Iran Siap Kembali ke Pembicaraan Nuklir Tanpa Tekanan Barat

Prancis dan Jerman telah mendesak Iran untuk kembali ke negosiasi nuklir

AP/Vahid Salemi
Presiden Iran Ebrahim Raisi
Rep: Dwina Agustin Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan negara itu siap mengadakan pembicaraan dengan kekuatan dunia untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015, Sabtu (4/9). Namun, dia menekankan itu terjadi jika tidak di bawah tekanan Barat.

Baca Juga

"Barat dan Amerika mengejar pembicaraan bersama dengan tekanan ... Pembicaraan macam apa itu? Saya telah mengumumkan bahwa kami akan mengadakan pembicaraan tentang agenda pemerintah kami tetapi tidak dengan ... tekanan," kata Raisi kepada televisi pemerintah.

Prancis dan Jerman telah mendesak Iran untuk kembali ke negosiasi setelah jeda dalam pembicaraan menyusul pemilihan Iran pada Juni. Paris menuntut dimulainya kembali segera di tengah kekhawatiran Barat atas perluasan kerja atom Teheran.

Bulan lalu, Prancis, Jerman, dan Inggris menyuarakan keprihatinan tentang laporan dari pengawas nuklir PBB yang mengkonfirmasi bahwa Iran telah memproduksi logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen kemurnian fisil untuk pertama kalinya. Teheran pun  mengangkat kapasitas produksi uranium yang diperkaya menjadi 60 persen.

Iran mengatakan program nuklirnya dipergunakan untuk kepentingan damai. Teheran telah memberi tahu pengawas tentang kegiatannya dan langkahnya menjauh dari kesepakatan 2015 akan dibatalkan jika Amerika Serikat kembali ke kesepakatan dan mencabut sanksi.

"Pembicaraan ada dalam agenda ... Kami mencari negosiasi yang berorientasi pada tujuan ... sehingga sanksi yang tidak adil terhadap rakyat Iran dicabut ... dan kehidupan mereka dapat berkembang," kata Raisi. 

 
Berita Terpopuler