Indonesia Ingin Uji Klinis Vaksin Malaria RTS,S

Kementerian Kesehatan tengah berkonsultasi dengan WHO tentang vaksin malaria.

EPA
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008. Untuk pertama kalinya, WHO menyetujui penggunaan vaksin malaria MosquirixTM buatan perusahaan farmasi multinasional Inggris, GlaxoSmithKline, untuk anak-anak di Afrika.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan berharap Indonesia dapat melakukan uji klinis vaksin malaria pertama di dunia yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni vaksin RTS,S. Sejauh ini, WHO baru menargetkannya untuk anak-anak di Afrika.

Baca Juga

"Saat ini kami sedang melakukan konsultasi dengan WHO dan para ahli vaksin yang sedang mengembangkan vaksin malaria di Indonesia, serta dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) untuk dapat menyikapi temuan vaksin baru yang efektif terhadap malaria tersebut," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kemkes Dr. drh. Didik Budijanto, MKes saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.

Menurut Didik, perlu dilakukan uji klinis di Indonesia untuk melihat efektivitasnya di Tanah Air jika dapat mengakses vaksin RTS,S tersebut. Di Indonesia, para peneliti juga masih mengembangkan vaksin penyakit yang disebabkan parasit Plasmodium falciparum iyang dibawa nyamuk itu.

"Kami berharap dapat melakukan uji klinis di Indonesia jika kita dapat mengakses vaksin baru tersebut, sambil menunggu vaksin buatan para peneliti Indonesia," tuturnya.

Didik mengungkapkan, vaksin malaria dapat membantu menurunkan angka kematian di daerah endemis tinggi. Ia menuturkan, vaksin malaria dapat digunakan untuk kelompok bayi di bawah lima tahun (balita) di daerah endemis tinggi, yang paling rentan terhadap kematian malaria.

Vaksin itu juga dapat digunakan untuk masyarakat dari daerah non-malaria yang melakukan perjalanan atau hendak tinggal di daerah endemis tinggi dikarenakan kelompok tersebut tidak memiliki daya tahan terhadap malaria.

"Vaksin ini merupakan intervensi tambahan yang sangat berguna selain upaya kita untuk terus menerus menurunkan malaria dan mengeliminasinya," kata Didik.

WHO telah merekomendasikan penggunaan vaksin malaria RTS,S/AS01 (RTS,S) secara luas di antara anak-anak di Afrika sub-Sahara dan di wilayah lain dengan penularan malaria sedang hingga tinggi. Rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil dari program percontohan yang sedang berlangsung di Ghana, Kenya, dan Malawi, yang telah menjangkau lebih dari 800.000 anak sejak 2019.

WHO merekomendasikan bahwa dalam konteks pengendalian malaria yang komprehensif, vaksin malaria RTS,S, digunakan untuk pencegahan malaria Plasmodium falciparum pada anak-anak yang tinggal di daerah dengan penularan sedang hingga tinggi. Vaksin malaria RTS,S harus diberikan dalam empat dosis pada anak-anak mulai usia lima bulan untuk mengurangi penyakit dan beban malaria.

Vaksin malaria RTS,S adalah hasil penelitian dan pengembangan selama 30 tahun oleh perusahaan farmasi Inggris GlaxoSmithKline (GSK) dan melalui kemitraan dengan PATH, dengan dukungan dari jaringan pusat-pusat penelitian Afrika.

 
Berita Terpopuler