Saat Ketua Perampok Bertaubat di Hadapan Anak Muda Saleh

Dont judge a book by its cover yang berarti Jangan menilai sesuatu hanya dari sampulnya.

network /sajada.id
.
Rep: sajada.id Red: Partner

Syekh Abdul Qadir al Jailani dan Cicit ke-25, Syekh Muhammad Fadhil Al Jailani Al Hasani.

Saat Ketua Perampok Bertaubat di Hadapan Anak Muda Saleh

Oleh Syahruddin El-Fikri

SAJADA.ID—Sahabat yang dirahmati Allah SWT. Ada sebuah istilah yang layak dikedepankan dalam artikel berikut ini. Istilah itu berbunyi; “Dont judge a book by its cover” yang berarti “Jangan menilai sesuatu hanya dari sampulnya.” Ya, jangan menilai sesuatu dari permukaannya, karena antara sampul atau kulitnya akan berbeda dengan isinya.

Mari kita lihat durian. Kulit luarnya penuh dengan duri nan tajam, tapi isinya bersih dan menggiurkan. Sebaliknya, kedondong yang kulit luarnya mulus, tapi isinya dan semakin ke dalam, banyak penghalangnya. Pun demikian halnya dengan manusia. Ada orang yang mungkin berpakaian serba mewah dan parlente, tetapi ternyata dia seorang koruptor. Tapi ada orang yang berpakaian compang-camping, tapi dia tokoh terkemuka atau bahkan dia adalah wali Allah.

Baca Juga: Karomah Syekh Abdul Qadir Al Jailani yang Selalu Menjaga Wudhunya

Kisah berikut ini, bisa jadi renungan untuk kita, bagaimana kisah seorang anak kecil yang mampu menghentikan ulah perampok bengis nan kejam. Dalam kitab Nahr al-Qâdiriyah Abdul Qadir Al-Jaelânî, karya Syekh Dr. Muhammad Fadhil Al-Jaelani Al-Hasani ra., cucu ke-25 Syekh Abdul Qadir Al-Jaelani, ia menceritakan kisah kakek buyutnya itu.

Suatu ketika, Abdul Qadir muda berpamitan kepada ibunya untuk menuntut ilmu. Beberapa hari sebelumnya, ibunya pun menyiapkan perbekalan Abdul Qadir. Ia membuat pakaian, dan membuat sebuah saku di balik bajunya, dan meletakkan uang senilai 40 dinar emas. Jika dirupiahkan sekitar Rp. 60 juta (kurs 1 dinar Rp. 1,5 juta).

Baca Juga: Rezeki dari Allah untuk Cacing yang Buta

Kepada Abdul Qadir, ibunya berpesan; “Wahai Anakku, ibu berpesan kepadamu, hendaklah dirimu jujur kepada siapapun dan di manapun kamu berada. Ibu menitipkan padamu, uang senilai 40 dinar emas yang ada di dalam saku bajumu. Jagalah baik-baik,” ujar ibunya.

Mengerti maksud ibunya, Abdul Qadir muda pun memohon restu dari ibunya. Ia kemudian pergi dan mencari tumpangan menuju Baghdad, Irak. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan rombongan kafilah dagang yang juga hendak menuju Baghdad.

Baca Juga: Sosok Syekh Ibnu Athoillah As-Sakandari

Abdul Qadir muda bersama kafilah tersebut terus berjalan menyusuri jalan menuju kota tujuan. Mereka berharap dalam perjalanannya nanti bisa sampai dengan selamat, tidak ada aral yang melintang di tengah jalan–apa pun bentuknya. Tak terasa perjalanan yang mereka lewati sudah cukup jauh hingga sampai di Kota Hamadan dalam keadaan selamat, tidak ada gangguan apa pun.


Mereka pun terus berjalan menyusuri jalan terjal kadang naik kadang turun. Tapi hal seperti itu tidak jadi persoalan. Yang mereka khawatirkan justru kalau ada orang yang tidak diundang tiba-tiba datang mengganggu perjalanan mereka. Mereka sudah mulai merasa senang, karena sebentar lagi akan tiba di Kota Baghdad.

