Media Sosial dan Potensi Konservatisme Beragama Generasi Muda

Generasi muda milenial sangat rentan terpapar konservatisme

EPA-EFE/IAN LANGSDON
Generasi muda milenial sangat rentan terpapar konservatisme beragama di media sosial
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pergeseran media, dari media lama menjadi media baru, yang menciptakan kerentanan dalam aspek faktualitas dan kredibilitas informasi, termasuk konten keagamaan.  

Baca Juga

Peralihan ini juga menghadirkan tantangan baru, yakni bagaimana mempertahankan reliabilitas konten agama pada media.

Menurut Husein Ja’far Al Hadar atau akrab disapa Habib Ja’far pada dasarnya manusia lahir sebagai pribadi yang moderat, tapi yang menjadi masalah adalah banyak dari mereka yang terpapar konten media yang salah, sehingga niat belajar agama yang awalnya positif menjadi ‘tersesat’. 

“Dan orang yang tadinya moderat tadi bisa saja berubah menjadi konservatif karena paparan media yang konstan tadi,” ujar pendakwah lulusan Magister Tafsir Hadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu. 

Masalah yang mendasari fenomena ini, kata Habib Ja’far, adalah karena adanya jarak antara popularitas dengan otoritas keagamaan, atau biasa disebut dengan fenomena hilangnya kepakaran. 

Media sosial, kata dia, membangun jarak antara pemegang otoritas dengan popularitas, sehingga para pakar Islam moderat kalah saing dengan konten-konten konservatif yang membanjiri sosial media. 

“Mereka yang memiliki otoritas biasanya enggan membangun popularitas, atau tidak mampu menjadi populer karena banyak tantangan untuk mencapai popularitas,” ujarnya.  

Dia mengatakan problem lain adalah komunitas pakar ini tidak dapat mengimbangi perubahan sistem penggunaan media sosial, mulai dari materi yang disajikan hingga cara penyampaian materi, karena generasi muda lebih menyukai materi yang relate dan dekat dengan mereka, dibandingkan tema-tema berat yang kerap diusung oleh para pakar.  

Terkait peran kanal grup di Whatsapp maupun platform lain yang kerap dijadikan sebagai sumber utama pembelajaran ilmu agama, yang kebanyakan justru menyebarkan konten konservatif dan provokatif, Habib Ja’far mengatakan bahwa fakta ini akan sangat rentan karena adanya peran media sebagai echo-chamber (ruang bergema), yang biasanya disalahgunakan untuk menguatkan pemahaman keagaman atau ideologi yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok, tanpa memperhatikan kredibilitas dan reabilitasnya. 

“Karena grup itu diinisiasi kesamaan ideologi atau pandangan, maka sangat mudah untuk mnenyebarkan informasi hoax, dan ini kembali pada echo chamber dan jelas menjadi tantangan bagi kelompok moderat,” kata dia. 

Menurutnya, paham konservatif berbasis pada dua hal, yaitu kebodohan atau tidak memiliki pemahaman keagamaan yang baik. Kedua, yaitu egoisme, dimana seseorang tidak memiliki dasar atau modal keagamaan yang kuat namun sangat mudah terjerumus dengan informasi dan konten keislaman yang belum jelas kebenaran sumbernya. 

“Artinya egoisme mereka sangat liar karena tidak didasari dengan pemahaman keagamaan, sehingga keinginan untuk bergabung dalam kegiatan konservatif atau bahkan terorisme sangat mudah muncul,” jelas Habib.   

 

Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kementerian Komunikasi dan Informatika, Widodo Muktiyo, mengatakan  generasi muda, yang menduduki persentasi terbesar dari total populasi, merupakan kelompok yang paling banyak mengandalkan internet, baik sosial media maupun platform digital lain sebagai sumber informasi, termasuk konten-konten keislaman. 

“Namun keaktifan ini tidak difondasikan dengan modal religiusitas yang kuat,” kata Widodo, merujuk pada hasil survei PPIM UIN Jakarta tentang Beragama ala Anak Muda: Ritual No, Konservatif Yes, pada Rabu (8/12). 

Persoalan lain yang perlu dikaji adalah rendahnya daya saing para kelompok moderat, baik dari lapisan pemerintahan, cendekiawan maupun otoritas terkait, dibanding dengan kelompok-kelompok penyebar paham konservatif di media sosial. 

Dia menyebut rendahnya minat publik untuk mengakses konten yang disajikan para kelompok moderat ini bisa disebabkan karena penyajian konten yang tidak inovatif atau kurang ‘dekat’ dengan generasi muda, kata Widodo yang menjadi salah satu pembicara dalam peluncuran hasil survei PPIM UIN Jakarta. 

“Karena sejatinya milenial dan gen z ini harus didekati dengan literasi atau konten yang relate dengan mereka, bukan denga motode lama yang selama ini banyak diterapkan pemerintah atau kelompok moderat lain,” kata Widodo. 

Menurutnya, tanggung jawab bersama perlu dilakukan untuk memformulasikan cara dan pendekatan yang efektif untuk menangkal arus konservatisme melalui digital, dan menghasilkan perubahan yang komprehensif. “Untuk menanamkan dan mengkampanyekan nilai moderasi, perlu adanya kolaborasi dari seluruh pihak,” kata dia. 

Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta dalam survei terbarunya bertema ‘Beragama ala Anak Muda: Ritual No, Konservatif Yes’, menemukan bahwa generasi muda, generasi milenial dan generasi z, memiliki tingkat konservatisme yang lebih tinggi dibanding generasi sebelumnya. 

Namun temuan ini berbanding terbalik jika dirujuk pada tingkat religiusitas generasi muda, khususnya dalam pelaksanaan ritual keagamaan sehari-hari. 

Sementara itu, terkait dengan media habit generasi muda, milenial merupakan generasi yang memiliki aktivitas digital yang tinggi terkait isu keagamaan.

Selain itu, karena aktif di media digital (website, media sosial dan podcast), keterpaparan mereka pada media-media konservatif menjadi cukup tinggi dan membuat generasi Milenial menjadi generasi yang memiliki tingkat konservatisme yang paling tinggi dibandingkan generasi lainnya,” jelas koordinator survei dari PPIM UIN Jakarta Iim Halimatusa’diyah. 

 

“Sedangkan generasi Z merupakan generasi yang lebih sering mengakses informasi keagamaan dari media digital. Mereka juga generasi yang paling aktif di media sosial. Kecenderungan mereka untuk menjadi media digital sebagai sumber pengetahuan agama juga paling tinggi di antara generasi lainnya,” sambung Iim.      

 
Berita Terpopuler