Pfizer: Paxlovid Efektif Atasi Gejala Berat Covid-19 dan Varian Omicron

Paxlovid merupakan obat anti Covid-19 produksi Pfizer.

EPA
Pil paxlovid dari Pfizer diproduksi di Italia. Pfizer menyebut paxlovid dapat dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit atau kematian pada hampir 90 persen pasien Covid-19 berisiko dewasa yang tak dirawat di rumah sakit.
Rep: Adysha Citra Ramadani, Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obat antivirus Covid-19 dari Pfizer, paxlovid, memiliki proteksi tinggi untuk menurunkan risiko gejala berat dan melawan varian omicron. Hal ini diungkapkan dalam analisis uji klinis fase II/II EPIC-HR.

Berdasarkan uji klinis ini, diketahui bahwa paxlovid dapat menurunkan risiko perawatan di rumah sakit atau kematian pada hampir 90 persen pasien Covid-19 berisiko dewasa yang tak dirawat di rumah sakit. Angka yang tinggi ini didapatkan bila obat diberikan dalam kurun waktu tiga hari setelah gejala Covid-19 pertama muncul.

Bila obat baru diberikan dalam kurun waktu lima hari setelah gejala Covid-19 pertama muncul, efektivitas obat tampak sedikit menurun. Dalam kurun waktu ini, paxlovid dapat menurunakan risiko perawatan di rumah sakit dan kematian pada pasien Covid-19 berisiko sebesar 88 persen.

Pfizer mengungkapkan bahwa paxlovid juga memiliki satu kandungan inhibitor yang kuat untuk melawan protease 3CL omicron, yaitu nirmatrelvir. Hasil studi menunjukkan bahwa formulasi dalam obat Paxlovid tampak memiliki aktivitas yang kuat untuk melawan beragam variants of concern dan virus corona lain.

"Kabar ini memberikan penegasan lebih lanjut bahwa kandidat obat antivirus oral kami, bila diizinkan atau disetujui, dapat memberikan dampak yang berarti pada kehidupan banyak orang," ungkap CEO Pfizer Albert Bourla, seperti dilansir Pharmaceutical Technology, Kamis (16/12).

Baca Juga

Kemunculan variants of concern seperti omicron, menurut Bourla, turut mendorong kebutuhan akan opsi pengobatan yang mudah diakses. Bila paxlovid mendapatkan persetujuan edar, obat ini bisa menjadi terapi pengobatan yang potensial untuk membantu penanganan pandemi.

"Kami percaya diri bahwa, bila diotorisasi atau diizinkan, terapi potensial ini bisa menjadi perangkat penting dalam membantu mengatasi pandemi," jelas Bourla.

Efikasi paxlovid tampak jauh lebih tinggi dibandingkan dengan obat antivirus Covid-19 dari Merck, molnupiravir. Berdasarkan data terbaru, molnupiravir hanya menurunkan risiko perawatan di rumah sakit dan kematian sebesar 30 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan angka efikasi awalnya yaitu 50 persen pada laporan Oktober.

Sejauh ini, molnupiravir tampak memiliki efikasi yang konsisten untuk melawan varian gamma, delta, dan mu dari SARS-CoV-2. Akan tetapi, Merck belum memberikan data mengenai efikasi obat molnupiravir dalam melawan omicron.

Baca juga : Pasien Omicron di Indonesia tak Rasakan Gejala

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) mengumumkan bahwa molnupiravir efektif untuk Covid-19. Namun, saat ini masih diperlukan penelitian dan pertimbangan lebih lanjut dari para ahli mengenai keamanannya, tepatnya terkait risiko atau efek samping pil eksperimental tersebut.

Aturan pakai molnupiravir. - (Republika)


Menurut laporan, pil Covid-19 dari Merck tersebut memiliki efek samping jika digunakan oleh ibu hamil. Ada risiko cacat lahir pada bayi yang ditimbulkan dari konsumsi obat ini.

Ilmuwan FDA mengatakan bahwa tinjauan yang dilakukan terhadap pil Covid-19 Merck mengidentifikasi beberapa risiko potensial. Salah satunya mengenai kemungkinan toksisitas pada janin yang sedang berkembang dan cacat lahir yang diidentifikasi dalam uji praklinis obat pada hewan.

Mengingat risiko-risiko tersebut, FDA akan mengajukan pertanyaan kepada penasihat badan tersebut boleh-tidaknya molnupiravir diberikan kepada ibu hamil atau apakah itu bisa tersedia dalam kasus-kasus tertentu. Di bawah skenario tersebut, hal ini mungkin akan membawa peringatan tentang risiko penggunaan obat selama kehamilan.

Namun, dokter memiliki pilihan untuk meresepkan obat pil Covid-19 Merck dalam kasus-kasus tertentu, di mana manfaatnya bisa lebih besar dibanding dengan risiko bagi pasien. FDA mengatakan bahwa atas pertimbangan keamanan, perusahaan farmasi tersebut setuju untuk tidak menggunakan produk pada anak-anak.

 
Berita Terpopuler