Epidemiolog tak Masalah Masjid Terisi Penuh, Ini Syaratnya

Epidemiolog mencontohkan di Australia masjid sudah terisi penuh dengan shaf rapat.

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Warga meninggalkan Masjid Istiqlal usai menunaikan shalat Jumat di Jakarta, Jumat (29/10/2021). Menurut Satuan Tugas Penanganan COVID-19, kini kasus COVID-19 aktif di Indonesia sudah di bawah satu persen atau 96,3 persen dari empat juta orang Indonesia yang terpapar COVID-19 dinyatakan sembuh.
Rep: Rr Laeny Sulistyawati Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman angkat bicara mengenai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di daerah yang masuk level 1 di mana kapasitas pengunjung tempat ibadah maksimal 75 persen. Dicky menilai kapasitas tempat ibadah di daerah level 1 bisa 100 persen asalkan memenuhi beberapa syarat, termasuk durasi ibadah yang dipercepat.

"Kapasitas tempat ibadah di daerah level 1 bisa 100 persen karena seperti kapasitas di mal saja bisa 100 persen," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (3/11).

Baca Juga

Ia menambahkan, pertimbangan kapasitas pengunjung tempat ibadah bisa 100 persen karena penggunaan masker tetap wajib, vaksin juga jadi syarat, kemudian para jamaah juga mengakses aplikasi PeduliLindungi yang artinya setidaknya orang tahu tidak bergejala. Menurutnya, hal-hal ini sudah cukup untuk membuat kapasitas tempat ibadah bisa terisi penuh, karena risiko penularan rendah.

Apalagi, dia menilai, durasi shalat berjamaah di masjid tidak lebih dari 15 menit. Kendati demikian, ia merekomendasikan durasi saat ibadah di rumah Tuhan bisa lebih dipercepat.

Dicky mencontohkan, saat dirinya menunaikan shalat Jumat di daerah level 1 dia Australia, shaf ketika shalat bisa berdempetan atau rapat. Namun, setelah shalat rampung, jamaah duduk dengan menjaga jarak kurang lebih 1 meter antarjamaah.

"Mereka menjaga jarak. Imamnya juga tetap memakai masker dan masjidnya sudah diverifikasi dari sisi sirkulasi ventilasi yang dibuka, memakai kipas angin," ujarnya.

Kendati demikian, ia meminta kelompok yang belum divaksin, memiliki penyakit penyerta (komorbid), lanjut usia, anak, terutama yang belum divaksinasi tidak memaksakan diri masuk ke tempat ibadah. Ia menambahkan, kelompok yang memiliki risiko ini tidak disarankan berada di tempat ibadah.

Sebelumnya, dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 57 Tahun 2021 tentang PPKM Level 1-3 Jawa-Bali yang diteken Mendagri Tito Karnavian pada 1 November 2021 mengatur kapasitas tempat ibadah. Untuk daerah Jawa Bali dengan PPKM level 3, tempat ibadah seperti masjid, mushalla, gereja, pura, vihara, klenteng, serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah, dapat beraktivitas dengan kapasitas 50 persen.

“Dapat mengadakan kegiatan peribadatan/ keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM Level 3 (tiga) dengan maksimal 50 persen (lima puluh persen) kapasitas atau 50 (lima puluh) orang,” tulis salah satu poin Inmendagri.

Sementara itu, bagi wilayah PPKM level 1 dan 2 di Jawa-Bali boleh dibuka untuk mengadakan kegiatan ibadah berjamaah dengan kapasitas maksimal 75 persen. Semua kegiatan di tempat ibadah tetap harus dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

 

Satgas Penanganan Covid-19 mengungkapkan alasan mengapa dalam penerapan PPKM pada daerah yang masuk level 1 kapasitas pengunjung mal dilonggarkan hingga 100 persen, sementara tempat ibadah maksimal 75 persen. Perbedaan pergerakan pengunjung mal dan tempat ibadah menjadi alasan.

Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting, menjelaskan, diperbolehkannya kapasitas maksimal di mal karena pengunjung yang terus bergerak dan tidak berdiam secara lama di satu tempat. Sementara, di tempat ibadah cenderung lebih statis pergerakannya.

"Di mal, mereka (pengunjung) mobile kecuali saat makan dan ada security (petugas keamanan) yang mengawasi jika ada kerumunan, ibadah duduk diam statis berkumpul, jadi harus ada jarak, harus ada space di antara sesama jemaah," terang Alexander kepada Republika, Rabu (3/11).

Sementara, Juru Bicara dan Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir.

"Perlu diingat bahwa pandemi belum berakhir dan beberapa negara juga sedang mengalami peningkatan kasus (Covid-19)," kata Wiku saat dihubungi Republika, Rabu (3/11).

Ia mengakui, kondisi Covid-19 di Indonesia sekarang relatif terkendali dan kasusnya rendah. Keadaan ini tergambarkan pada level suatu daerah. Kendati demikian, ia menambahkan, pengaturan relaksasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat juga harus bertahap dan hati-hati. Tidak serta-merta semuanya bisa dihitung secara kuantitatif dan dibandingkan langsung.

"Kita harus responsif dan dinamis melakukan pengaturan ulang bila ada indikasi peningkatan kasus di fasilitas publik," ujarnya.

 

Infografis Penumpang Pesawat Luar Jawa-Bali Diizinkan Pakai Antigen - (Republika)

 
Berita Terpopuler