Jawaban Kemendikbudristek Atas Pertanyaan, 'Ke Mana Larinya Anggaran Pendidikan Rp 665 T?'

Anggaran Rp 665 T untuk pendidikan dari APBN jadi pertanyaan di tengah polemik UKT.

Republika/Wihdan Hidayat
Aksi unjuk rasa dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di depan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Pada aksi ini mereka menuntut perbaikan sistem uang kuliah tunggal (UKT) di UNY. Aksi solidaritas mahasiswa ini digelar buntut dari meninggalnya mahasiswa UNY, Nur Riska yang berjuang meminta keringanan UKT hingga akhir hayat.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti

Baca Juga

Polemik uang kuliah tunggal (UKT) yang meroket dan membebani sebagian besar mahasiswa serta para wali mahasiswa memunculkan pertanyaan mengenai bagaimana pengelolaan 20 persen besaran anggaran pendidikan di Indonesia. Kemendikbudristek mengungkap, hanya mengelola 15 persen dari total anggaran pendidikan berjumlah Rp 665 triliun.

“Dari Rp 665 triliun (anggaran pendidikan pada APBN 2024), yang diberikan kepada Kemendikbudristek hanya 15 persen, yakni Rp 98,99 triliun,” kata Staf Ahli Mendikbudristek Muhammad Adlin Sila dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Kenaikan UKT dan Masa Depan Pendidikan Indonesia’ yang diadakan di Kantor ICMI, Jakarta Selatan, Selasa (21/5/2024).

Adlan lalu mengungkapkan sebagian sebaran anggaran dari Rp 665 triliun tersebut. Kementerian Agama (Kemenag), kementerian yang mendapatkan diskresi untuk pendidikan agama mendapatkan alokasi anggaran pendidikan sekitar Rp 52,68 triliun.

Kemudian, dia menyebut, sebanyak Rp 95,16 triliun atau sekitar 14 persen dialokasikan ke kementerian-kementerian lainnya yang mengadakan kegiatan pendidikan atau sekolah kedinasan. Misalnya, Kementerian Keuangan dengan STAN, Kementerian Dalam Negeri dengan IPDN, dan Kementerian Perhubungan dengan STIP-nya.

“Porsi terbesar dari 20 persen (anggaran pendidikan) ditransfer langsung ke daerah, jumlahnya 52 persen, yakni Rp346,56 triliun. Jadi Kementerian Keuangan langsung mentransfer ke daerah melalui DAU (dana alokasi umum) dan DAK (dana alokasi khusus), baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, ini berkah dari otonomi daerah,” jelasnya.

Diketahui, SD dan SMP sederajat merupakan di bawah kendali Pemerintah Kabupaten/ Kota, sedangkan SMA sederajat di bawah kendali Pemerintah Provinsi. Ratusan triliun tersebut dikelola oleh masing-masing pemda. Sedangkan madrasah di bawah wewenang Kemenag. Kemendikbudristek sendiri bertanggung jawab terhadap pengelolaan anggaran untuk perguruan tinggi.

“Bisa dibayangkan betapa tersebarnya anggaran pendidikan ini. Jadi kalau nanti ada apa-apa misalnya terkait persoalan penyalahgunaan anggaran pendidikan, sebenarnya kesalahan itu bisa dibagi-bagi bukan hanya Kemendikbudristek,” tuturnya.

Lantas, Adlan melanjutkan, kaitan dengan UKT yang kini menjadi polemik yang belum usai, dia mengaku sebenarnya pihaknya tidak ingin anggaran yang hanya 15 persen dijadikan sebagai alasan. Namun, kenyataannya anggaran Kemendikbudristek memang minim, menurutnya.

“Kami tidak ingin mengatakan meng-excuse karena anggaran hanya sekian, maka kemudian kami memberikan keleluasaan bagi setiap PTN menaikkan UKT karena anggaran yang kita berikan sangat minim, itu juga bisa dikatakan benar tapi juga tidak speenuhnya benar karena kami ingin supaya penyelenggaran pendidikan tetap tetap berlangsung tanpa mengorbankan kualitas pendidikan,” terangnya.

Kampus PTN BH dan mahalnya biaya kuliah. - (Republika)

Dia menekankan bahwa Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang dijadikan ‘kambing hitam’ dalam perkara biaya UKT yang tinggi, sebenarnya memberikan otonomi kepada Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum atau PTN BH untuk mencari sumber pendanaan lain. Hal itu dilakukan atas refleksi diantaranya kondisi anggaran yang dimiliki Kemendikbudristek. Eva Rianti

Sebelumnya, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan anggota Komisi X DPR RI Fahmy Alaydroes menyoroti alokasi anggaran 20 persen dari APBN untuk pendidikan. Ia pun mewanti-wanti agar anggaran itu tidak dialirkan ke hal-hal yang tidak jelas juntrungannya.

