Ismail Fenter Temukan Islam dan Rumi di Konta

Ismail Fenter, berupaya mencari keyakinan yang dapat ia pegang sepanjang hidupnya.

Anadolu Agency/Abdullah Coskun
Warga Amerika Serikat (AS) yang merupakan mantan pendeta Craig Victor Fenter memutuskan menjadi mualaf (masuk Islam). Dia mengganti namanya menjadi Ismail. Foto diambil di Konya, Turki pada 21 September 2021.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  KONYA -- Seorang mantan pendeta, Ismail Fenter, berupaya mencari keyakinan yang dapat ia pegang sepanjang hidupnya. Gairahnya ini membawanya ke Konya, daerah di Turki, yang merupakan rumah bagi penyair sufi Persia Muslim terkenal di dunia, Mevlana Jalaluddin Rumi.

Baca Juga

Terkesan dengan ajaran Rumi berabad-abad yang lalu, pria yang lahir di North Carolina Amerika Serikat sebagai Craig Victor Fenter ini lantas masuk Islam dan baru-baru ini pindah ke Konya.

"Saya tahu di sinilah seharusnya saya berada,” katanya dikutip di Daily Sabah, Jumat (24/9).

Terlepas dari latar belakang agamanya, Fenter mengatakan dia merasakan kekosongan dalam imannya. Ia pun memulai pencariannya, sebelum bertemu Esin elebi Bayru, seorang keturunan Rumi yang berada di Amerika Serikat, pada 2004 untuk sebuah acara.

Pertemuan ini juga menjadi perkenalan pertamanya dengan Rumi dan Islam. Satu tahun kemudian, dia melakukan kunjungan pertamanya ke Konya, di mana dia menghadiri upacara eb-i Arus (Malam Pernikahan) di provinsi tersebut, menandai kematian sang mistikus cinta itu.

Terkesan oleh suasana spiritual Rumi dan apa yang dia pelajari sejauh ini tentang Islam dan Rumi, Fenter masuk Islam pada 2006. Dia sepenuhnya memeluk jalan Rumi berkat Nadir Karnıbüyük, seorang 'postnişin' atau syekh dari ordo Mevlevi. Dua bulan lalu, dia pindah ke Konya untuk lebih dekat dengan Rumi dan ordonya.

 

 

“Saya dibesarkan sebagai seorang Kristen yang baik, dalam keluarga yang mementingkan agama dan tidak pernah melewatkan kebaktian hari Ahad. Atas keinginan nenek saya, saya bergabung dengan sekolah Katolik dan ditahbiskan. Saya selalu diajari tentang Tuhan dan Yesus, namun tidak satu pun dari apa yang saya pelajari masuk akal," ujarnya.

Ia mengaku percaya pada keberadaan Tuhan, tetapi merasa ada sesuatu yang salah. Selama ini, ia mengajar agama, tetapi apa yang ia ajarkan tidak masuk akal. Fenter menyebut menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam pencarian.

Ketika ia terlalu banyak mempertanyakan apa yang ia ajarkan, ia pun memutuskan untuk berhenti mengajar agama. Ia berganti mengajar musik, tetapi hatinya masih kosong.

Kemudian, ia bertemu dengan Esin elebi di sebuah rumah tempat berkumpulnya para sufi pengikut ajaran Rumi. Mereka berbicara melalui seorang penerjemah dan ia menyukai apa yang dijelaskan.

Fenter mengatakan ia merasa seperti berada di dasar lautan, tetapi tidak dapat menemukan harta karun yang saya cari. Esin elebi pun mengatakan ia bisa menemukannya dan mengundangnya ke Konya.

 

 

Ia pertama kali merasakan sesuatu yang "istimewa" muncul di dalam dirinya, ketika ia melihat para darwis berputar. Kunjungan ke Museum Mevlana tempat Rumi dibaringkan, ditemani Nadir Karnıbüyük, semakin memperkuat kecenderungannya.

“Dia membawa saya ke jendela niyaz (pemohon), tempat orang-orang membaca doa, dan menjelaskan cara sholat. Saya melihat dia berdoa dan menyuruh saya untuk bergabung dengannya. Saya tidak tahu harus berbuat apa, tetapi saya mulai berdoa sebaik mungkin. Kemudian, sesuatu terjadi. Aku merasa jantungku meledak dan tercengang. aku menangis. Saya mengulangi doa berulang-ulang dan menangis selama berjam-jam. Saya merasa Rumi memanggil saya,” kenangnya. 

Fenter tidak tahu satu kata pun dalam bahasa Turki dan merekam semua doa yang dibacakan Nadir dengan perekam suara. Ia tidak tahu apa yang dikatakan, tetapi merasa seperti mengerti mereka. Seperti dua hati yang saling berbicara, ia juga belajar jalan Rumi adalah jalan Islam dan masuk Islam nantinya.

Dalam relokasinya ke Konya, Fenter mengatakan dia telah ke kota itu setiap tahun, sejak 2005. Utuk mempelajari lebih lanjut tentang Rumi, dia memutuskan untuk pindah ke sana.

“Seorang darwis muda pernah bertanya tentang keluarga saya. Saya menjawab orang tua saya sudah meninggal. Dia lantas mengatakan jika mereka adalah keluarga saya sekarang. Ini adalah salah satu hal terpenting yang saya dengar dalam hidup,” ucap dia. 

 

 
Berita Terpopuler