Mereka melanjutkan perjalanan. Tak berselang lama berjalan meninggalkan Kota Hamadan, mereka dikagetkan dengan kehadiran sejumlah perampok. Sekelompok perampok jalanan, berjumlah sekitar 60 orang penunggang kuda menyerang rombongan kafilah. Mereka mengambil segala sesuatu yang dibawa kafilah tersebut. Para perampok hampir tak menyisakan satu pun barang bawaan para kafilah itu. Abdul Qadir muda tak luput dari pantauan para perampok.

Baca Juga: 10 Keutamaan Berwudhu

Ketika itu, seorang anggota perampok mendatangi Abdul Qadir. Sang anggota perampok berkata: “Hai anak muda, harta apa yang engkau miliki?” Mendapat pertanyaan itu, Abdul Qadir pun menyampaikan apa adanya. Tak ada yang disembunyikan. “Aku memiliki 40 keping emas,” jawab Abdul Qadir.

“Di mana kau simpan?” tanya perampok itu lagi. “Di bawah lenganku,” jawab Abdul Qadir dengan jujur.

Mendapati kejujuran si anak muda, perampok muda seolah enggan teperdaya. Si perampok itu berseloroh. “Tampang gembel gini ngaku kaya, huh, dasar!” hardik si perampok sambil berlalu meninggalkannya. Ia tak percaya Abdul Qadir memiliki 40 keping emas.

Baca Juga: Mau Sehat? Amalkan Ajaran Islam Berikut Ini

Sang perampok ini menduga Abdul Qadir hanya membuat. Sehingga perampok itu tidak percaya dan meninggalkannya. Sebab, ia melihat Abdul Qadir berpakaian pakaian compang camping, malah menduga Abdul Qadir seorang fakir miskin yang biasa meminta-minta.

Belum selesai, perampok lainnya datang mendekat. Ia menanyakan hal yang sama seperti rekan perampok sebelumnya, dan Abdul Qadir pun menjawab hal yang sama pula. Ia pun berlalu dan meninggalkan Abdul Qadir begitu saja.

Namun, kedua perampok tadi sepertinya masih penasaran dan mengadukan kejadian aneh tersebut kepada pimpinan mereka. Kepada pimpinannya, kedua anak buah perampok mengadukan masalah yang didapatinya kepada anak muda yang bernama Abdul Qadir.

“Wahai ketua, tadi ada anak muda miskin, ia mengaku mempunyai 40 dinar, namun tidak ada satupun yang percaya dengannya,” kata salah satu perampok itu.

Baca Juga: Cacing Bertasbih dan Bershalawat

Kepala perampok itu malah memarahi kedua aanak buahnya itu. “Dasar bodoh, bukannya kalian buktikan dulu, malah dibiarkan. Sekarang, bawa pemuda itu ke sini!,” bentak si kepala rampok pada anak buahnya.


Lalu Abdul Qadir dihadapkan kepada pimpinan rampok dan ditanya oleh ketua rampok, “Hai anak muda, apa yang kau punyai?”

Abdul Qadir menjawab, “Sudah kubilang dari tadi, bahwa aku mempunyai 40 dinar emas, di jahit oleh ibuku di bawah ketiak bajuku, kalau kalian tidak percaya biar kubuktikan!”

Lalu Abdul Qadir membuka bajunya dan mengiris kantong di bawah ketiak bajunya dan sekaligus menghitung uang sejumlah 40 dinar tadi.

Baca Juga: Pakar Kesehatan Ini Masuk Islam karena Kagum dengan Wudhu

Melihat uang sebanyak itu, sang kepala penyamun bukannya bergembira, tapi malah diam terpesona sejenak. Lalu bertanya pada Abdul Qadir; “Anak muda, uangmu telah aman. Perlu kau ketahui, orang lain jangankan mengaku punya uang sebanyak ini, punya uang satu sen pun kalau belum dipukul mereka belum mau menyerahkan. Kenapa kamu yang punya uang sebanyak ini justru selalu jujur kalau ditanya? Apa yang memaksamu untuk menceritakan kepada kami bahwa engkau memilikinya dan memberitahukan tempat engkau menyembunyikannya?”

