Covid-19 Picu Kehilangan Memori-Brain Fog

Studi terbaru mengungkap kehilangan memori jadi efek samping jangka panjang Covid-19.

Pixabay
Penyintas Covid-19 dapat mengalami kehilangan memori dan kabut otak.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Studi terbaru menunjukkan bahwa kehilangan memori dan brain fog (kabut otak) bisa jadi merupakan efek samping jangka panjang Covid-19. Kesimpulan itu didapat para peneliti dari Mt. Sinai Health System, Amerika Serikat (AS) setelah melakukan analisis data terhadap 740 peserta.

Beberapa peserta telah tertular virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) dan sebagian sudah menerima vaksin Covid-19. Usia rata-rata pasien yang tidak memiliki riwayat demensia adalah 49. Sebanyak 63 persen di antaranya adalah perempuan.

Baca Juga

Rata-rata waktu dari diagnosis Covid-19 adalah hampir delapan bulan dan mayoritas dari mereka yang diteliti adalah orang kulit putih. Untuk mengukur prevalensi gangguan kognitif pasca infeksi dan hubungannya dengan tingkat keparahan penyakit, tim menganalisis data pasien dari April 2020 hingga Mei 2021.

Pasien rawat jalan, unit gawat darurat, ataupun rawat inap melaporkan karakteristik demografis masing-masing. Fungsi kognitif diuji menggunakan ukuran neuropsikologis yang divalidasi dengan baik, termasuk menghitung maju dan mundur, tes bahasa, dan tes pembelajaran verbal.

Peneliti menunjukkan kepada pasien serangkaian kata dalam kategori berbeda sekaligus menguji berapa banyak yang bisa mereka ingat.

Selanjutnya, para peneliti menghitung frekuensi gangguan pada setiap ukuran. Mereka menggunakan regresi logistik untuk menilai hubungan antara gangguan kognitif dan tempat perawatan selama mengalami Covid-19, disesuaikan dengan ras, etnis, hingga kebiasaan merokok, indeks massa tubuh, komorbiditas, dan depresi.

Secara keseluruhan, ditemukan bahwa defisit kognitif yang paling menonjol adalah pada pengkodean memori dan ingatan, yang masing-masing muncul pada 24 persen dan 23 persen dari peserta. Selain itu, pasien rawat inap lebih cenderung memiliki gangguan perhatian, fungsi eksekutif, kefasihan bicara, pengkodean memori, dan daya ingat dibandingkan dengan kelompok yang melakukan rawat jalan.

Para pasien yang dirawat di unit gawat darurat juga lebih mungkin mengalami gangguan kefasihan bicara dan pengkodean memori daripada mereka yang dirawat jalan. Sisa ingatan relatif dari memori dalam konteks gangguan pengkodean dan ingatan menunjukkan pola eksekutif.

"Pola ini konsisten dengan laporan awal yang menggambarkan sindrom dysexecutive pasca Covid-19 dan memiliki implikasi yang cukup besar untuk hasil pekerjaan, psikologis, dan fungsional," tulis para peneliti dalam studi tersebut, dilansir Fox News, Rabu (27/10).

Para peneliti juga mencatat bahwa meskipun diketahui bahwa orang dewasa yang lebih tua dan populasi tertentu mungkin sangat rentan terhadap gangguan kognitif setelah penyakit kritis, sebagian besar dalam kelompok yang relatif muda dalam penelitian ini juga menunjukkan disfungsi kognitif beberapa bulan setelah pulih dari Covid-19.

Para peneliti mengatakan bahwa studi lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi faktor risiko, mekanisme yang mendasari disfungsi kognitif, termasuk juga mengenai pilihan untuk rehabilitasi.

 
Berita Terpopuler