Depati Amir, Patriot Muslim dari Bangka (I)

Depati Amir lahir di Mendara, Pulau Bangka, pada 1805.

Dok Istimewa
Depati Amir
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Depati Amir lahir di Mendara, Pulau Bangka, pada 1805. Amir merupakan nama aslinya. Adapun depati merupakan sebutan bagi mereka yang berperan sebagai penguasa lokal atau semacam raja kecil di sekitar Bangka Belitung.

Baca Juga

Secara nasab, leluhurnya termasuk golongan bangsawan setempat yang pernah mengabdi pada Kesultanan Palembang.Amir merupakan putra Depati Barin, pemimpin lokal yang dihormati penduduk Kampung Mendara dan Mentandai.

Erwiza Erman dalam buku Dari Pembentukan Kampung ke Perkara Gelap: Menguak Sejarah Timah Bangka menjelaskan, penjajahan Belanda mulai merajalela di Bangka sejak abad ke-19. Pemerintah kolonial tergiur akan kekayaan timah yang terkandung dalam bumi negeri itu.

Hingga akhir hayatnya, Depati Amir terus berjuang mengusir penjajah dari pulau tersebut.Bahkan, dirinya berhasil mengon solidasi persatuan penduduk setempat, baik Muslim maupun non-Muslim, lokal maupun keturunan Tionghoa.

Sebelum kedatangan Belanda, orang-orang Bangka menghadapi tantangan dari para perompak. Banyak lanun mengganggu aktivitas warga yang hendak melaut, khususnya kaum nelayan. Bersama puluhan orang pengikutnya, Amir berhasil menumpak beberapa kelompok bajak laut yang kerap beroperasi di sekitar Bangka dan Belitung. Sejak saat itu, popularitasnya kian dikenal luas di tengah masyarakat.

 

 

Seiring waktu, dominasi Belanda semakin menancap kuat di tengah struk tur sosial penduduk Bangka. Bersamaan dengan itu, pengaruh Kesul tanan Palembang di sana terus memudar. Kalangan elite lokal kerap ditekan untuk menjalin kerja sama dengan pe merintah kolonial, terutama dalam kaitannya dengan pertambangan timah.

Pada 1830, gubernur jenderal Hindia Belanda mengangkat Amir se bagai pengganti ayahnya di jabatan depati.Wilayah kekuasaannya antara lain ialah Jeruk, Mendara, dan Mentadai-semuanya di Pulau Bangka.

Bagaimanapun, menurut Erwiza, kedudukan itu diambilnya dengan terpaksa. Karena itu, Amir hanya bertahan tidak lama di sana. Ia akhirnya menjadi orang biasa yang bebas bersuara dan bertindak. Justru lantaran itu, ketokohannya di tengah masyarakat semakin meningkat.

Sejak itu pula, Belanda mulai memandangnya sebelah mata. Tanpa mengindahkan kearifan atau peraturan lokal, pemerintah kolonial bertindak sesuka hati atas tanah-tanah garapan.Parit-parit tambang timah digali di atas lahan milik keluarga Depati Amir.

Awalnya, perusahaan Belanda yang dengannya keluarga Amir bekerja sama berlaku cukup adil. Hasil pengelolaan yang ada dari tambang-tambang tersebut dibagi dua. Belakangan, pihaknya enggan memenuhi kewajiban untuk membayarkan hasil tambangnya.

 

 

Hal itu menyulut ketidakpuasan Depati Amir. Ia lantas mengajukan tuntutan kepada perusahaan Belanda tersebut. Tindakan demikian menda patkan dukungan dari masyarakat Bangka. Residen Belanda untuk Bangka, F van Olden menerima kabar terkait konflik tersebut. Namun, upaya Amir untuk menuntut keadilan justru diterjemahkan van Olden sebagai usaha menyulut pergolakan.

Pemerintah kolonial mengutus pejabat-pejabat penting untuk menangkapnya. Percobaan pertama untuk meringkusnya gagal total. Sebab, rakyat Bangka memprotes keputusan sepihak Belanda dan berusaha melindungi tokoh mereka. Akibat dukungan- dukungan ini, Depati Amir mendapat bantuan senjata, baik dari kesultanan- kesultanan lokal maupun dari Britania Raya melalui Temasek (Singapura).

Dimulailah riwayat perlawanan Depati Amir terhadap kolonialisme Belanda. Gelora perjuangannya meluas di sepanjang pesisir timur Bangka. Ia tercatat pernah memimpin pertempuran melawan Belanda di Bangka-Belitung antara tahun 1849 dan 1851. Dalam setiap medan peperangan, dirinya selalu didampingi para pengikut dan rakyat setempat.

Kebanyakan masyarakat lokal sudah muak terhadap peme rintah kolonial yang sering me maksa mereka untuk kerja rodi. Toh hasil pekerjaan itu semata-mata demi mewujudkan infrastruktur ekstratif yang menguntungkan penjajah, alih-alih kesejahteraan penduduk tempatan.

Amir dan pasukannya kemudian menggalakkan pertempuran dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Pemberon takan yang dipimpinnya menjadi semakin membesar. Pejabat di Batavia (Jakarta) pun menaruh perhatian serius untuk memadakan aksi tersebut.

 

 

Seperti dicatat pejabat kolonial dalam Koloniaal Verslaagperiode 1851-1852, Belanda sudah kewalahan dalam menghadapi pasukan Depati Amir.Bahkan, berbagai pasukan tambahan terpaksa didatangkan ke Bangka dari Palembang atau pun Batavia. 

Residen van Olden dalam bukunya De Muiterij van Amir op Banka(1850)telah menulis satu kisah lengkap tentang perlawanan Amir. Tidak sedikit pasukan Kompeni yang akhirnya tewas karena jebakan yang dipasang pejuang Muslim itu dan pasukannya.

Di samping itu, pasukan Amir kerap diuntungkan dengan taktik gerilya. Kalangan tentara Belanda, termasuk dari Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL), sering terjangkit disentri tatkala berjaga di pos-pos setempat. Saking mewa bahnya, penyakit tersebut disebut Demam Bangka.

Perlawanan Amir baru dapat di tumpas sesudah dilakukan taktik pengecut, menohok dari belakang. Belanda menyuap uang sebesar 1.000 dolar Spanyol kepada tujuh orang panglima dan 36 pasukan Depati Amir. Mereka terpaksa menyerah lantaran kekurangan logistik dan kelelahan fisik dalam menjalankan gerilya.

Pada 7 Januari 1851, Depati Amir di tangkap dalam kondisi sakit di Distrik Sungaiselan. Setelah itu, pemerintah kolonial memutuskan untuk mengasing kannya ke luar Bangka. Dengan demikian, sang mujahid diharapkan tidak lagi memiliki pengaruh di tengah masyarakat lokal.

Dalam surat Residen Batavia kepada menteri negara gubernur jendral di Batavia tertanggal 10 Maret 1851, Depati Amir diketahui beserta ibunya, Dakim. Turut menemaninya ialah istrinya, Imur, beserta saudara-saudaranya.Mereka semuanya lalu digiring ke pelabu han. Kapal yang membawa para taha nan ini sempat bersandar di Sura baya, Jawa Timur. Perjalanan diteruskan hingga ke lokasi tujuan, Kupang, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

 

 
Berita Terpopuler