Presiden Tenangkan Investor, KSPI Sayangkan Sikap Jokowi

Presiden Jokowi menyampaikan tanggapannya atas putusan MK terkait UU Cipta Kerja

ANTARA/Biro Pers dan Media Setpres
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rep: Dessy Suciati Saputri, Febryan. A, Nawir Arsyad Akbar Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan tanggapannya pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Presiden meminta para investor baik dalam maupun luar negeri untuk tenang, dan memberikan jaminan bahwa investasi mereka di Indonesia tetap aman.

Baca Juga

Dalam tanggapan untuk pertama kalinya, pascaMK pada 25 November lalu, Jokowi mengatakan UU cipta kerja masih tetap berlaku. Sebagai pembentuk undang-undang, pemerintah dan DPR diberikan waktu paling lama 2 tahun untuk melakukan revisi atau perbaikan-perbaikan.

"Dengan demikian, seluruh peraturan pelaksanaan UU cipta kerja yang ada saat ini masih tetap berlaku," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/11).

Presiden juga mencoba memberikan ketenangan pada investor baik dalam maupun luar negeri, dengan menjamin investasi mereka di Indonesia tetap aman. "Oleh karena itu, saya pastikan kepada para pelaku usaha dan para investor dari dalam dan luar negeri bahwa investasi yang telah dilakukan serta investasi yang sedang dan akan berproses tetap aman dan terjamin," ujar Jokowi.

Dengan dinyatakan bahwa UU Cipta kerja masih berlaku oleh MK, lanjutnya, maka seluruh materi dan substansi dalam UU cipta kerja dan aturan sepenuhnya masih tetap berlaku tanpa ada satu pasal pun yang dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku oleh MK.

"Sekali lagi, saya pastikan pemerintah menjamin keamanan dan kepastian investasi di Indonesia," tegasnya.

Ia pun menegaskan komitmen pemerintah dan komitmennya terhadap agenda reformasi struktural, deregulasi, dan debirokratisasi yang akan terus dijalankan. Jokowi menyebut, kepastian hukum dan dukungan pemerintah untuk kemudahan investasi dan berusaha akan terus dipastikan.

Ia melanjutkan, sebagai negara demokrasi yang berdasarkan hukum, pemerintah menghormati dan segera melaksanakan putusan mahkamah konstitusi, MK, nomor 91/PUU-XVIII/2020.

"Saya telah memerintahkan kepada para Menko dan para menteri terkait untuk segera menindaklanjuti putusan MK itu secepat-cepatnya," ucapnya.

Seperti diketahui, majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU Cipta Kerja tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/11).

Dalam pembacaan amar putusan, Anwar menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR, melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut. MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja--Red), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ujar Anwar.

Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

Pernyataan Presiden Jokowi, langsung ditanggapi oleh Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI). Presiden KSPI, Said Iqbal, menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tetap berlaku.

Said menilai, Presiden Jokowi membangkang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"KSPI dan Partai Buruh menyayangkan sikap pemerintah yang tidak taat pada aturan ketatanegaraan, dalam hal ini putusan MK," kata Said yang juga menjabat Ketua Umum Partai Buruh itu dalam konferensi pers daring, Senin (29/11).

Said menjelaskan, MK telah menyatakan secara khusus dalam amar putusan nomor 7 bahwa semua kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas terkait UU Ciptaker harus ditangguhkan. Sedangkan amar putusan nomor 4 yang menyatakan UU Cipateker tetap berlaku hanyalah bersifat umum.

Oleh karenanya, kata dia, Jokowi harus membatalkan penetapan Upah Minimum (UMP) 2022, yang secara rata-rata nasional hanya naik 1,09 persen. Sebab, penetapan UMP berlandaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari UU Ciptaker.

Selain itu, penetapan UMP merupakan kebijakan strategis. "PP 36 dalam Pasal 4 Ayat 2 menyatakan penetapan pengupahan adalah kebijakan strategis," kata Said.

Sementara mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengapresiasi putusan dari lembaga yang pernah dipimpinnya terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menurutnya, jika MK langsung membatalkan UU Cipta Kerja, maka hal tersebut justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang baru.

"Kalau dinyatakan serta merta tidak berlaku, memang dampaknya sangat luas dan banyak sekali perdebatan dan menimbulkan ketidakpastian hukum yang baru," ujar Hamdan dalam sebuah webinar yang dikutip Senin (29/11).

Jika UU Cipta Kerja dibatalkan dan tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, undang-undang mana yang akan digunakan oleh pemerintah dalam mengeluarkan kebijakannya. Termasuk dalam pemberlakuan aturan pelaksananya.

"Lalu bagaimana implementasinya di lapangan itu, bagaimana statusnya, kemudian UU yang mana yang akan berlaku. Kalau memberlakukan undang-undang yang lama, apakah ikutan PP yang lama yang berlaku, jadi ini akan menimbulkan kekacauan baru," kata Hamdan.

Untuk itu selama dua tahun ke depan, pemerintah bersama DPR diharapkannya benar-benar memperbaiki UU Cipta Kerja. Terutama dalam memenuhi asas pembentukan perundang-undangan, yakni terbuka dan melibatkan partisipasi publik.

"Ada ruang bagi pemerintah dan DPR melakukan konsolidasi kembali untuk membahas UU ini dan juga dengan memeprhatikan yg menjadi keberatan masyarakat," ujar Hamdan.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, pihaknya bersama pemerintah berencana menggelar rapat kerja (raker) pada 6 Desember mendatang. Rapat tersebut merupakan tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Kita akan raker nanti bersama pemerintah tanggal 6 Desember untuk membahas beberapa pokok-pokok, menyimak, mencermati keputusan MK," ujar Willy di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (26/11).

Salah satu hasil raker tersebut akan berpotensi membentuk tim kerja bersama antara DPR dan pemerintah dalam perbaikan UU Cipta Kerja. Baleg dalam fungsi pengawasannya juga mengingatkan pemerintah untuk tak dulu membuat aturan turunannya hingga perbaikan selesai.

 

"Jadi DPR tentu akan menjadikan ini catatan, jadi teman-teman ini suatu hal yang wajar saja. Kenapa? karena ini pengalaman pertama kita dalam membuat undang-undang berupa omnibus law," ujar Willy.

 
Berita Terpopuler