Gus Baha Sosok Pemimpin yang Dirindukan PBNU

Gus Baha masuk dalam daftar nama calon Ketua Umum PBNU.

Nahdlatul Ulama
Rep: Dea Alvi Soraya Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Kiai muda asal Rembang, Bahaudin Nursalim atau lebih dikenal sebagai Gus Baha masuk dalam daftar nama calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), bersaing dengan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Marzuki Mustamar, Ketua PWNU Jatim Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua Umum PBNU saat ini (inkamben) Said Aqil Siradj, dan Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf.

Baca Juga

Ketua STAI Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Abdul Ghofur Maimun mengatakan, Gus Baha adalah sosok pemimpin yang dirindukan PBNU saat ini. Menurutnya, PBNU kini telah kehilangan figur pemimpin yang memiliki basis spiritual dan pendidikan yang kuat, khususnya intelektual klasik. 

“Kemunculan nama Gus Baha ini menunjukkan adanya rasa rindu warga NU akan sosok pemimpin yang dekat dengan masyarakat, memiliki basis pendidikan dan spiritual yang kuat, wajahnya merepresentasikan religiusitas, bukan politis,” ujarnya kepada Republika, Ahad (10/10). 

“Itu salah satu hal yang dirindukan publik, dimana pemimpin harus lebih mewakili organisasi keagamaan, bukan sebagai politisi,” sambungnya. 

Ahli tafsir lulusan Universitas Al-Azhar Mesir ini juga mengaku merindukan sosok yang pemimpin yang lebih dekat dengan agama dan umat, terlebih mereka yang memiliki latar belakang intelektual klasik yang kuat. 

 

Problem krusial lain yang perlu difokuskan oleh ketum selanjutnya adalah konsolidasi dengan warga NU, terutama di bidang pendidikan, karena saat ini pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan NU masih sangat kurang, kata pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar itu. Masalah lainnya adalah ekonomi, mengingat masih adanya ketimpangan dan kurang meratanya perekonomian rakyat Indonesia, termasuk warga NU, sambung Gus Ghofur. 

“Maka dibutuhkan sosok pemimpin yang mampu menegakkan pemerataan dan keadilan ekonomi,” ujarnya. 

Isu selanjutnya yang perlu difokuskan oleh kepemimpinan yang baru adalah tentang keagamaan, dimana kepentingan warisan agama dan intelektual Islam kerap diadu dengan sistem negara dan relasi internasional. “Maka dibutuhkan figur yang secara intelektual itu mapan, diakui, dan memiliki basis yang kuat di pesantren dengan ilmu agama yang mumpuni,” sambungnya. 

“Terus terang memang kangen. Bukan berarti saya anti politik, tapi kami menginginkan sosok ketum yang lebih dekat dengan rakyat, dan mampu mencerminkan dirinya sebagai organisasi keagamaan bukan politisi,” ujarnya. 

“Saya menyadari mengapa nama Gus Baha muncul, karena banyak yang rindu dengan sosok pemimpin berlatar belakang intelektual klasik,” sambungnya. 

Namun terlepas dari siapapun yang terpilih, dia berharap ketua umum PBNU selanjutnya benar-benar merupakan pilihan umat bukan karena dukungan satu-dua pihak

Tapi siapapun yang akan memimpin nanti, saya harap semua berpedoman pada kriteria yang diharapkan umat, bukan karena memiliki privilege atau mendapat dukungan satu dua pihak.  

“Siapapun yang terpilih, harapannya adalah jangan jadikan PBNU seperti organisasi politik. PBNU ini milik umat, tidak perlu terlalu tegang, dan semoga gaya-gaya politik itu tidak ada di pemilihan nanti, sehingga PBNU dapat menjadi percontohan yang baik bagi masyarakat dan ormas lainnya,” pungkasnya. 

 

Berdasarkan temuan survei Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), perolehan dukungan Gus Baha menempati urutan keempat dari delapan tokoh. "KH Bahaudin Nursalim atau Gus Baha 12,4 persen," kata Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam dalam keterangannya, Jumat (8/10).

Perolehan dukungan Gus Baha itu sedikit di bawah Ketua Umum PBNU yang kini menjabat, Said Aqil Siradj. Menurut survei, Said mendapat dukungan sebesar 14,8 persen. Sementara itu, dukungan tertinggi diperoleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Marzuki Mustamar dengan 24,7 persen. Di urutan kedua ada mantan Ketua PWNU Jatim, Hasan Mutawakkil Alallah dengan 22,2 persen.

Kemudian, Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf bertengger di posisi kelima dengan perolehan suara 3,7 persen. Di posisi keenam ada Ketua PBNU Marsudi Syuhud dengan perolehan dukungan 1,2 persen. Lalu, dengan perolehan suara yang sama yakni 1,2 persen, Ahmad Fahrur Rozi Burhan dan Ali Maschan Moesa berada di urutan ketujuh. Sisanya, sebanyak 18,15 persen, menjawab tidak tahu atau tidak menjawab. 

Ketua STAI Al-Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, KH Abdul Ghofur Maimun mengatakan, terdapat beberapa karakteristik idaman yang diharapkan ada dalam pribadi pemimpin selanjutnya. 

“Kalau ditanya yang diinginkan tentu kami ingin ketua yang memiliki jiwa nasionalis, memiliki kemampuan untuk membangun relasi dengan dunia internasional, ilmu agama yang kuat, dekat dengan masyarakat, wajahnya merepresentasikan citra Nahdlatul Ulama, dan memiliki hubungan yang baik di tingkat pemerintah maupun internasional,” ujar putra kelima mendiang KH. Maimoen Zubair itu kepada Republika. 

“Itu idealnya, tapi tentu akan sulit untuk memiliki seluruhnya. Jadi setidaknya ketua umum selanjutnya dapat memiliki beberapa sikap dari sosok yang diharapkan publik tadi,” sambung ulama yang akrab disapa Gus Ghofur itu. 

Menurutnya, sebagai organisasi keagamaan yang besar dan memiliki anggota yang beragam, PBNU perlu dipimpin oleh pemimpin yang dapat menengahi seluruh perbedaan dan mampu berkomunikasi dengan berbagai lapisan masyarakat, disamping pemerintah dan jaringan internasional. PBNU, kata dia, juga memerlukan pemimpin yang memiliki latar belakang dan minat yang tinggi pada pendidikan, merujuk pada masih kurangnya pengembangan lembaga pendidikan PBNU.  

“Diharapkan juga ketum selanjutnya dapat lebih fokus mengembangkan pendidikan sehingga jangan sampai ketum ini tidak memiliki pengalaman atau latar belakang di ranah pendidikan,” harapnya. 

  

 

 

 

 
Berita Terpopuler