Vaksin Pfizer Beri Perlindungan Jangka Panjang pada Remaja

Vaksin Covid-19 Pfizer diklaim efektif untuk lindungi remaja berusia 12-15 tahun.

AP/Mary Altaffer
Vaksinasi Covid-19 dengan vaksin Pfizer-BioNTech pada anak-anak berusia lima hingga 12 tahun di Amerika Serikat. Studi terbaru mengungkap kemanjuran vaksin Covid-19 Pfizer untuk remaja.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perusahaan Pfizer mengklaim bahwa vaksin Covid-19 buatannya memberikan perlindungan kuat jangka panjang pada remaja. Hasil studi tahap akhir yang melibatkan remaja berusia 12-15 tahun itu disampaikan pada Senin (22/11).

"Vaksin dua dosis itu ampuh 100 persen melawan virus corona, dihitung tujuh hari sampai empat bulan setelah pemberian dosis kedua," kata pihak perusahaan.

Data jangka panjang tersebut akan mendukung rencana pengajuan izin penuh penggunaan vaksin pada kelompok usia tersebut di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Pfizer dan BioNTech akan mengajukan permohonan vaksin dosis 30 mikrogram untuk orang berusia 12 tahun ke atas.

Vaksin Covid-19 produksi Pfizer/BioNTechpada Mei mengantongi izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) untuk usia 12-15 tahun. Setelah itu, pada Agustus, vaksin tersebut mendapatkan persetujuan penuh untuk usia 16 tahun ke atas.

Vaksin booster

Menurut Direktur Institut Imunologi University of Pennsylvania, John Wherry, baik vaksin maupun booster akan menciptakan lonjakan antibodi yang mencapai puncaknya satu hingga dua pekan setelah vaksinasi, sebelum menurun dan stabil seiring waktu. Namun, antibodi dari pemberian vaksin booster cenderung lebih stabil di dalam tubuh daripada vaksin dosis awal.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), sejauh ini ada 31.464.669 orang di AS telah menerima suntikan vaksin booster Covid-19. Keefektifan booster menjadi alasan bagi mereka yang memenuhi syarat untuk menerima dosis tambahan itu.

Kini, penelitian terbaru memberikan informasi mengenai berapa lama booster Pfizer dapat melindungi penerimanya dari virus penyebab Covid-19, yakni SARS-CoV-2. Informasi itu berasal dari sebuah penelitian yang dilakukan Rumah Sakit Tel Hashomer di Israel.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)

Data menunjukkan bahwa booster vaksin Pfizer tampaknya efektif setidaknya selama sembilan hingga 10 bulan setelah diterima. Meskipun tidak ada informasi tentang metodologi penelitian yang terungkap, orang-orang yang terlibat dalam penelitian itu mengatakan bahwa dosis ketiga menghasilkan lebih banyak antibodi daripada suntikan sebelumnya.

Mereka juga mengatakan, antibodi yang dihasilkan lebih baik dalam menangkal virus dan menawarkan jenis perlindungan yang berbeda dari dua dosis awal. Hingga saat ini, Israel telah menyediakan banyak data tentang booster karena adopsi awal dilakukan dalam skala besar.

Satu studi, yang dilakukan oleh Clalit Research Institute dan diterbitkan dalam jurnal The Lancet pada 29 Oktober, menganalisis data catatan kesehatan dari 30 Juli 2021 hingga 23 September 2021.  Para peneliti kemudian dengan hati-hati mencocokkan 728.321 pasien yang telah menerima dua dosis vaksin Covid-19 Pfizer setidaknya lima bulan sebelumnya, dengan 728.321 pasien yang telah menerima suntikan ketiga.

Hasil penelitian menemukan bahwa pasien yang menerima suntikan dosis penguat Pfizer memiliki risiko 93 persen lebih rendah untuk dirawat di rumah sakit, risiko penyakit parah 92 persen lebih rendah, dan risiko kematian akibat Covid-19 81 persen lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hanya menerima suntikan awal dua dosis. Para peneliti juga mencatat bahwa efektivitas booster serupa untuk jenis kelamin, kelompok usia, dan jumlah penyakit penyerta yang meningkatkan risiko kesehatan.

Baca Juga

"Sampai saat ini, salah satu pendorong utama keraguan vaksin adalah kurangnya informasi mengenai efektivitas vaksin. Studi epidemiologi yang cermat ini memberikan informasi yang dapat diandalkan tentang efektivitas vaksin dosis ketiga, yang kami harap akan membantu mereka yang belum memutuskan tentang vaksinasi dengan dosis ketiga,” kata direktur Predictive Medicine Group di Harvard Medical School dan Program Informatika Kesehatan Komputasi Rumah Sakit Anak Boston, Ben Reis dilansir Best Life Online, Sabtu (20/11).

 
Berita Terpopuler