Betulkah Antibodi Penyintas Covid-19 Sudah Cukup Melindungi?

Sebagian penyintas Covid-19 berpikir mereka tak membutuhkan vaksin.

Antara/Adiwinata Solihin
Banyak orang yang pernah terkena Covid-19 merasa tak perlu lagi divaksinasi. Keyakinan itu keliru karena penyintas Covid-19 pun masih berisiko terkena reinfeksi.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riwayat infeksi SARS-CoV-2 tidak serta-merta menjamin penyintas Covid-19 akan memiliki kadar antibodi yang tinggi. Studi menunjukkan bahwa orang yang pernah kena Covid-19 tetap memiliki risiko untuk mengalami reinfeksi.

"Banyak orang, dan banyak dokter, beranggapan bahwa riwayat paparan SARS-CoV-2 akan memberi imunitas terhadap reinfeksi," jelas profesor antropologi dari Weinberg College of Art Science Thomas McDade, seperti dilansir Times Now News, Selasa (31/8).

Berdasarkan keyakinan ini, banyak orang yang pernah terkena Covid-19 merasa tak perlu lagi divaksinasi. Sebagian penyintas juga berpikir mereka hanya memerlukan satu dosis vaksin saja untuk "melengkapi" imunitas yang sudah mereka dapatkan dari infeksi alami.

Baca Juga

Akan tetapi, studi terbaru menunjukkan hal yang berbeda. Studi yang dilakukan oleh McDade dan tim menunjukkan bahwa riwayat paparan SARS-Cov-2 tidak menjamin akan terbentuknya antibodi dengan kadar yang tinggi. Riwayat SARS-CoV-2 juga tak menjamin akan memperkuat respons antibodi setelah pemberian dosis pertama vaksin Covid-19.

"Orang-orang yang mengalami infeksi bergejala ringan atau tanpa gejala, respons antibodi mereka terhadap vaksin pada dasarnya sama seperti orang-orang yang belum pernah terpapar (SARS-CoV-2)," ujar McDade.

Baca juga : Kemenkominfo Investigasi Kebocoran Data Pribadi pada eHAC

Dalam studi ini, tim peneliti juga melakukan analisis sampel darah yang berasal dari penyintas Covid-19. Mereka berupaya untuk mencari tahu seberapa lama manfaat imunitas dari vaksin Covid-19 Pfizer dan Moderna bisa bertahan. Selain itu, peneliti juga berupaya mencari tahu seberapa baik kedua vaksin tersebut bisa melawan varian-varian SARS-CoV-2 baru.

Tiga pekan setelah pemberian dosis kedua vaksin, tingkat inhibisi yang ditemukan mencapai 98 persen. Angka tersebut menunjukkan adanya kadar antibodi penetral yang sangat tinggi.

Peneliti juga menilai tingkat inhibisi terhadap beberapa varian seperti B.1.1351 (Beta), B.1.1.7 (Alpha), dan P.1 (Gamma). Hasil studi menunjukkan bahwa tingkat inhibisi terhadap varian-varian tersebut tampak lebih rendah, berkisar antara 67-92 persen.

Peneliti juga menemukan bahwa respons antibodi menurun setelah dua bulan, hingga 20 persen. Selain itu, peneliti mendapati bahwa respons antibodi terhadap vaksin beragam berdasarkan riwayat infeksi sebelumnya.

Penyintas Covid-19 yang mengalami beberapa gejala saat sakit tampak memiliki tingkat respons yang lebih tinggi dibandingkan penyintas Covid-19 yang hanya mengalami gejala ringan atau tak bergejala.

Baca juga : Isolasi Terpusat Bukan Penjara

 
Berita Terpopuler