WHO Peringatkan Negara Asia-Pasifik Bersiap Hadapi Omicron

Varian Omicron bisa diantisipasi belajar dari penanganan varian Delta.

EPA-EFE/FAZRY ISMAIL
Warga mengenakan masker di Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat (3/12). Pada Kamis (2/12), Malaysia mengumumkan kasus pertama varian Omicron. WHO mengingatkan negara-negara Asia Pasifik bersiaga hadapi varian Omicron.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikarma, Fauziah Mursid, Dian Fath Risalah

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan negara-negara Asia-Pasifik harus bersiap menghadapi potensi lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron. Selain mempercepat dan memperluas cakupan vaksinasi, kapasitas perawatan kesehatan pun harus ditingkatkan.

"Pengendalian perbatasan dapat mengulur waktu, tapi setiap negara dan setiap komunitas harus bersiap menghadapi lonjakan kasus baru," kata Direktur Regional WHO untuk Pasifik Barat Takeshi Kasai dalam konferensi pers virtual pada Jumat (3/12). Dia menekankan, masyarakat tidak boleh hanya mengandalkan tindakan perbatasan.

"Yang terpenting adalah mempersiapkan varian ini dengan potensi penularan tinggi. Sejauh ini informasi yang tersedia menunjukkan bahwa kita perlu mengubah pendekatan kita," ujarnya.

Terkait Omicron, Takeshi mengatakan negara-negara harus memanfaatkan pelajaran dan pengalaman saat menghadapi varian Delta. Selain penerapan protokol pencegahan penularan, seperti mengenakan masker dan aturan jarak sosial, vaksinasi, terutama di kalangan rentan, harus ditingkatkan.

Sejumlah negara Asia sudah melaporkan kasus Omicron pekan ini, antara lain Singapura, Malaysia, Jepang, Korea Selatan (Korsel), India, termasuk Australia. Mereka merespons penemuan itu dengan memperketat aturan perjalanan.

Omicron, yang pertama kali terdeteksi di Afrika bagian selatan, sudah dikategorikan sebagai "variant of concern" oleh WHO. Artinya Omicron lebih berbahaya dibanding Covid-19 versi awal. Saat ini para ahli tengah menghimpun data untuk menentukan seberapa menular dan separah apa gejala yang dapat ditimbulkan varian tersebut.

Menteri Kesehatan Afrika Selatan (Afsel) Joe Phaahla mengungkapkan, negaranya memasuki gelombang keempat Covid-19 karena kemunculan Omicron. Varian tersebut sudah ditemukan di tujuh dari sembilan provinsi negara tersebut.

Menurut Phaahla, pada fase ini, fasilitas kesehatan di Afsel belum berada di bawah ancaman. Dia pun optimistis negaranya dapat mengendalikan penyebaran Omicron tanpa perlu menerapkan penguncian ketat.

Kendati demikian, dia mendorong warga untuk mau divaksinasi lengkap atau dua dosis. Phaala menilai, hal itu merupakan perlindungan terbaik terhadap Omicron. "Kami bisa mengelola gelombang keempat ini, kita bisa mengelola Omicron. Alat dasar yang kita semua tahu. Kita masih bisa memiliki musim perayaan yang cukup sukses," ujar Phaahla.

Sementara itu, Presiden Afsel Cyril Ramaphosa menyesalkan keputusan puluhan negara yang menerapkan larangan perjalanan terhadap negara-negara Afrika bagian selatan menyusul penemuan varian Omicron. Selain tidak adil dan tak ilmiah, dia menilai langkah itu merupakan bentuk “apartheid kesehatan”. “Sebagai Afsel, kami berdiri teguh melawan segala bentuk apartheid kesehatan dalam perang melawan pandemi,” kata Ramaphosa saat berkunjung ke Pantai Gading pada Kamis (2/12).

Dia kembali mengingatkan, para ilmuwan di negaranya adalah yang pertama kali mendeteksi atau mengidentifikasi Omicron. Oleh sebab itu, penerapan larangan perjalanan terhadap Afsel merupakan tamparan bagi keunggulan dan keahlian Afrika. “Larangan (perjalanan) ini akan menyebabkan kerusakan tak terhitung, khususnya pada industri perjalanan dan pariwisata yang menopang bisnis serta mata pencaharian di Afsel dan kawasan Afrika (bagian) selatan,” ujar Ramaphosa.

