Macam-Macam Bimaristan

Bimaristan, sistem pelayanan medis yang dikembangkan peradaban Islam.

Wikipedia
Bimaristan
Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Para penguasa Muslim pada zaman keemasan Islam menginisiasi pembangunan macam-macam rumah sakit (bimaristan). Sistem pelayanan medis yang dikembangkan peradaban Islam pada faktanya berkontribusi besar untuk kehidupan saat ini.

Baca Juga

Dr Sharif Kaf al-Ghazal (2007) men jelaskan, pendirian setiap bimaristan memiliki dua tujuan sekaligus, yakni merawat para pasien umum yang sakit dengan pengobatan termutakhir dan sarana pendidikan bagi para lulusan sekolah kedokteran.

Prof Raghib as-Sirjani dalam Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (2011) menuturkan, bimaristan pertama kali berdiri pada masa Khalifah al-Walid bin Abdul Malik di Damaskus (Suriah) pada 707. Lembaga itu khusus menangani para penderita lepra.

Selagi mereka dikarantina dalam jangka waktu tertentu, negara menjamin kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk perawatan medis, hiburan, dan pendi dikan. Pada masa sesudahnya, makin banyak fasilitas publik serupa berdiri di negerinegeri Muslim. Bahkan, amat jarang ditemukan sebuah kota Islam, sekecil apa pun itu, yang di dalamnya tidak dilengkapi bimaristan.

Sejumlah bimaristan pada zaman Dinasti Abbasiyah dapat dianggap sebagai model. Misalnya, Rumah Sakit al-Ad hudi yang berdiri di Baghdad pada 981. Namanya mengambil dari sang pendiri, Adhdu Daulah Ibnu Buwaih. Letaknya di kaki bukit dan dekat dengan Sungai Tigris. Adanya sistem irigasi yang melewati bangunan publik tersebut menjamin kebersihannya.

Ketika pertama kali dibuka untuk umum, ada 24 dokter yang bekerja di dalam nya. Selanjutnya, jumlah tenaga medis melonjak pesat. Selalu ada dokter yang ber tugas 24 jam penuh. Selain kamar-kamar rawat inap, bimaristan ini dilengkapi dengan perpustakaan yang besar, laboratorium, apotek, dan dapur.

Di Damaskus, Rumah Sakit an-Nuri al-Kabir berdiri sejak 1154. Pendirinya bernama Sultan Adil Nuruddin Mahmud.

 

Lembaga ini terus beroperasi hingga delapan abad kemudian. Adapun Rumah Sakit al-Manshuri al-Kabir terdapat di Kairo sejak 1284. Dalam satu hari, ungkap Raghib as-Sirjani, bimaristan ini dapat melayani lebih dari empat ribu orang pasien.

Selain bimaristan umum, ada pula rumahrumah sakit yang khusus merawat penyakit tertentu, semisal lepra, mata, gangguan mental, dan sebagainya.

The Cambridge History of Islam(1970) menuturkan, setiap bimaristan selalu memisahkan seluruh ruangan yang ada untuk pasien laki-laki dan perempuan. Setiap bagian itu dipilah lagi menjadi beberapa bangsal, yakni khusus penanganan penyakit dalam, bedah, ophthalmologi, dan orto pedi. Bangsal penyakit dalam dibagibagi lagi sesuai jenis penyakit yang ditangani, yaitu demam, gangguan kejiwaan, dan pencernaan.

Semua bimaristan selalu dilengkapi apotek yang diurus kepala apoteker setempat. Seperti halnya rumah sakit modern, bagian ini mengelola dan meracik obat-obatan serta memberikannya kepada pasien sesuai resep dokter. Adapun setiap bimaristandipimpin secara struktural.

Ada kepala rumah sakit yang membawahi seluruh kepala seksi dan dokter-dokter dengan spesialis masing-masing. Perawat terdiri atas laki-laki dan perempuan sehingga menghormati privasi pasien. Semua orang yang bekerja di dalamnya digaji oleh negara dari kas publik (baitul maal) atau wakaf orang-orang kaya.

