KH Mustofa Kamil, Berjuang Hingga Titik Penghabisan (I)

KH Mustofa Kamil berkeyakinan penjajahan tidak sesuai dengan ajaran Islam.

ANTARA/NOVRIAN ARBI
Ilustrasi Pondok Pesantren
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Mustofa Kamil, memiliki nama asli Muhamad Lahuri. Ia lahir di Garut pada 5 Agustus 1884. Kedua orang tuanya bernama KH Muhammad Jafar Sidiq dan Hajjah Siti Habibah.

Baca Juga

Ayahnya sudah menanamkan dasar-dasar ilmu agama kepadanya sejak dini. Selain belajar langsung kepada bapaknya, Mustofa Kamil juga mengaji bersama teman-temannya di pesantren miliki orang tuanya.

Sejak saat itu, kecerdasan Mustafa kecil sudah tampak menonjol dibandingkan teman-temannya, khususnya dalam bidang keagamaan.

Nama Mustofa Kamil dipilihnya sejak usai menunaikan ibadah haji. Dilihat dari silsilahnya, ia masih berdarah wali songo, yaitu keturunan ke-13 dari Syekh Maulana Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Setelah beranjak dewasa, ia pun mengunjungi beberapa daerah untuk memperdalam agama Islam.

Dasar-dasar Islam yang kuat dari ayahnya menjadi bekalnya untuk menempuh pendidikan di pesantren lain. Beberapa lembaga tempatnya menimba ilmu ialah Pesantren Biru Garut, Pesantren Pangkalan, Peantren Dukuh, Pesantren Surajaya Cirebon, dan Pesantren Kuningan. Dirinya pun sempat nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng, di bawah asuhan KH Hasyim Asy'ari.

Mustofa Kamil pertama kali menunaikan haji pada 1900-an. Kesempatan itu pun diambilnya juga sebagai jalan meneruskan pendidikan. Di Masjidil Haram, Makkah al-Mukarramah, dirinya menuntut ilmu pada banyak alim ulama setempat. Salah seorang patronnya di sana ialah Syekh Haji Salim, seorang pedagang Garut yang sudah lama bermukim di Makkah.

Selama di Tanah Suci, Mustofa Kamil dikenal sebagai sosok yang memiliki akhlak terpuji. Karena itu, saat ia meminang putri Syekh Haji Salim, pihak keluarga tanpa ragu menyetujuinya. Ia pun menikah dengan Hj Siti Aminah.

Pasangan ini dikarunai seorang putri yang bernama Robiah. Selama belajar di Makkah, Kiai Mustofa banyak dipengaruhi oleh guru-gurunya. Mereka umumnya berasal dari Afrika Utara dan Asia Barat. Dari penuturan mereka pula, dirinya mendapatkan kisah tentang pahit getirnya perjuangan melawan penjajah.

Sejak itu, ia pun semakin kuat berkeyakinan bahwa penjajahan tidak sesuai dan tidak akan pernah selaras dengan ajaran Islam. Sikap penentangan terhadap penjajah tersebut kemudian ia tularkan kepada para jamaah haji Indonesia.

Hampir setiap tahun, ia beroasi di depan para jamaah haji Indonesia dan menegaskan bahwa penjajahan di muka bumi Indonesia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan ajaran Islam. 

Setelah mendengar orasi-orasi Kiai Mustofa, semangat jamaah haji Indonesia pun semakin kuat untuk mengusir penjajah dari Indonesia. Bahkan, mereka sudah siap untuk ikut berjuang merebut kemerdekaan dan akan melawan setiap kebijakan penjajah yang merugikan rakyat Indonesia.

Kiai Mustofa sendiri sudah tak tahan lagi untuk ikut serta dalam perjuangan rakyat Indonesia. Hingga akhirnya, ia pun pulang ke Tanah Air pada 1924 dan tinggal di daerah Ciparay, Karangpawitan, Garut, Jawa Barat. 

Selanjutnya, ia terus melakukan propaganda antipenjajah. Dalam setiap ceramahnya, ia selalu mengajak kepada masyarakat agar tidak menuruti apa yang inginkan penjajah. Bahakan, dengan tegas Kiai Mustofa mengharamkan setiap regulasi buatan penjajah.

 

 

 
Berita Terpopuler