DKI Temukan Pabrik Buang Limbah Parasetamol di Teluk Jakarta

Pabrik MEP membuang limbah mengandung parasetamol diberi sanksi administratif.

ANTARA/Aprillio Akbar
Perairan Muara Angke, Jakarta. Berdasarkan penelitian dari Pusat Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Badan Riset dan Teknologi Nasional (BRIN), konsentrasi parasetamol di perairan Teluk Jakarta yaitu sebesar 420-610 nanogram per liter (ng/L) atau terdapat kandungan 420-610 gram parasetamol dalam 1 juta meter kubik air laut.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengungkap bahwa ada satu pabrik farmasi yang terbukti membuang limbah dengan kandungan parasetamol di Teluk Jakarta. Perusahaan berinisial MEP itu tidak memiliki instalasi pengolahan limbah yang baik.

"Terbukti dia membuang limbahnya, instalasi pengolahan limbahnya juga tidak dikelola secara baik," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin.

Pihaknya tidak menetapkan denda terhadap MEP. Pemprov DKI hanya memberikan sanksi administrasi berupa teguran tertulis kepada perusahaan farmasi itu.

Asep mengatakan, pabrik tersebut itu telah diminta memperbaiki instalasi pengolahan limbah terpadu (IPLT). MEP diberi jangka waktu sekitar tiga hingga empat bulan untuk membangun instalasi pengolahan limbah itu.

"Kami coba cek setelah tiga-empat bulan apakah dia akan melakukan perbaikan terhadap IPLT-nya," ucap Asep.

Sejauh ini, menurut Asep, baru MEP yang terbukti melakukan pencemaran di Teluk Jakarta. Asep tidak memerinci berapa lama praktik pembuangan limbah tersebut telah dilakukan oleh MEP.

Kandungan pasetamol di Teluk Jakarta pertama kali terungkap lewat hasil penelitian Wulan Koagouw dan Zainal Arifin dari Pusat Penelitian Oceanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) . Menurut kedua peneliti, kandungan parasematol tinggi terpantau di Angke dan Ancol.

Dua dari empat titik yang diteliti di Teluk Jakarta, di Angke terdeteksi memiliki kandungan parasetamol sebesar 610 nanogram per liter. Sementara itu di Ancol kadarnya mencapai 420 nanogram per liter.

Hasil penelitian tersebut masuk dalam publikasi LIPI yang diunggah pada 14 Juli 2021 melalui laman resminya lipi.go.id. Temuan terkait tingginya konsentrasi parasetamol di Teluk Jakarta terbit dengan judul High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia.

Baca juga : DKI Jakarta Masih Dikepung Banjir

Menurut peneliti Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Zainal Arifin, paparan jangka panjang parasetamol di alam dapat mengakibatkan gangguan fungsi reproduksi atau gonad pada kerang laut, khususnya kerang biru. Hal tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wulan Koagouw, Nicolas A Stewart, dan Corina Ciocan yang terbit dalam jurnal Environmental Science & Marine Pollution pada 2021.

"Paparan jangka panjang dengan konsentrasi rendah dan tinggi menyebabkan gangguan reproduksi dalam hal ini gonad pada jenis kerang biru," kata Zainal dalam Sapa Media virtual yang diselenggarakan BRIN di Jakarta, Senin (4/10).

Baca Juga

Zainal menuturkan, belum diketahui apakah ada dampak pencemaran parasetamol di lingkungan perairan terhadap manusia. Itu membutuhkan penelitian.

"Apakah berpengaruh kepada manusia? Belum tahu, mungkin sangat kecil pengaruhnya," ujar Zainal.

Kerang adalah organisme indikator yang sangat baik untuk pemantauan lingkungan dan telah digunakan secara intensif di seluruh dunia untuk memantau pencemaran laut, karena kerang hidup menetap. Riset berbasis eksperimen di laboratorium tersebut mencari tahu dampak pemaparan parasetamol terhadap kerang biru Mytilus edulis yang dikumpulkan dari satu populasi yang terletak di Hove Beach, East Sussex, Inggris.

Hanya kerang dengan panjang antara 30 dan 50 milimeter yang digunakan dalam eksperimen pemaparan parasetamol selama 24 hari. Kerang diberikan tiga perlakuan dengan konsentrasi parasetamol yang berbeda-beda yakni 40 nanogram per liter (ng/L), 250 ng/L, dan 100.000 ng/L.

Salah satu hasil penelitian menunjukkan pemaparan parasetamol telah menyebabkan atresia atau gangguan jaringan gonad sebagai organ reproduksi pada kerang. Karena itu, pencemaran parasetamol terhadap lingkungan laut dapat memberikan dampak gangguan reproduksi pada kerang.

Baca juga : Dulu Gatot Antar Hadi ke DPR, Kini Andika tak Diantar Hadi

Peneliti Oseanografi BRIN Dr Wulan Koagouw yang melakukan riset itu, mengataka bahwa hasil penelitian menunjukkan keberadaan parasetamol di lingkungan, bahkan pada konsentrasi rendah, berpotensi menyebabkan beberapa perubahan besar terkait sistem reproduksi kerang. Akibat pemaparan parasetamol, kerang mengalami degenerasi pada folikel dan gamet, yang menimbulkan risiko terhadap kemampuan reproduksi organisme tersebut, dan bisa memunculkan dampak potensial pada kelangsungan hidup populasi.

Wulan menuturkan, hasil menarik dari pemaparan jangka panjang selama 24 hari penelitian itu mengonfirmasi potensi efek merusak parasetamol, bahkan pada tingkat kontaminasi yang lebih rendah. Secara keseluruhan, hasil riset tersebut menyajikan gambaran yang mengkhawatirkan yang menunjukkan konsentrasi parasetamol serendah 40 ng/L dapat menyebabkan efek samping yang hampir sama yang disebabkan oleh konsentrasi 2.500 kali lebih tinggi, dengan skenario paparan yang lama.

"Menariknya adalah pada pemaparan jangak panjang ini, efek yang bisa kita lihat pada konsentrasi yang paling rendah 40 ng/L sama dengan efek yang bisa kita lihat pada 100.000 ng/L," ujar peneliti bidang ekotoksikologi itu.

Sebelumnya, para peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menemukan kandungan tinggi parasetamol sebesar 610 nanogram per liter di Angke dan di Ancol mencapai 420 nanogram per liter. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta menguji sampel air laut di Ancol dan Muara Angke, Jakarta Utara, untuk menindaklanjuti hasil riset kandungan parasetamol konsentrasi tinggi di kawasan tersebut.

Baca juga : Test PCR, GSI, dan Keterkaitan Luhut

 
Berita Terpopuler