Abdul Qadir menjawab dengan tenang, “Aku telah berjanji pada ibuku untuk jujur dan tidak dusta dalam keadaan apapun. Jika aku berbohong, maka tidak bermakna upayaku menimba ilmu agama.”

Karena penasaran, perampok itu membentak lagi, “Tapi, sekarang ibumu kan tidak ada di sini. Ia tidak akan tahu jika engkau berbohong.”

“Betul. Tetapi janjiku untuk selalu jujur dan benar itu disaksikan Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan lalai dalam mengawasi hamba-hamba-Nya,” jawab Abdul Qadir dengan tenang.

Baca Juga:

Cara Membuat Tempat Wudhu yang Baik

10 Keutamaan Wudhu

Bukan Berdiri atau Jongkok, Begini Posisi Wudhu yang Baik

A to Z Masalah Wudhu

Mendengar jawaban itu, sang kepala perampok tadi mendadak menangis. Air matanya bercucuran. Ia langsung jatuh terduduk di hadapan kaki Abdul Qadir. Kepala perampok itu berkata, “Wahai anak muda, dalam keadaan segawat ini, kau tidak berani melanggar janji pada ibumu. Betapa hinanya kami yang selama ini melanggar perintah Tuhan dengan mencuri dan membunuh. Apa yang akan terjadi pada kami atas semua itu. Sungguh engkau sangat berbakti pada ibumu, dan engkau pun bukan orang sembarangan. Sekarang saksikanlah di hadapanmu bahwa kami bertaubat dari pekerjaan hina ini,” kata si pimpinan perampok itu.

Menyaksikan hal itu, perampok lain (anak buahnya) memandang pimpinannya sambil berkata. “Engkau telah menjadi pemimpin kami selama bertahun-tahun dalam perbuatan dosa ini, sekarang juga engkau tetap menjadi pemimpin kami dalam penyesalan.”


Akhirnya, ke-60 orang perampok itu memegang tangan Abdul Qadir dan menyatakan penyesalannya serta keinginannya untuk mengubah jalan mereka. Mereka meminta maaf dan memohon ampunan kepada Allah SWT atas semua yang telah dilakukan.

Kemudian kepala perampok dan anak buahnya mengembalikan semua barang-barang hasil rampokan kepada rombongan kafilah. Akhirnya, semuanya bahagia. Dan kepala perampok dan anak buahnya mengikuti Abdul Qadir muda untuk turut belajar dan akan berusaha kembali ke masyarakat dengan mencari nafkah yang halal dan jujur.

Baca Juga: Begini Cara Rasulullah Menikmati Rezeki yang Halal

Dalam riwayat lain disebutkan, Syekh Abdullah, Khulâshah al-Mafâkhir fî Manâqib al-Syekh ‘Abd al-Qâdir, hal. 50, menceritakan; “Diriwayatkan dari Abdullah Al-Juba’î, ia berkata, “Syekh Abdul Qadir berkata, ‘ dan juga lebih dari 100 ribu perampok dan pembegal yang bertaubat di hadapanku. Ini adalah keberhasilan yang besar.’”

Artinya ada puluhan ribu bahkan ratusan ribu orang yang takluk dan tunduk kepada Syekh Abdul Qadir al Jailani. Semoga Allah merahmati semuanya. Aamiin. (sajada.id)

Artikel Terkait:

10 Keutamaan Wudhu

Jaga Empat Hal ini dalam Berwudhu

Mau Sehat? Amalkan Ajaran Islam Berikut Ini

Sehat dengan Wudhu

Kucing Pun Mandi Junub

Kirimkan artikel, saran, atau kritik Anda ke sajada.id melalui email: infosajada.id@gmail.com. Terima kasih.

 
Berita Terpopuler