“Barangkali perlu kita telusuri dan evaluasi, 20 persen itu tinggi Rp 665 triliun, tetapi kita juga paham bahwa alokasi dana tersebut tersebar ke mana-mana, bahkan alokasi yang diduga dikaitkan dengan pendidikan menjadi sesuatu yang tidak jelas. Ini barangkali yang harus kita perjuangkan,” kata Fahmy dalam keterangannya, dikutip Senin (20/5/2024).

Diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 665,02 triliun atau 20 persen dari total APBN 2024 sebanyak Rp 3.325,1 triliun. Alokasi anggaran itu sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

“Secara teknis kami meminta Kemendikbudristek untuk merevisi terkait UKT, tapi menurut saya, saya mengajak semua mari perjuangkan agar biaya pendidikan minimal 20 persen ini benar-benar efektif untuk semata-mata pendidikan, bukan dicari-cari jalan yang terkait dengan pendidikan,” jelasnya.

Fahmy lalu mengkritisi, dari jumlah Rp 665 triliun, yang dikelola oleh Kemendikbudristek hanya sebanyak Rp 90 triliun. Antara lain untuk Ditjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi sekitar Rp 34 triliun atau hanya sekitar 1 persen saja dari jumlah APBN 2024.

“Lalu kalau dikaitkan dengan anggaran pendidikan yang 20 persen (Rp 665 triliun), sekitar 5 persen, padahal kita memerlukan lulusan sarjana yang lebih bermutu dan lebih banyak. Saya mengajak agar lebih strategis kita harus terus-menerus menyoroti kemana alokasi 20 persen dana pendidikan itu, jangan sampai menyebar tidak efektif,” tegasnya.

Fahmy menegaskan, Komisi X DPR RI bakal terus mengawal masalah biaya UKT tinggi yang saat ini tengah dikeluhkan oleh sebagian besar mahasiswa serta para wali mahasiswa ataupun calon mahasiswa. Dia pun memastikan bakal terus mendorong Kemendikbudristek agar segera melakukan revisi peraturan terkait yakni Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SBOPT) pada PTN di Lingkungan Kemendikbudristek. 

Pengamat pendidikan menilai, polemik UKT yang saat ini tengah memanas menjadi momen yang tepat untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Dia menilai memang keruwetan pendidikan di Indonesia mesti segera terurai, terutama mengenai biaya pendidikan yang mahal.

“Ini memang momentum yang tepat menata ulang kembali sistem pendidikan nasional. Kita kan punya pemimpin nasional yang baru, legislator yang baru, jadi menurut saya kalau memang ini dianggap penting ya harusnya kita tata ulang kembali,” tutur Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji saat dihubungi Republika, Selasa (21/5/2024).

Indra lantas menyinggung soal besaran anggaran pendidikan yang semestinya digelontorkan untuk mengatasi masalah-masalah pendidikan seperti UKT. Diketahui, pos pendidikan mendapatkan alokasi anggaran 20 persen atau Rp 665,02 triliun dari total APBN 2024 sebanyak Rp 3.325 triliun. Namun, anggaran itu rupanya tidak cukup untuk mengantisipasi masalah biaya UKT yang meroket di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN).

Indra juga menekankan bahwa sebenarnya ada banyak anggaran yang digelontorkan untuk pendidikan di luar APBN. Sumber-sumber pendanaan itu turut menjadi sorotan baginya.

“Masalahnya enggak cuma Rp 665 triliun, itu kan baru APBN, belum APBD, belum dana masyarakat, sebetulnya kalau mau jujur anggaran pendidikan kita bisa Rp1.000 triliun lebih tetapi kenapa bangsa ini enggak cerdas-cerdas juga, kenapa IQ kita cuma 78,49, kenapa kita bisa jeblok terus. Berarti ini bukan cuma masalah anggaran, tapi salah kelola,” tegasnya.

Lebih lanjut, berkaca dari klaim salah kelola itu, Indra menilai polemik UKT tinggi mesti menjadi fokus pemerintahan baru, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

“Sekarang menjadi penting buat timnya Pak Prabowo, tim transisi untuk memasukkan agenda ini (polemik UKT),” kata dia.

Indra mengatakan, menurutnya jika UKT menjadi fokus pemerintah Prabowo dan adanya solusi atas polemik yang terjadi, hal itu bisa menjadi pencapaian tersendiri dari aspek pendidikan bagi awal pengabdian Prabowo sebagai RI 1 nantinya. 

“Karena ini juga keberhasilan pendidikan akan menjadi kesuksesan juga dari pemerintahan Pak Prabowo,” ujar dia.

Komik Si Calus : Kuliah - (Daan Yahya/Republika)

 
Berita Terpopuler