Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2021 Jadi Momentum Pemulihan

Penerapan PPKM ketat juga berdampak pada tertahannya pertumbuhan konsumsi masyarakat,

pixabay
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Novita Intan, Retno Wulandhari

Pemerintah menilai pertumbuhan ekonomi kuartal III 2021 sebesar 3,51 persen merupakan hal yang positif mengingat terjadi eskalasi kasus Varian Delta Covid-19 dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level IV pada awal Juli 2021.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan aktivitas ekonomi sempat tertahan akibat Varian Delta Covid-19 yang merebak pada  Juli-Agustus."Capaian pertumbuhan tersebut  Ini menunjukkan momentum pemulihan tetap terjaga dan akan semakin kuat pascapenurunan kasus Varian Delta di pertengahan Agustus hingga akhir September 2021”, ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (5/11). 

Momentum yang relatif terjaga ini tercermin pada pertumbuhan antartriwulan (qtq) yang tercatat positif sebesar 1,55 persen. Pertumbuhan ini ditopang positif oleh semua komponen pengeluaran, khususnya ekspor yang tumbuh 29,16 persen.

Dari sisi lapangan usaha seperti industri pengolahan, pertanian, perdagangan dan konstruksi juga mencatatkan pertumbuhan positif. Selain itu, tren pemulihan ekonomi ini juga diikuti dengan kondisi ketenagakerjaan yang membaik pada Agustus 2021.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari sebelumnya 7,07 persen pada Agustus 2020 menjadi 6,49 persen pada Agustus 2021. Pemulihan ekonomi juga mampu membuka lapangan kerja baru sebesar 2,6 juta lapangan kerja dalam masa pemulihan. 

Kinerja perekonomian sangat dipengaruhi oleh langkah pengendalian pandemi. Pada awal kuartal III, kasus Varian Delta menyebabkan Pemerintah harus menarik rem darurat dengan penerapan PPKM Level IV di berbagai wilayah demi menjaga keselamatan masyarakat. Kebijakan tersebut berdampak cukup signifikan pada mobilitas masyarakat yang turun hingga rata-rata 17,6 persen di bawah level pra-pandemi. 

Namun demikian, kebijakan ini terbukti berhasil menekan tingkat penyebaran kasus Covid-19. Saat ini, berbagai indikator pandemi terus membaik. Tambahan kasus harian, kasus aktif, positivity rate, dan rasio keterisian tempat tidur rumah sakit terjaga tetap rendah. 

"Seiring terkendalinya pandemi, penurunan level PPKM di berbagai wilayah dilakukan secara gradual dan telah mendorong aktivitas perekonomian kembali meningkat dan menguat hingga saat ini," ucapnya. 

Pada masa yang sangat berat ketika penyebaran Covid-19 Varian Delta sangat tinggi, APBN hadir menopang kebutuhan utama masyarakat. Kebutuhan penanganan pandemi dan dukungan pemenuhan kebutuhan pokok menjadi fokus utama di masa penerapan PPKM Level IV. 

"Secara responsif, APBN disesuaikan untuk menghadapi tekanan yang terjadi melalui langkah-langkah refocusing pada alokasi anggaran kesehatan untuk penguatan sistem kesehatan, penanganan pandemi, dan vaksinasi," ucapnya.

 

Sesuai ekspektasi

Selain itu, belanja perlindungan sosial juga diperluas dan diperpanjang untuk menjangkau masyarakat yang paling rentan terdampak agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Faktor tersebut mendukung kinerja konsumsi Pemerintah tetap tumbuh positif 0,66 persen (yoy). Pertumbuhan positif konsumsi Pemerintah ini cukup signifikan dibandingkan dengan nilai konsumsi Pemerintah yang sangat tinggi di kuartal III 2020.

Penerapan PPKM ketat juga berdampak pada tertahannya pertumbuhan konsumsi masyarakat serta aktivitas investasi, khususnya dari sektor swasta. Konsumsi rumah tangga tumbuh 1,03 persen (yoy), melambat dibandingkan kuartal II yang mencapai 5,96 persne (yoy). Hal ini sejalan dengan pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cenderung berada dalam zona pesimis (indeks di bawah 100) pada Juli (80,2), Agustus (77,3), dan September (95,5).

Sementara, Indeks Penjualan Ritel (IPR) juga berada dalam zona kontraksi pertumbuhan di sepanjang triwulan III. Di sisi lain, aktivitas investasi relatif mampu bertahan dengan tumbuh sebesar 3,74 persen (yoy). 

