Israel Gelar Latihan Militer Skala Besar

Latihan militer akan melibatkan partisipasi ribuan tentara Israel dan personel sipil

AP/Majdi Mohammed
Pasukan Israel berpatroli di jalan-jalan dan mencari rumah-rumah selama operasi militer. Latihan militer akan melibatkan partisipasi ribuan tentara Israel dan personel sipil. Ilustrasi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Israel pada Ahad (31/10) meluncurkan latihan militer untuk menguji kesiapan pasukan dalam menghadapi serangan skala besar. Latihan militer tersebut mencakup penembakan roket yang tepat, penggunaan senjata kimia, dan serangan siber.

Latihan militer rencananya akan berlangsung hingga Rabu (3/11) mendatang. Latihan diikuti oleh seluruh tentara Israel serta semua kantor pemerintah dan darurat.

"Beberapa aspek yang akan kami simulasikan dalam latihan ini di antaranya penggunaan zat-zat disorientasi dan penenang oleh musuh. Kami akan memeriksa ini selama latihan," kata Kepala Badan Manajemen Darurat Nasional Israel, Yoram Laredo, dilansir Middle East Monitor pada Senin (1/11).

Harian Yedioth Ahronoth melaporkan latihan itu akan melibatkan partisipasi ribuan tentara Israel dan personel sipil. Latihan tersebut untuk mensimulasikan evakuasi massal sebagai tanggapan atas tembakan roket.

"Hari pertama latihan akan dikhususkan untuk Polisi Israel, untuk mensimulasikan kerusuhan berbasis nasionalistik di banyak bidang," kata Laredo.

Latihan militer juga mensimulasikan konflik dengan kelompok Hizbullah Lebanon yang memiliki berbagai macam rudal presisi. Sebelumnya Israel telah menyetujui anggaran sekitar 1,5 miliar dolar AS untuk melatih militer melakukan serangan terhadap program nuklir Iran. Anggaran tersebut diharapkan dapat dicairkan pada November mendatang.

Dilansir Sputnik News, Kepala Staf Pasukan Pertahanan Israel (IDF), Aviv Kohavi, mengatakan Israel telah melakukan persiapan untuk bertindak atas program nuklir Iran. Kohavi menyatakan sebagian besar dari peningkatan anggaran pertahanan yang disepakati sebelumnya dimaksudkan untuk menyerang fasilitas nuklir Iran. Menurutnya menyerang program nuklir Iran adalah tugas yang sangat sulit dan membutuhkan lebih banyak keterlibatan intelijen, kemampuan operasional, dan persenjataan.

Pada Januari lalu, Kohavi menyatakan IDF sedang mengembangkan rencana operasional baru untuk memperkuat militer Israel. Kemudian pada Agustus, dia menyatakan kemajuan nuklir Iran telah mendorong IDF untuk mempercepat rencana operasi militer dengan mengajukan anggaran baru.

Baca Juga

Laporan peningkatan anggaran pertahanan mengikuti pernyataan terbaru oleh Angkatan Udara AS bahwa penghancur bunker atau bom bunker terbarunya, yaitu GBU-72 Advanced 5K Penetrator, telah lulus uji coba. Menurut laporan media Israel, bom seberat 2.260 kg itu kemungkinan digunakan untuk menyerang fasilitas nuklir Iran.

Uji coba GBU-72 kemungkinan didasarkan pada pengalaman Israel menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah kelompok militan Palestina Hamas di Gaza, selama konflik pada Mei lalu.

Times of Israel yang mengutip laporan Channel 12 menyebut GBU-72 biasanya dibawa oleh jet tempur atau pembom berat. Israel tidak memiliki pembom yang mampu mengangkut penghancur bunker besar yang saat ini ada di gudang senjata AS.  

Sebaliknya, sebuah bom penghancur bunker yang lebih kecil yaitu GBU-28,dilaporkan diam-diam dijual ke Israel pada 2009. Bom tersebut tidak dapat digunakan untuk menghancurkan pembangkit nuklir Fordow Iran yang terletak jauh di bawah gunung.

Di hadapan Majelis Umum PBB pada akhir September lalu, Perdana Menteri Israel Naftali Bennett mengatakan program nuklir Iran telah mencapai titik penting. Menurutnya, Israel tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir.

“Kata-kata tidak menghentikan sentrifugal yang berputar. Kami tidak akan membiarkan Iran memperoleh senjata nuklir,” ujar Bennett.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengatakan negaranya memiliki hak untuk mengambil tindakan melawan Iran. Menurut dia, penggunaan kekuatan mungkin diperlukan buat menghentikan Iran mengembangkan dan memiliki senjata nuklir. Lapid mengungkapkan, dunia beradab harus menjelaskan bahwa Iran tidak diizinkan memiliki senjata nuklir.

“Menteri Luar Negeri (Amerika Serikat Antony) Blinken dan saya adalah putra dari korban selamat Holocaust. Kita tahu ada saat-saat ketika negara harus menggunakan kekuatan untuk melindungi dunia dari kejahatan,” ujar Lapid, dilansir Aljazirah.

Lapid menilai jika dunia tak serius menghentikan Iran maka negara tersebut akan bergegas mengembangkan bom nuklir. "Israel berhak untuk bertindak pada saat tertentu dengan cara apa pun. Itu bukan hanya hak kami, itu juga tanggung jawab kami,” ujar Lapid.

 
Berita Terpopuler