Pasokan Produk Kurang, Apple Tunda Penjualan

Kekurangan pasokan chip bisa menyebabkan Apple merugi hingga 6 miliar dolar AS.

AP/Andy Wong
Orang-orang yang memakai masker untuk membantu mengekang penyebaran virus corona mencoba handset iPhone 13 terbaru di Apple Store di Beijing, Selasa, 28 September 2021. Bank Dunia pada Selasa memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi untuk negara-negara berkembang di Asia Timur karena dampak varian delta coronavirus dan meminta pemerintah untuk membantu orang miskin dan usaha kecil menghindari kerusakan jangka panjang.
Rep: Dea alvi soraya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, SAN RAMON -- Setelah merilis iPhone 13 September lalu, penjualan Apple terus melonjak di kuartal terakhir. Namun pertumbuhan tersebut terkendala karena kurangnya pasokan bahan produksi, membuat perusahaan yang berpusat di California itu kesulitan memenuhi permintaan pasar. 

Sampai saat ini, kekurangan pasokan telah membatasi produksi, yang sebelumnya tidak pernah menjadi masalah besar bagi Apple. Meskipun hasil penjualan per kuartal perusahaan menunjukkan kesuksesan, merujuk pada kenaikan pendapatan dibanding tahun lalu, Apple masih dinilai bermasalah. Perusahaan memperoleh 20,6 miliar dolar AS (Rp 290 triliun) selama periode Juli-September, meningkat 62 persen dari waktu yang sama tahun lalu. Pendapatan naik 29 persen dari waktu yang sama tahun lalu menjadi 83,4 miliar dolar AS (Rp 1.1 ribu triliun).

CEO Apple Tim Cook memperkirakan kekurangan pasokan merugikan perusahaan sekitar 6 miliar dolar AS (Rp 84 triliun) dalam penjualan selama kuartal tersebut. Chief Financial Officer perusahaan, Luca Maestri, memperingatkan penjualan akan lebih dirugikan selama kuartal saat ini yang mencakup musim liburan yang penting.

Kenyataan yang menyedihkan itu kemungkinan adalah alasan utama mengapa harga saham Apple turun lebih dari 3 persen. 

"Ini bukan masalah permintaan tetapi masalah pasokan yang terus menjadi persoalan besar untuk Apple," tulis analis Wedbush Securities Dan Ives dalam sebuah catatan penelitian.

Seperti biasa, iPhone tetap menjadi mesin keuangan Apple. Penjualan perangkat naik 47 persen dari tahun lalu menjadi 38,9 miliar dolar AS untuk kuartal tersebut. 

Namun analis memperkirakan penjualan iPhone sekitar 41 miliar dolar AS (Rp 578 triliun) untuk kuartal tersebut.

Periode tersebut menandai akhir tahun fiskal Apple, sebuah rentang di mana penjualan iPhone mencapai 192 miliar dolar AS (Rp 2,7 ribu triliun), volume terbesar yang dicatat oleh perusahaan sejak peluncuran perangkat pertama pada tahun 2007. Rekor iPhone Apple sebelumnya datang pada tahun fiskal 2018 ketika penjualan perangkat mencapai 165 miliar dolar AS (Rp 2.3 ribu triliun.

 

Keuntungan yang diposting pada kuartal terakhir dipengaruhi oleh kekurangan pasokan yang menyebabkan peluncuran tahun lalu, iPhone 12, tertunda hingga Oktober dan November, bukan pada akhir September, jadwal perilisan Apple biasanya.

Model baru tahun ini, iPhone 13, keluar pada 24 September, membantu perusahaan yang berbasis di Cupertino, California ini meningkatkan lebih banyak penjualan perangkat pada kuartal terakhir. Meski tidak memiliki banyak perbedaan dari model sebelumnya, iPhone 13 tetap menjadi incaran konsumen. 

Apple sebagian besar dapat menghindari penurunan besar dalam produksi iPhone, dengan Cook sebelumnya menunjukkan bahwa kekurangan pasokan terutama mempengaruhi laptop Mac dan iPad perusahaan. Cook mengakui kekurangan chip sekarang mencegah Apple menjual iPhone sebanyak yang diinginkan.

“Permintaan tetap sangat kuat,” tegasnya.

Dengan kurangnya pasokan bahan produksi yang diperkirakan akan meluas hingga musim lebaran, Apple diperkirakan akan melakukan penjualan pada periode Januari hingga Maret, bukan kuartal saat ini. Analis Edward Jones, Logan Purk, memperkirakan bahwa minat terhadap iPhone tetap begitu kuat, merujuk pada jaminan kualitas dan model baru yang akan didaparkan konsumen begitu produk tersedia, bahkan setelah kuartal terakhir berakhir. 

 

"Ekosistem Apple tetap kuat," katanya.

 
Berita Terpopuler