Menengok Riwayat Islam di Ujung Selatan Afrika (1)

Islam di selatan Afrika baru berumur sekitar tiga abad.

EPA/JON HRUSA
Menengok Riwayat Islam di Ujung Selatan Afrika (1). Ilustrasi Muslim Afrika
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam

Baca Juga

Bila menyebut Islam dan Benua Afrika, maka yang pertama hinggap di benak orang tentulah kehadiran agama ini di negara-negara seperti Mesir, Libya, Tunisia, Aljazair, dan Maroko. Dengan kata lain, Islam di Afrika identik dengan Islam di Afrika bagian utara dan timur laut.

Ini tidaklah mengherankan mengingat wilayah-wilayah ini punya ikatan sejarah yang amat panjang dengan agama Islam. Dinasti Umayyah telah menaklukkan Maroko sejak abad ke-7, dan nuansa Islam di negeri ini masih bertahan hingga kini.

Nabi Musa menjalankan tugas kenabiannya dengan Mesir sebagai latar geografisnya. Dewasa ini, Mesir, khususnya Universitas Al-Azharnya, dikenal sebagai salah satu pusat studi Islam terkemuka di dunia. Bagian-bagian lain dari Afrika Utara juga punya sejarah yang erat dengan lahir dan tumbuhnya agama Islam.

Kuatnya ikatan sejarah antara Afrika Utara dengan Islam membuat kehadiran Islam di bagian Afrika lainnya menjadi agak terabaikan. Salah satunya di bagian Afrika yang paling jauh dari pusat-pusat penting Islam, seperti Mekkah dan Madinah.

Bagian Afrika itu adalah Afrika di bagian selatan, suatu kawasan yang mencakup Botswana, Swaziland, Lesotho, Namibia, dan, yang terbesar di antara semuanya, Afrika Selatan. Nama-nama ini tergolong asing bagi telinga publik dalam kaitan mereka dengan Islam. Padahal, Islam juga telah cukup lama hadir dan berkembang di wilayah-wilayah ini.

 

 

Memang, eksistensi Islam di Afrika bagian selatan masih sangat muda bila dibandingkan dengan di bagian utara benua ini. Berbeda dari sejarah Islam di Afrika Utara yang sudah berusia lebih dari satu milenium, Islam di selatan Afrika baru berumur sekitar tiga abad.

Pembawa pertama Islam ke kawasan selatan Afrika adalah seorang Muslim bernama Ibrahim van Batavia. Ia adalah seorang budak yang dibawah oleh kapal milik perusahaan dagang Belanda, VOC, ke Table Bay (Teluk Meja) di negeri yang kini menjadi Afrika Selatan. Afrika Selatan kala itu merupakan pos peristirahatan kapal VOC dalam perjalanan antara Belanda dan Batavia.

Tercatat Ibrahim tiba pada paroh kedua abad ke-17, tepatnya tahun 1653. Ia bertugas untuk membangun tempat persinggahan kapal-kapal VOC di sana. Melihat namanya yang memakai ‘Batavia’, ia kemungkinan berasal dari Pulau Jawa, tepatnya kota Batavia (Jakarta), yang saat itu dikuasai oleh VOC.

Bagi para sejarawan, ini adalah sesuatu yang mengherankan. Islam tidak dibawa oleh pedagang atau kaum sufi, seperti yang terjadi dalam persebaran Islam dari Jazirah Arab dan India ke Asia Tenggara. Islam di Afrika bagian selatan justru dibawa oleh orang yang tidak merdeka di masanya, dan difasilitasi oleh kapal sebuah perusahaan yang menjadi simbol penjajahan bangsa Barat terhadap bangsa Timur.

Selain catatan bahwa seorang Muslim bernama Ibrahim telah menjejakkan kaki di Afrika bagian selatan pada paroh kedua abad ke-17 itu, tidak tersedia informasi lebih banyak tentang Ibrahim. Pertanyaan yang masih belum terjawab adalah bagaimana Ibrahim menjalankan Islam di sana, apakah ia juga mengajak warga lokal untuk menganut Islam, atau perihal bagaimana respons orang Belanda terhadap kehadiran Muslim di wilayah itu. Minimnya cerita rinci tentang Ibrahim memang wajar mengingat sebagai budak, Ibrahim bukanlah sosok yang dianggap penting dalam arsip Belanda. Bersambung

 
Berita Terpopuler