Cerita Pengemis di Afghanistan Setia Menunggu Roti

Mereka mengantre berjam-jam di depan toko roti.

AP/Bernat Armangue
Cerita Pengemis di Afghanistan Setia Menunggu Roti. Wanita dan anak-anak Afghanistan duduk di depan toko roti menunggu sumbangan roti di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Kamis, 16 September 2021.
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pengemis roti di depan toko roti di Afghanistan semakin meningkat seiring dengan kemerosotan ekonomi dan meningkatnya pengangguran. Mereka dengan setia menunggu belas kasihan penjual roti atau pembeli yang mau membagi roti yang mereka beli.

Baca Juga

Salah satunya Shekiba Sukur. Ia telah menunggu berjam-jam di luar sebuah toko roti di Kabul. Dia mengantre bersama puluhan wanita bercadar, menunggu seseorang yang cukup murah hati untuk membelikan rotinya.

"Saya menunggu di sini selama tiga jam setiap hari untuk mendapatkan roti," kata Sukur, dilansir dari Anadolu Agency, Selasa (9/11).

Sukur mengaku harus menjadi tulang punggung keluarga setelah suaminya cacat. Setiap hari ia harus memberi makan 11 orang di rumahnya.

"Saya mengantre untuk 11 potong roti karena keluarga tidak punya apa-apa untuk dimakan di rumah," kata Sukur.

Warga Afghanistan menjadikan roti sebagai menu berbuka puasa menjelang puasa Ramadhan, di tengah pandemi virus corona di Herat, Afghanistan, Rabu (14/4). - (EPA-EFE/JALIL REZAYEE)

 

Roti itu hanya akan dimakan pada malam hari. Sedangkan untuk sarapan, keluarganya hanya bisa meminum teh tanpa roti di rumahnya yang hanya sebuah tenda.

Hal senada juga diungkapkan oleh Farida Shahzade, seorang janda yang ikut mengantre di depan toko roti. Farida hanyalah seorang juru masak di sekolah di dekat rumahnya, namun upahnya sebagai juru masak tidak cukup untuk membayar sewa dan kebutuhan sekolah anak-anaknya.

"Saya tinggal di Kabul. Saya memiliki enam anak dan tidak memiliki suami," kata Shahzade kepada Anadolu Agency.

Matinullah Safiyi, seorang pembuat roti di kota itu, mengatakan jumlah orang yang menunggu roti di depan toko rotinya semakin meningkat dari hari ke hari. Dia memberikan sekitar 50 sampai 60 roti kepada orang-orang yang mengantre untuk mendapatkan rotinya itu. Apa yang terjadi di depan toko rotinya ini, menurut Safiyi, mencerminkan situasi saat ini di Afghanistan. 

"Jumlah orang-orang ini telah meningkat selama tiga bulan terakhir," ungkapnya.

Wanita dan anak-anak Afghanistan menerima sumbangan roti di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Kamis, 16 September 2021. - (AP/Bernat Armangue)

 

Namun demikian, salah seorang pembeli roti, Mava Niyazi, menyangkal menyebut mereka sebagai pengemis. Menurutnya, situasi yang terjadi itu adalah dampak dari pengambilalihan kekuasaan Afghanistan oleh Taliban.

"Orang-orang yang mengantre roti bukanlah pengemis. Dengan pengambilalihan kekuasaan oleh Taliban, banyak orang kehilangan pekerjaan. Mereka yang bekerja tidak dibayar," ujarnya.

Ekonomi negara tersebut telah menderita selama 42 tahun terakhir, dimulai dengan invasi negara oleh bekas Uni Soviet pada 1979, yang memicu perang satu dekade oleh kelompok mujahidin Afghanistan. Kemudian, diikuti oleh perang 20 tahun antara AS dan Taliban yang pemerintahannya digulingkan setelah serangan 9/11.

Karena lebih dari empat dekade ketidakstabilan politik dan ekonomi, negara yang kekurangan uang itu sekarang berada dalam krisis ekonomi yang dahsyat. Banyak penduduknya yang telah menjual aset, mengemis roti bahkan menjual anak mereka dengan kedok pernikahan dini untuk bertahan hidup. PBB memperkirakan sekitar 22,8 juta orang atau lebih dari setengah penduduk Afghanistan akan menghadapi masalah pangan yang parah.

Seorang penjual roti berjalan-jalan di pasar di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Selasa, 14 September 2021. Dikhawatirkan Afghanistan dapat semakin terjerumus ke dalam kelaparan dan keruntuhan ekonomi setelah kekacauan bulan lalu, yang menyebabkan Taliban menggulingkan pemerintah di sapuan kilat saat pasukan AS dan NATO keluar dari perang 20 tahun. - (AP/Bernat Armangue)

 

https://www.aa.com.tr/en/asia-pacific/impoverished-afghans-plead-for-bread-in-front-of-bakeries/2415895

 
Berita Terpopuler