Bersejarah, WHO Rekomendasikan Vaksin Malaria Pertama

WHO rekomendasikan vaksin malaria pertama untuk anak-anak Afrika.

EPA
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008. Untuk pertama kalinya, WHO menyetujui penggunaan vaksin malaria MosquirixTM buatan perusahaan farmasi multinasional Inggris, GlaxoSmithKline, untuk anak-anak di Afrika.
Rep: Puti Almas, Lintar Satria Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan penggunaan vaksin malaria pertama bagi anak-anak di Afrika. Vaksin yang akhirnya berhasil diciptakan ini diharapkan dapat mengurangi penyebaran penyakit akibat infeksi parasit jenis Plasmodium yang dibawa oleh nyamuk ini sekaligus menyelamatkan puluhan ribu nyawa.

WHO menyarankan pemberian empat dosis vaksin malaria Mosquirix untuk anak-anak berusia lima bulan ke atas. Sekretaris Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa ini adalah momen bersejarah yang telah lama ditunggu untuk mengurangi potensi penyakit yang mengancam banyak nyawa anak-anak.

"Vaksin malaria telah lama ditunggu-tunggu dan merupakan terobosan untuk sains. Penggunaan vaksin ini dapat menyelamatkan puluhan ribu jiwa anak-anak setiap tahunnya," ujar Tedros dalam sebuah pernyataan, dilansir Fox News, Kamis (7/10).

Malaria tercatat sebagai senyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di sub-Sahara Afrika, dengan lebih dari 260.000 anak-anak Afrika di bawah usia lima tahun meninggal karena penyakit itu setiap tahunnya. Sementara diperkirakan 2.000 kasus penyakit yang didiagnosis sebagai malaria terjadi di sejumlah negara lainnya, seperti di Amerika Serikat (AS) setiap tahun.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan, sebagian besar kasus di negara itu berasal dari pelancong dan imigran dari negara-negara dan wilayah dengan tingkat penyebaran malaria yang tinggi. Termasuk di antaranya adalah dari sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan.

"Selama berabad-abad, malaria telah mengintai wilayah sub-Sahara Afrika, menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi pengidapnya," jelas Matshidiso Moeti, Direktur Regional WHO untuk Afrika.

Moeti mengatakan, WHO telah lama mengharapkan vaksin malaria yang efektif. Saat ini untuk pertama kalinya, vaksin seperti itu bisa direalisasikan dan direkomendasikan untuk digunakan secara luas.

"Rekomendasi hari ini menawarkan secercah harapan bagi Afrika yang memikul beban penyakit terberat dan kami berharap lebih banyak anak Afrika dilindungi dari malaria dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat," kata Moeti.

Baca Juga

WHO mengatakan, keputusan ini berdasarkan hasil penelitian yang masih dilakukan di Ghana, Kenya, dan Malawi. Penelitian tersebut melacak lebih dari 800 ribu anak yang sudah menerima vaksin malaria Mosquirix sejak 2019.

Vaksin Mosquirix alias RTS,S dikembangkan GlaxoSmithKline pada tahun 1987. Meski sudah disahkan, tapi vaksin ini masih memiliki banyak kendala.

Vaksin hanya memiliki efektivitas 30 persen. Lalu, dibutuhkan empat kali dosis dan perlindungannya akan memudar dalam beberapa bulan.

Meski begitu, para ilmuwan yakin vaksin Mosquirix dapat berdampak besar pada malaria di Afrika. Di sana, setiap tahunnya tercatat sekitar 200 juta kasus infeksi dan 400 ribu kasus kematian akibat malaria.

"Ini langkah maju yang besar, ini bukan vaksin yang sempurna, tapi akan mencegah kematian ratusan ribu anak," kata direktur Institut Penelitian Medis Cambridge Julian Rayner, dikutip AP.

Rayner mengatakan, dampak vaksin pada penyebaran penyakit yang ditularkan melalui nyamuk itu masih belum diketahui. Tapi ia menekankan pengembangan vaksin Covid-19 dapat menjadi contoh kuat.

"Dua tahun terakhir memberi kami memberi kami pemahaman betapa pentingnya vaksin dalam upaya menyelamatkan nyawa dan mengurangi angka rawat inap, bahkan bila tidak mengurangi penularan secara langsung," katanya.

 
Berita Terpopuler