RUU IKN, Samakah Nasibnya seperti RUU Ciptaker?

Proses legislasi RUU IKN akan banyak menerobos ketentuan demi pengesahan RUU ini.

Republika/Putra M. Akbar
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang - Charles Simabura
Rep: Febrianto Adi Saputro/Nawir Arsyad Akbar Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak mempertanyakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang terkesan terburu-buru. Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Charles Simabura menilai, RUU IKN akan bernasib sama seperti RUU Cipta Kerja (Ciptaker).

"Sudah pasti (nasibnya sama seperti RUU Ciptaker)," kata Charles kepada Republika, Jumat (17/12).

Charles menambahkan, apalagi MK sudah menegaskan bahwa aspek formil atau proses merupakan sesuatu yang wajib dalam penyusunan UU. Hal tersebut tidak hanya berlaku pada Undang-Undang Cipta Kerja. "Seluruh pembahasan UU tentunya," ujarnya.

DPR dan Pemerintah dinilai tengah mengebut pembahasan RUU IKN. Sebab Pemerintah menargetkan pemindahan dilakukan pada semester I tahun 2024.

Menurut Charles, faktor ekonomi melatarbelakangi dikebutnya pembahasan RUU tersebut. "RUU ini sangat mementingkan ekonomi," ungkapnya. 

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia Ray Rangkuti pun menyoroti dikebutnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang dilakukan DPR. Dia pun mengingatkan, agar RUU IKN tak bernasib sama seperti RUU Cipta Kerja.

"Putusan MK yang mengabulkan uji formil UU Omnibus Law mestinya jadi pelajaran penting bagi DPR dan pemerintah untuk mengambil pelajaran bahwa proses legislasi itu sama pentingnya dengan subtansinya," kata Ray kepada Republika, Jumat (17/12).

Dia menilai, gelagat DPR mengebut pembahasan RUU IKN sudah terbaca sejak DPR mengubah tatib untuk disesuaikan dengan kebutuhan pembahasan RUU IKN ini, sesuai dengan target cepat yang dicanangkan. "Ini gelagat kuat bahwa proses legislasi RUU IKN akan banyak menerobos ketentuan demi pengesahan RUU ini jadi UU," ucapnya.

Menurutnya hal tersebut akan memunculkan dua masalah sekaligus, yaitu formil dan material. Keduanya berpotensi akan digugat kala RUU ini sudah ditetapkan sebagai UU. 

"Artinya akan dapat menghalangi UU ini dilaksanakan segera seperti UU Omnibus Law," ujarnya.

Ray memandang, tata cara pembuatan regulasi ugal-ugalan seperti ini jelas sangat berbahaya untuk proses legislasi kedepan. Tidak hanya kali ini, ia berpandangan sudah terlalu banyak sistem bernegara dirusak demi pembuatan UU, misalnya seperti UU KPK, MK, Minerba dan Omnibus Law.

"Cara kerja demi UU terobos segala aturan ini akan membuat sistem bernegara kita tidak solid dan dengan sendirinya tanpa kepastian hukum," tuturnya.

Senada, peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengkritik cepatnya pembahasan rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) yang sudah masuk tahap di tim perumus (timus). Namun hal itu dipandangnya lazim, karena RUU tersebut merupakan kepentingan elite saja, bukan rakyat.

"Proses pembahasan RUU IKN, DPR kembali menunjukkan betapa mereka begitu responsif terhadap RUU yang kepentingannya jelas untuk elite dan Presiden," ujar Lucius saat dihubungi Republika.

Dia menilai, DPR tak belajar dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Di mana saat itu, pembahasan regulasi sapu jagat itu juga dikebut dan minim partisipasi publik.

 

Foto aerial proyek Tol Balikpapan-Samarinda yang akan menjadi salah satu akses masuk ke ibu kota negara baru di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur - (Akbar Nugroho Gumay/Antara)

 

Poin yang jadi perdebatan

Anggota Pansus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Hamid Noor Yasin, mengungkapkan, masih ada sejumlah poin yang masih jadi perdebatan di panja sampai saat ini yang belum disepakati. Salah satunya terkait Perpres  pemindahan ibu kota negara yang ditargetkan dilakukan pada semester I atau di bulan Maret tahun 2024.

"Di panja juga dipersoalkan masalah itu, tapi mungkin belum putus juga akhirnya terjadi perdebatan juga tekrait dengan perpres terkait peraturan pemerintah dan lain sebagianya. Ini masih terjadi dinamisasi pembahasan di panja dan pansus kemarin," kata Hamid dalam diskusi daring, Jumat (17/12).

Fraksi PKS juga mempersoalkan diterbitkannya Keputusan Menteri Nomor 1419/kpts/M/2021 tentang Pembentukan Satgas Pembangunan Ibu Kota Negara pada tanggal 15 November. Padahal RUU-nya baru dibahas. 

"Ini kan kaya uber-uberan sehingga saya tadi katakan seperti kebat keliwat nututi sana nututi sini dan sebagainya, itu persoalannya, sehingga kaya tidak terstruktur dengan baik tertata rapi, semua kaya tergesa-gesa," ujarnya.

Fraksi PKS tetap memandang pemindahan ibu kota tidak urgen dilakukan saat ini. Selain Jakarta masih layak menjadi ibu kota, Indonesia dinilai masih belum lepas dari ancaman covid.

"Kondisi real masyarakat kita saat ini sangat berat. Bangsa kita sangat berat karena pandemi berlarut-larut," ungkapnya.

Selain itu Hamid mengungkapkan, uang yang dimliki Indonesia masih sangat besar mencapai Rp 6.687,28 triliun. Sementara pemindahan ibu kota baru membutuhkan biaya persiapan infrastruktur hampir Rp 500 triliun.

"Saya rasa itu sangat berat sekali. Jadi memang kita harus proporsional, memandang persoalan yang berat itu jangan digampangkan, jangan disepelekan," tuturnya. 

Sedangkan anggota Pansus RUU IKN Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan menjelaskan, target pemerintah yang ingin pemindahan ibu kota yang harus dilakukan pada semester I tahun 2024 dinilai terburu-buru. "Ini soal yang penting, belum lagi kita ngomongin yang lain-lain ya dampaknya dan seterusnya, belum lagi sisiran tabrakannya dengan UU yang lain kalau pindahkan ibu kota itu bagaimana status Jakarta, gimana pusat perabadan dan seterusnya, banyaklah kita butuh waktu yang panjang untuk mendiskusikannya agar matang," jelasnya.

Panitia kerja (Panja) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) sepakat bahwa pembahasan RUU tersebut akan dibawa ke tingkat tim perumus (timus). Rencananya, rapat tim tersebut akan dilakukan pada awal Januari 2022.

"Awal minggu kedua (2022) kita udah mulai rapat lagi," ujar Wakil Ketua panitia khusus (Pansus) dan pimpinan tim perumus RUU IKN Saan Mustopa di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/12).

Saan yang ditunjuk sebagai pimpinan tim perumus RUU IKN juga menjadwalkan, pihaknya akan mengunjungi Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Tujuannya untuk mengecek lokasi ibu kota negara baru tersebut.

"Tanggal 9-10 (Januari 2022) rencananya ke lapangan. Biar lebih jelas saja posisinya di mana," ujar Saan.

 

Saan mengeklaim, poin-poin yang bersifat substansial atau inti dalam RUU IKN sudah selesai dibahas. Salah satunya yang selalu menjadi perdebatan adalah pemerintahan khusus IKN yang kini telah disepakati untuk diubah menjadi pemerintah daerah khusus ibu kota negara.

 
Berita Terpopuler