Studi Ungkap 2 Juta Remaja AS Pakai Vape, CDC Bunyikan Alarm

CDC mengingatkan vape mengandung nikotin, tetap berbahaya bagi kesehatan.

Republika/ Wihdan
Aneka varian cairan rokok elektrik (vape).
Rep: Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) membunyikan alarm tentang penggunaan rokok elektronik pada remaja. Peringatan itu muncul setelah hasil studinya memperlihatkan bahwa remaja yang telah menggunakan rokok elektronik aneka rasa jumlahnya telah mencapai dua juta.

Studi yang dilakukan CDC bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) itu juga menemukan lebih dari 80 persen siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) menggunakan rokok elektronik berperasa pada 2021. Sejak 2014, rokok elektronik paling sering digunakan di kalangan remaja AS.

Dari siswa yang disurvei, 43,6 persen siswa SMA dan 17,2 persen siswa SMP telah menggunakan rokok elektronik dalam sebulan terakhir. Dari jumlah tersebut, 27,6 persen siswa SMA dan 8,3 persen siswa SMP mengaku menggunakannya sehari-hari.

Rokok elektronik beraroma sudah lazim mereka gunakan. Dari sejumlah merek, yang paling populer adalah Puff Bar, Vuse, SMOK, JUUL, dan Suorion.

Pandemi Covid-19 nyatanya tidak menghambat akses anak terhadap rokok elektronik. Direktur Pusat Nasional CDC untuk Pencegahan Penyakit Kronis dan Promosi Kesehatan, Karen Hacker, mengatakan bahwa penggunaan rokok elektronik tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.

Baca Juga

"Sangat penting untuk terus bekerja sama dalam melindungi anak muda dari risiko yang terkait dengan penggunaan produk, termasuk rokok elektronik," kata Hacker, dilansir Fox News, Jumat (10/1).

Meski elektronik, vape tetap mengandung nikotin. Ada risiko kesehatan dari penggunaannya, mulai dari aspek kognitif hingga kecanduan.

 
Berita Terpopuler