Penataan PKL Kembalikan Fasad Malioboro

Malioboro pun akan diubah seperti Orchard Road di Singapura.

Wihdan Hidayat / Republika
Pedagang menggelar aneka cenderamata di kawasan pedagang kaki lima Malioboro, Yogyakarta, Ahad (5/12). Pemerintah Daerah (Pemda) DIY bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berencana melakukan penataan pedagang kaki lima (PKL) yang berada di sepanjang trotoar Malioboro. Direncanakan, relokasi PKL Malioboro ini akan dilakukan pada awal 2022. Lokasi relokasi PKL Malioboro nantinya di eks gedung Bioskop Indra dan eks Gedung Dinas Pariwisata Yogyakarta.
Rep: Dian Silvy Setiawan Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menyebut, penataan pedagang kaki lima (PKL) di sepanjangan trotoar Malioboro dilakukan untuk mengembalikan fasad atau bentuk asli Malioboro. Kepala Dinas Koperasi dan UKM (Diskop UKM) DIY, Srie Nurkyatsiwi berharap, penataan dapat memberikan kenyamanan bagi semua pihak yang ada di Malioboro.

Baca Juga

"Sehingga memberikan kenyamanan bagi PKL itu sendiri, termasuk pedagang (toko) yang ada di sana, masyarakat dan wisatawan, tujuannya seperti itu," kata Siwi kepada Republika melalui sambungan telepon, Ahad (5/12).

Siwi menjelaskan, penataan ini juga dilakukan dengan mengembalikan fungsi dari trotoar itu sendiri. Melalui penataan ini, Malioboro pun akan diubah seperti Orchard Road di Singapura dalam rangka mendukung Sumbu Filosofi DIY untuk didaftarkan sebagai warisan dunia ke Unesco.

"Ini menjadi bagian bagaimana mengembalikan fungsi dan budaya-budaya yang ada di Malioboro. Ini yang sebetulnya kita berproses, jadi Malioboro itu kan Sumbu Filosofi dan ini proses penataannya," ujar Siwi.

Penataan yang dilakukan dengan merelokasi PKL di sepanjang trotoar Malioboro ini dinilai tidak menghilangkan ciri khas Malioboro. Siwi menegaskan, penataan PKL tidak akan menghilangkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Malioboro.

 

 

Pasalnya, PKL di sepanjang trotoar Malioboro juga menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Malioboro. Tidak hanya sebagai tempat wisata, namun jantung Yogyakarta tersebut juga dibuka sebagai pusat perekonomian.

"Malioboro bukan hanya milik PKL, tapi milik masyarakat semuanya. Menghilangkan ciri khas itu tidak, masih juga PKL tapi ditata di sebuah shelter yang lebih permanen. Lebih kita itu menata dan ini ada tujuannya yaitu bagaimana kita menaik kelaskan UMKM," jelasnya.

Menurut Siwi, suasana Malioboro yang saat ini tidak tertata dengan baik tidak memberikan kenyamanan, baik bagi pedagang maupun pengunjung. Hal ini juga dinilai dapat menjadi salah satu sumber penularan Covid-19 mengingat ramainya Malioboro dikunjungi oleh wisatawan saat ini

"Sekarang hiruk-pikuk disana, iya (PKL di trotoar menjadi) daya tarik, tapi daya tarik itu apakah memang menarik atau menjadi bagian yang justru menurut saya di dalam wisata itu bicara kualitas bukan kuantitas. Di Malioboro untel-untelan kan malas jadinya ke Malioboro, tapi saat kita nyaman, kita bisa menikmati, dan ini bagian yang sebetulnya kita berproses disana (untuk penataan)," katanya.

 

 
Berita Terpopuler