WHO telah meminta negara-negara dunia mengkaji ulang penerapan larangan perjalanan dari negara-negara Afrika bagian selatan. WHO mengimbau agar keputusan terkait dengan penanganan pandemi didasarkan pada sains dan peraturan kesehatan internasional. “Karena semakin banyak negara memberlakukan larangan penerbangan terhadap negara-negara Afrika selatan karena kekhawatiran atas varian baru (Covid-19) Omicron, WHO mendesak negara-negara untuk mengikuti sains dan peraturan kesehatan internasional guna menghindari penggunaan pembatasan perjalanan,” kata WHO dalam sebuah pernyataan pada 28 November lalu, dikutip dari Reuters.




Baca Juga

Indonesia juga bersiap mengantisipasi varian Omicron masuk.  Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengingatkan otoritas berwenang untuk menjaga ketat setiap pintu masuk ke wilayah Indonesia. Penjagaan ketat ini khususnya skrining kesehatan pelaku perjalanan internasional yang masuk ke Tanah Air.

"Dalam konteks varian baru ini kita juga mesti sangat ekstra hati-hati menjaga, wapres selalu mengingatkan, menjaga dari setiap pintu masuk ke wilayah Indonesia, apakah pintu udara, pintu laut, itu yang harus dijaga ketat," ujar Juru Bicara Wapres, Masduki Baidlowi saat ditemui di Kompleks Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (3/12).

Masduki mengatakan, arahan tersebut selalu disampaikan Wapres pada setiap rapat terbatas dengan menteri, lembaga, maupun otoritas lainnya. Ia menjelaskan, Wapres selalu meminta semua pihak meningkatkan kehati-hatian yang tinggi.

Meskipun, Pemerintah menerapkan kebijakan gas dan rem dalam konteks kebangkitan ekonomi, tetapi tidak boleh mengabaikan kewaspadaan terhadap penularan Covid-19. "Kalau kita terlalu mengegas untuk kebangkitan ekonominya tapi lalai dalam soal menjaga bagaimana protokol kesehatan kita, itu kan nanti bisa jebol seperti negara-negara lain," katanya.

Karena itu, permintaan Wapres kepada BIN, Kepolisian, Imigrasi untuk menjaga ketat pintu masuk sudah disanggupi. Ia mengingatkan, selain munculnya varian Omicron, Indonesia juga akan menggelar Presidensi G20. Sehingga, perlu untuk terus meningkatkan kewaspadaan dari penularan Covid-19.

"Saya kira cukup sigaplah pihak pihak keamanan. Memang kita riskan, tahun 2022 itu kan kita masuk menjadi tuan rumah G20 itu dari mulai Desember sampau November akhir tahun itu kan akan ada serangkaian kegiatan," ujarnya.

Pemerintah sudah memperketat aturan perjalanan internasional dan skrining
berlapis termasuk dengan memperpanjang masa karantina seluruh pelaku perjalanan (WNI/WNA) menjadi 10 hari. Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Jumat (3/12), mengatakam pengetatan ini diperlukan seiring dengan hasil evaluasi menunjukkan penyebaran varian baru semakin tinggi di berbagai negara.
Pemerintah terus melakukan evaluasi untuk benar-benar memastikan upaya pencegahan dapat berjalan secara optimal dan gelombang Covid-19 ketiga di Indonesia dapat dihindarkan. Menkominfo memaparkan, bentuk-bentuk pengetatan itu tertuang dalam adendum Surat Edaran (SE) Satgas COVID-19 No. 23/2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi Covid-19, terbit Selasa (30/11) lalu.

Menurutnya, dalam adendum itu, masa karantina seluruh pelaku perjalanan internasional baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA) diperpanjang menjadi 10 hari dari sebelumnya, 7 hari. Selain itu, regulasi saat ini juga akan mewajibkan pelaku perjalanan internasional untuk melakukan tes ulang PCR pada hari pertama karantina dan H-1 sebelum karantina selesai.

Johnny menegaskan, khusus bagi WNA dengan riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari 11 negara terkonfirmasi Omicron tidak akan diperkenankan masuk ke Indonesia. Sementara itu, bagi WNI yang memiliki riwayat perjalanan dari negara itu, tetap wajib menjalani karantina 14 hari. Adapun, 11 negara yang dimaksud adalah Afrika selatan, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambik, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, dan Hongkong tetap dilarang masuk ke Indonesia.

"Seluruh Masyarakat diajak memahami alasan pengetatan ini, dan tetap memperkuat disiplin 3M dan vaksinasi sebagai cara paling mudah namun efektif mencegah penularan virus," ujarnya.

Gejala Ringan tak Lazim Pasien Omicron - (Infografis Republika.co.id)



 
Berita Terpopuler