5 Gejala Infeksi Omicron yang Berbeda dengan Gejala Klasik Covid-19

Prof Tim Spector mengungkap ada lima gejala infeksi omicron yang patut diwaspadai.

Republika
Gejala infeksi SARS-CoV-2 varian omicron berbeda dengan gejala klasik Covid-19.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karena mutasi yang dialami, varian omicron cenderung memunculkan gejala Covid-19 yang berbeda dari gejala klasik Covid-19. Sejauh ini, ada lima gejala terkait varian omicron yang patut diwaspadai.

"Lebih dari 50 persen orang tidak pernah mengalami gejala klasik," ungkap ahli epidemiologi Inggris, Prof Tim Spector, seperti dilansir Express.co.uk, Jumat (17/12).

Prof Spector mengatakan, lima gejala Covid-19 utama terkait varian omicron serupa dengan gejala selesma. Kelima gejala tersebut meliputi sakit kepala, nyeri tenggorokan, kelelahan, bersin, dan hidung berair atau beringus.

Saat ini, ada tiga gejala klasik Covid-19 tak lagi ada di urutan lima besar. Tiga gejala klasik yang dimaksud adalah kehilangan indra penciuman atau perasa, demam, dan batuk.

Bila terkena Covid-19, menurut Prof Spector, orang-orang yang sudah divaksinasi biasanya hanya akan mengalami gejala yang ringan. Gejala ini akan terlihat seperti pilek pada umumnya.

Meski gejalanya tampak ringan, bukan berarti pandemi Covid-19 dapat diremehkan. Dr Hilary Jones mengatakan, virus corona saat ini justru menyebar dengan cepat seperti kebakaran hutan.

Bila tak bisa ditanggulangi, kondisi ini bisa mendorong dibutuhkannya kembali penerapan lockdown. Tentu, lanjut dr Jones, tak ada satu orang pun yang menginginkan itu terjadi.

"Orang-orang cemas, depresi, lelah, dan stres," kata dr Jones.

Berdasarkan data, menurut dr Jones, satu dari empat atau lima kasus yang menunjukkan gejala pilek merupakan Covid-19. Oleh karena itu, orang yang mengalami gejala seperti selesma sebaiknya menjalani tes Covid-19.

Baca Juga

Sambil menunggu hasil, orang-orang yang sedang pilek sebaiknya melakukan isolasi mandiri. Itu penting untuk mencegah risiko penyebaran penyakit.

"(Varian omicron) mungkin ancaman paling signifikan sejak pandemi dimulai," ungkap chief executive of the UK Health Security Agency dr Jenny Harries.

Baca juga : Waspada Omicron, Pengamat Sarankan Tutup Sementara Penerbangan Internasional

Masih jadi misteri

Risiko potensial yang nyata saat ini adalah masih ada banyak hal yang belum diketahui mengenai varian omicron. Kaitannya dengan tingkat keparahan klinis dan risiko perawatan di rumah sakit serta risiko kematian masih dipelajari.

Salah satu negara yang mengalami dampak signifikan dari penyebaran varian omicron adalah Inggris. Saat ini, kasus positif Covid-19 mengalami lonjakan yang signifikan di negara tersebut, terburuk selama pandemi.

Beda gejala infeksi varian omicron dan delta. - (Republika)

Peningkatan ini cukup ironis karena pada tujuh hari sebelumnya, kasus Covid-19 sempat menurun hingga 20 persen. Akan tetapi, saat ini peningkatan kasus Covid-19 kembali diiringi dengan peningkatan kasus perawatan di rumah sakit.

Selang dua pekan setelah kasus pertama terdeteksi di Inggris, omicron telah menjadi varian dominan di London. Sebagai salah satu langkah pencegahan, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menganjurkan agar orang dewasa berusia di atas 18 tahun untuk mendapatkan dosis vaksin ketiga atau booster.

Sementara itu, omicron telah menyebar ke-78 negara, termasuk Indonesia, tak sampai sebulan sejak kasus pertama ditemukan di Afrika Selatan. Indonesia telah mengonfirmasi kasus pertama omicron dan lima probable pada Rabu (16/12).

Menurut WHO, kemungkinan omicron sudah ada di sebagian besar negara, meskipun belum terdeteksi. Jumlah mutasi omicron yang luar biasa tinggi pada lonjakan proteinnya dengan cepat memicu kekhawatiran bahwa itu akan lebih menular daripada varian lain dan berpotensi menghindari perlindungan yang diinduksi vaksin.

Angka rawat inap

Data awal dari Afrika Selatan menghubungkan varian tersebut dengan lebih sedikit rawat inap. Akan tetapi, para ahli memperingatkan bahwa dinamikanya mungkin tidak sama untuk setiap negara.

Menurut WHO, situasi Afrika Selatan kemungkinan lebih berkaitan dengan proporsi yang sangat tinggi dari warganya yang sudah pernah kena Covid-19. WHO mengingatkan untuk tidak memperlakukan varian omicron sebagai strain ringan karena virus tersebut juga dapat menyebabkan penyakit parah.

"Kita tahu bahwa orang yang terinfeksi omicron dapat memiliki spektrum penyakit yang lengkap, mulai dari infeksi tanpa gejala, penyakit ringan, penyakit parah, hingga kematian," kata Maria Van Kerkhove, pimpinan teknis Covid-19 WHO saat konferensi pers pada Selasa.

Sehari setelahnya, Van Kerkhove mengatakan bahwa peningkatan penularan akan mengakibatkan lebih banyak rawat inap yang membebani sistem perawatan kesehatan. Beberapa di antaranya akan gagal menangani banjir kasus Covid-19.

"Ketika sistem terbebani, maka korban jiwa akan berjatuhan. Kita harus benar-benar berhati-hati agar tidak ada narasi di luar sana bahwa itu hanya penyakit ringan," ujar Van Kerkhove.

Orang tua, orang dengan penyakit kronis, dan orang yang tidak divaksinasi masih berisiko terkena penyakit parah, menurut Van Kerkhove. Sementara itu, dr Mike Ryan selaku direktur program kedaruratan kesehatan WHO, mengatakan, varian omicron berlipat ganda setiap dua hari atau kurang di Inggris.

"Jika Anda memiliki 100 ribu kasus hari ini, akan ada 200 ribu kasus dalam waktu dua hari, lalu kemudian menjadi 400 ribu dua hari berikutnya, dan bertambah jadi 800 ribu dua hari setelahnya," kata Ryan.

Selama sepekan, menurut Ryan, jumlah kasus yang sebenarnya dapat meningkat delapan atau 10 kali lipat. Itulah yang dikhawatirkannya.

 
Berita Terpopuler