 

 

Bimaristanjuga dilengkapi dengan sejumlah laboratorium tempat para ahli melakukan eksperimen. Hal ini tidak mengherankan karena biasanya lokasi bimaristanbersebelahan dengan universitas 

Hasil temuan lantas dipublikasikan dalam kertas-kertas kerja yang lalu di sirkulasikan pada perpustakaan-perpus takaan besar. Ambil contoh, bimaristan Ibnu Thulun di Kairo yang memiliki perpustakaan dengan lebih dari 100 ribu koleksi.

Dosen-dosen ilmu kedokteran juga menyelenggarakan kuliah praktik di bimaristan terdekat. Murid-muridnya, yakni para dokter muda diarahkan untuk mendampingi sejumlah dokter senior di sana.

Tujuannya agar mereka belajar banyak hal dan memperhatikan dengan saksama bagaimana seorang profesional bekerja.

Selanjutnya, mereka harus mengikuti ujian. Bila lulus, mereka akan diberi ijazah sesuai dengan spesialisasi masing-masing dan akhirnya diperbolehkan bekerja sebagai dokter sepenuhnya. Apa yang kita jumpai pada masa kini sesungguhnya sudah dirintis peradaban Islam ratusan tahun silam. Setidak-tidaknya, sejak abad ke-10, sultan-sultan di Baghdad telah mewajibkan adanya ujian bagi para calon dokter.

 

 

Setiap sultan juga menyadari bahwa kebersihan, kemegahan, dan profesio nalitas bimaristanyang ada di wilayahnya menunjukkan prestise pemerintah. Oleh karena itu, mereka sungguh-sungguh serius da lam mendirikan rumah sakit yang mengutamakan kenyamanan para pasien, tenaga medis, praktisi, dan pakar kesehatan.

Sultan Ahmad bin Tulun, misalnya, menghabiskan dana tidak kurang dari 60 ribu dinar untuk mendirikan bimaristandi Fustat (Mesir) pada 872. Di dalamnya, tersedia pelayanan medis untuk publik dan perawatan bagi mereka yang meng idap gangguan jiwa. Mereka yang me metik manfaat dari fasilitas ini tidak di kenai biaya alias gratis. Contoh lainnya yang menunjukkan keberpihakan penguasa.

Bimaristan Marrakisy yang didirikan Raja Dinasti al-Muwahhidun di Maroko pada akhir abad ke-12. Di dalamnya terdapat kebun tanaman herbal yang dilengkapi danau buatan dan air mancur. Keindahan pemandangan itu menjadi obat tersendiri tidak hanya bagi pasien, tetapi juga pengunjung pada umumnya. Peralatan medis yang tersedia juga selalu di pastikan terjaga steril dan berkualitas tinggi sehingga aman digunakan.

 

 

Di Baghdad pada masa gemilang Islam bahkan terdapat kawasan khusus penyem buhan orang-orang sakit. Raghib asSirjani mengutip riwayat dari Ibnu Jabir yang mengadakan perjalanan di kota tersebut pada 1184. Pengelana ini menga gumi adanya kompleks yang menyerupai ben teng kecil di pusat kota Baghdad.

Di tengah-tengahnya, terdapat istana besar nan megah. Kawasan ini dipercantik dengan taman-taman yang asri dan rumah-rumah kecil yang berada di sekelilingnya.Semua fasilitas itu merupakan wakaf bagi orang-orang sakit. Demikianlah, keadaan kompleks bimaristanbak istana kerajaan. 

Bagaimana dengan masyarakat di daerah-daerah pelosok? Para penguasa Muslim sudah mengantisipasinya dengan mengadakan pelayanan medis bergerak (mobile). Fasilitas dan dokter-dokter yang menyertainya setara dengan bimaristan permanen di kota-kota besar.

 

Ambil contoh apa yang dilakukan Sultan as-Saljuqi yang berkuasa antara tahun 1117-1131. Dia mempersiapkan kafilah-kafilah yang dilengkapi berbagai macam peralatan medis dan diikuti sejumlah dokter. Mereka lalu disebar ke pelbagai penjuru negeri agar setiap rakyat mendapatkan haknya akan kesehatan jasmani dan rohani. Dalam pengertian modern, bimaristanbergerak ini menyerupai ambulans atau puskesmas keliling.

 
Berita Terpopuler