"Meskipun turut terdampak oleh ketidakpastian, aktivitas investasi masih bisa tumbuh kuat, termasuk investasi bangunan yang ditopang oleh ekspansi belanja modal Pemerintah untuk keberlanjutan proyek-proyek infrastruktur strategis”, lanjut Febrio. 

Selain itu, importasi barang modal cukup tinggi terutama pada komponen mesin dan kendaraan terutama untuk mendukung aktivitas ekspor.

Di tengah tertahannya permintaan domestik, perdagangan internasional lanjut bertumbuh tinggi. Kinerja ekspor mampu berkontribusi signifikan terhadap keseluruhan ekonomi periode ini dengan terus tumbuh positif sebesar 29,16 persen (yoy). Momentum pemulihan permintaan ekonomi global yang diikuti dengan kenaikan harga komoditas menjadi faktor utama yang mendorong kinerja ekspor tetap tangguh di tengah dinamika penyebaran Varian Delta dan penerapan PPKM di dalam negeri. 

Dari sisi lain, kinerja impor juga tumbuh tinggi mencapai 30,11 perene (yoy). Penguatan aktivitas impor juga tercermin dari indikator penerimaan bea masuk yang hingga 30 September 2021 tumbuh 13,7 persen (yoy). Dengan impor yang didominasi oleh barang modal dan bahan input, impor yang tumbuh kuat mengindikasikan aktivitas produksi pada periode berikutnya akan kuat juga.

Dari sisi produksi, sejalan dengan tingginya aktivitas ekspor, sektor Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, produksi mampu tumbuh cukup kuat masing-masing sebesar 3,68 persen, 5,16 persen, dan 7,78 persen( yoy). Sementara itu, seiring dengan keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional, sektor konstruksi tumbuh 3,84 persen yoy. 

Geliat sektor strategis ini juga memberikan implikasi positif pada penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut. Sektor industri pengolahan menjadi sektor dengan tingkat penyerapan tenaga kerja terbesar atau 1,22 juta pekerja hingga Agustus 2021. Sementara sektor perdagangan mampu menyerap 1,04 juta tenaga kerja pada periode yang sama. Namun demikian, terdapat beberapa sektor yang terdampak langsung oleh eskalasi kasus Varian Delta COVID-19, khususnya sektor yang menunjang aktivitas pariwisata seperti pertumbuhan Transportasi dan Pergudangan serta Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum yang sedikit terkontraksi, masing-masing tumbuh sebesar -0,72 persen dan -0,13 persen (yoy).

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan motor utama pertumbuhan datang dari kinerja ekspor yang cukup positif dengan catatan surplus perdagangan yang tinggi pada September 2021 sebesar 4.37 miliar dolar AS. Permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Cina, Jepang dan AS jadi kunci momentum ekspor. 

"Harga komoditas juga melanjutkan booming dan ini angin segar bagi ekspor dalam jangka pendek setidaknya sampai akhir tahun 2021," kata Bhima kepada Republika.co.id, Jumat (5/11).

Di sisi lain, Bhima mengatakan, masalah muncul dari realisasi belanja pemerintah yang masih belum memuaskan. Menurutnya, realisasi belanja pemerintah relatif lambat di beberapa pos seperti serapan anggaran kesehatan dan program perlindungan sosial. 

Bhima menilai, pemerintah terkesan sengaja menahan pencairan anggaran khususnya stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Bhima memperkirakan serapan program PEN tidak akan terserap sepenuhnya. "Mungkin hanya bisa 80 persen saja sama dengan serapan tahun sebelumnya," tutur Bhima.

Dari sisi lapangan usaha, sektor pendidikan, kesehatan dan informasi telekomunikasi masih menjadi leading sector sepanjang kuartal ke III 2021. Sektor jasa infokom dan pendidikan sekaligus terdorong penggunaan internet yang tinggi karena pembelajaran sebagian besar dilakukan secara daring dan perusahaan juga memberlakukan Work From Home (WFH). 

Bhima memperkirakan, pada kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi akan bergerak di level 4 persen yoy. Bhima berharap momentum libur panjang natal dan tahun baru bisa dimanfaatkan untuk mendorong belanja. 

"Tapi ini semua bergantung dari kebijakan pemerintah juga. Saat masyarakat mau melakukan perjalanan ada kebijakan wajib antigen, itu berpengaruh sekali ke pemulihan sektor transportasi dan pariwisata," tutur Bhima.

 

 
Berita Terpopuler