Sebar Aib Nasabah Karena Utang tak Dibayar, Bolehkah?

Dalam proses penagihan utang maka tidak diperkenankan melakukan penyebaran aib.

johndillon.ie
Utang/ilustrasi
Rep: Imas Damayanti Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU KH Mahbub Maafi menjelaskan bahwa pada dasarnya, utang dalam Islam adalah sebuah kegiatan yang berlandaskan dengan akad tabaruk. Yakni akad yang mana dilakukan dengan tujuan untuk menolong, membuat kebajikan, dan bukan dalam tujuan komersil. Sehingga jika pinjol menerapkan bunga, kata KH Mahbub, maka bunga pinjaman dihukumi haram.

Baca Juga

Di sisi lain Kiai Mahbub menjelaskan, dalam proses penagihan utang maka tidak diperkenankan melakukan penyebaran aib. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW, “Man satara ala Muslim fiddunya, satarallahu alaihi fiddunya wal-akhirah,”. Yang artinya, “Barang siapa yang menutup aib saudaranya di dunia, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan di akhirat,”.

“Sehingga ada pesan penting dalam hadis ini agar kita bisa menutupi aib saudara kita. Di dalam konnteks utang, itu berarti si peminjam sedang butuh. Apalagi akadnya utang adalah tabaruk (tidak ada nilai komersilnya), jadi sifatnya tidak mengikat,” kata KH Mahbub saat dihubungi Republika, Ahad (31/11).

Dia melanjutkan bahwa cara menagih utang pun dilarang dilakukan dengan menyebar-nyebarkan aib nasabah. Sebab hal itu dikategorikan sebagai bagian dari aktivitas menyebarkan aib saudaranya yang dilarang dalam Islam. Dia mengimbau kepada perusahaan pinjol untuk melakukan alternatif penagihan yang manusiawi dan sesuai syariat.

 

 

Di sisi lain dia menekankan, meskipun para nasabah mengeklik sejumlah persetujuan di awal, namun khalayak diingatkan mengenai perbedaan antara pemahaman ‘setuju’ dengan ‘terpaksa setuju’. Kehadiran pinjol-pinjol ilegal menurut dia sudah bermasalah, baik secara legalitas, praktik, maupun aksi penagihannya.

“Haram hukumnya menagih utang dengan menyebar aib. Tidak ada hubungannya utang dengan aib. Dan masalah pinjol ini problemnya tidak sesederhana yang kita bayangkan. Bunga pinjamannya tidak rasional, pinjolnya bermasalah, nagihnya juga bermasalah. Pinjol ini hitungannya sudah dosa murakab (ganda),” kata dia.

Sehingga dia menyebut, praktik-praktik pinjol yang meresahkan masyarakat sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Sebab, kata dia, selain kendali diri dan agama, dalam kasus pinjol maka kendali negara pun dinilai sudah sangat krusial.

Dia menyebut bahwa mayoritas peminjam di aplikasi pinjol merupakan orang-orang yang terdesak secara ekonomi dan keadaan. Sehingga ‘trik’ perusahaan pinjol yang mengharuskan para nasabah untuk mengklik sejumlah persyaratan irasional pun membuat para nasabah tak bisa berkutik.

 

Ketua Bidang Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis mengatakan dalam praktiknya, para perusahaan pinjol ilegal kerap mengabaikan sisi kemampuan pembayaran bagi peminjam. Praktik-praktik penagihan yang dilakukan pun dinilai tidak manusiawi dan tidak sesuai sama sekali dengan syariat agama.

“Kita melarang pinjol ilegal sebab ada unsur riba dan penistaan kepada peminjam di dalam praktiknya,” kata dia.

 

Dia menjelaskan, hadirnya pinjol dengan segala praktiknya merupakan sebuah fenomena rentenir yang merugikan para nasabahnya. Dengan bunga yang besar dan tidak masuk akal, penagihan dengan menyebarkan aib nasabah merupakan hal yang dilarang dalam agama. Kedua aspek tersebut merupakan hal yang haaram dan dosa.

 
Berita Terpopuler