil tes PCR, dan disortir siapa saja yang harus karantina hotel, siapa saja yang bisa di Wisma Atlet. 

“Saya tidak masuk kategori masuk karantina ke Wisma Atlet, jadi harus booking hotel. Sesampainya di di hotel, passport dan identitas ditahan dan harus menjalani karantina selama 10 hari,” tuturnya.

Dia mengisahkan, di Inggris, masyarakat sudah lepas masker, dan bebas berkumpul. “Di Indonesia orang-orangnya masih taat prokes. Sehabis, karantina saya ke salon. Saat mau duduk, kursi disemprot memakai disinfektan.”

Karena itu, ujarnya, tidak heran bila negara-negara di dunia memasukkan Indonesia ke green zone. Namun demikian, ia mengimbau, masyarakat untuk menahan diri tidak bepergian dulu ke luar negeri apabila tidak betul-betul perlu. Apalagi, mengingat adanya risiko penyebaran varian baru Omicron.

 

Warga Negara Asing (WNA) berjalan di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Indonesia memperketat pintu masuk guna mencegah penularan Omicron dari para pelaku perjalanan luar negeri. (ANTARA/FAUZAN)

'Kunci' pintu masuk negara

Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19, Alexander Ginting menyatakan, pemerintah memperketat pintu-pintu masuk ke Indonesia, yakni di bandara, pelabuhan, serta perbatasan. Hal ini dilakukan guna menekan kemungkinan menyebarnya varian omicron di Indonesia.

“Ini harus kita kunci. Penguncian ini, salah satu mekanismenya adalah dengan karantina,” ujar Alex dalam diskusi daring, Kamis (23/12).

Sebelum karantina, ditambahkan Alex, sudah ada aturan-aturan bagaimana para pelaku perjalanan luar negeri bisa datang ke Indonesia dengan aman dan nyaman, seperti sudah divaksinasi lengkap, melakukan tes PCR dalam 3 x 24 jam, tidak dalam keadaan sakit, serta harus mau mengikuti prosedur.

Dia menyampaikan, berdasarkan ketentuan Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 No 25 yang mengatur bahwa mahasiswa, pelajar, pekerja migran atau pegawai negeri yang kembali ke Indonesia, tempat karantina disiapkan oleh pemerintah. Bagi turis dan WNA, karantina dilakukan di hotel dengan masa karantina 10 hari.

“Kalau terjadi perburukan maka karantina diperpanjang hingga 14 hari sesuai masa inkubasi,” jelasnya.

Alex menekankan, terdapat undang-undang terkait Karantina dan Penyakit Wabah. Bagi mereka yang ke luar negeri dan kembali, diharapkan untuk karantina karena ini bagian Global Health Security.

"Hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menyuarakan agar semua orang patuh mengikuti aturan karantina. Pemerintah akan tetap merawat dan melayani yang sedang sakit,” tegasnya.

Kunci untuk mengendalikan pandemi, imbuh Alex, protokol kesehatan harus ditegakkan, vaksinasi dikejar. “Ini merupakan amanat dari pemerintah. Kita harus saling menjaga dan kolaborasi untuk menanggulangi Covid-19,” tandasnya.

Senada, juru bicara pemerintah penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan, pelaksanaan karantina yang ketat, baik di tempat terpusat maupun karantina mandiri serta testing saat kedatangan di pintu masuk negara, menjadi kunci untuk mencegah masuknya varian Omicron di Tanah Air.

Wiku menyebut, seluruh kasus Omicron yang ditemukan di Indonesia, saat ini, diketahui berasal dari pelaku perjalanan luar negeri.

“Mengingat berdasarkan data awal manifestasi klinisnya cenderung ringan dan tidak spesifik, maka kunci mencegah masuknya lebih banyak varian Omicron adalah pelaksanaan karantina yang ketat baik di tempat terpusat maupun yang karena kewajibannya diperbolehkan karantina mandiri,” ucap dia.

Pemerintah, kata dia, juga telah menerapkan kebijakan berlapis pada pelaku perjalanan internasional serta memasifkan testing dan tracing.  Namun, Wiku tak menutup kemungkinan terjadinya lonjakan kasus jika kedatangan dari luar negeri sangat besar, mengingat keterbatasan pada sarana, prasarana, dan juga sumber daya.

Positivity rate 

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat, angka positivity rate kedatangan pelaku perjalanan luar negeri di pintu masuk laut dan darat lebih tinggi hingga 10 kali lipat dibandingkan di pintu masuk udara. Berdasarkan data per 12-18 Desember, angka positivity rate di pintu udara tercatat sebesar 0,48 persen, di pintu laut sebesar 5,41 persen, sedangkan di pintu darat sebesar 1,3 persen.

“Pemerintah akan tetap mengetatkan upaya testing dan tracing pada seluruh pintu kedatangan mengingat positivity rate kedatangan di pintu laut dan darat yang lebih tinggi 10 kali lipat daripada di pintu masuk udara,” kata Wiku.

Hingga saat ini, pemerintah telah menemukan delapan kasus positif varian Omicron di Indonesia. Tiga kasus positif baru varian ini berasal dari satu WNI yang datang dari Malaysia dan dua WNI yang datang dari Kongo.

Di sisi lain, kata Wiku, Pemerintah mendorong rumah sakit di seluruh daerah agar menyiapkan langkah kontingensi menghadapi masuknya varian Omicron di Indonesia. Sehingga, kapasitas rumah sakit dapat menampung pasien Covid-19 jika terjadi lonjakan.

"Caranya, melakukan konversi tempat tidur untuk layanan Covid-19 jika kapasitas keterisiannya sudah melebihi 60 persen kapasitas," katanya.

Berdasarkan data per 19 Desember 2021, Satgas mencatat angka keterpakaian tempat tidur, baik isolasi maupun ICU, di rumah sakit rujukan Covid-19 secara nasional sebesar 2,73 persen. Bahkan angka keterisian per provinsinya tidak lebih dari 30 persen.

Artinya, kata Wiku, kondisi pelayanan di rumah sakit saat ini masih terkendali dan tidak terjadi peningkatan perawatan akibat lonjakan kasus.

Wiku mengatakan, hingga saat ini telah ditemukan delapan kasus positif bervarian Omicron di Indonesia. Kasus tersebut telah diskrining di pintu kedatangan dan juga telah diisolasi dan ditangani oleh tenaga kesehatan profesional.

Wiku memastikan, jika para pasien mendapatkan hasil negatif setelah menjalani masa karantina, maka penyintas Covid-19 tak lagi mampu menularkan virus tersebut ke orang lain.

 

Meskipun demikian, kata dia, masih harus terus waspada terutama mengingat data-data awal menunjukan kasus Omicron cenderung bergejala ringan atau bahkan tanpa gejala. Karena itu, upaya testing, tracing, dan karantina menjadi kunci dalam melakukan skrining kasus dengan baik. Sehingga kasus yang ditemukan dapat segera ditangani dan tak meluas di masyarakat.

 
Berita Terpopuler