Taliban dan AS Kebobolan?

Taliban dan AS telah mendeteksi ancaman serangan, namun ledakan bom tetap terjadi.

Citra Satelit menggambar lokasi Gerbang Abbey, Bandara Kabul, yang dihantam bom.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL --  Taliban dan AS serta negara-negara Barat telah mendeteksi serangan yang bakal menyasar bandara Kabul. Meski telah terdeteksi, tapi serangan tersebut gagal dihentikan.

Seorang pejabat Taliban mengatakan kepada New York Post, bahwa mereka menerima laporan bahwa akan ada serangan teror terhadap warga sipil di Kabul. Pernyataan ini dilontarkan beberapa jam sebelum dua ledakan mengguncang ibu kota Afghanistan pada Kamis (26/8) sore.

Baca Juga

“Kami telah menerima laporan bahwa elemen jahat merencanakan serangan teror terhadap warga sipil, tetapi secara aktif kami melakukan segala kemungkinan untuk mencegah serangan semacam itu terjadi,” ujar Kepala Komisi Kebudayaan Taliban, Abdul Qahar Balkhi, kepada New York Post, pada Kamis pagi.

Awal pekan ini, pasukan Taliban mulai mengarahkan orang-orang untuk menjauh dari gerbang bandara, kecuali mereka sudah mendapatkan izin untuk terbang. Menurut sumber Taliban, mereka  dilaporkan hanya mengizinkan orang asing untuk pergi meninggalkan Afghanistan.  

“Semua orang, termasuk warga Afghanistan dengan yang memiliki dokumentasi lengkap dan sesuai, dapat pergi. Namun, kami percaya mereka harus tinggal dan melayani tanah air mereka sendiri dengan memberikan keahlian dan keterampilan mereka," kata Balkhi.

Baca juga : AS Disebut Berbagi Informasi Intelijen dengan Taliban

Ledakan kembar terjadi di area bandara Kabul pada Kamis. Satu ledakan di gerbang sekunder timur bandara, dan ledakan lainnya di sebuah hotel dekat bandara yang digunakan oleh pasukan AS dan Inggris. Ledakan ini telah menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya.  

Taliban mengecam serangan itu. Dalam sebuah pernyataan, Taliban mengatakan, menargetkan warga sipil tak berdosa adalah tindakan terorisme yang harus dikutuk seluruh dunia. Taliban menambahkan bahwa, ledakan itu terjadi di daerah yang berada di bawah tanggung jawab pasukan AS.

Pemerintah AS dan negara Barat sebelumnya juga tengah mengendus serangan teror.  Serangan diduga dilakukan oleh jaringan ISIS.

Berbicara secara terpisah kepada TV Haberturk Turki, seorang pejabat Taliban mengatakan, serangan bom terjadi karena pasukan asing masih berada di Afghanistan. Dia meyakini jika pasukan asing telah pergi, maka serangan bom akan berakhir. "Karena kehadiran pasukan asing, serangan semacam itu kerap terjadi, dan ketika pasukan asing pergi, serangan teroris juga akan berakhir," ujar pejabat Taliban tersebut.

Taliban merebut Kabul dari pemerintah Afghanistan pada 15 Agustus. Presiden Afghanistan Ashraf Ghani meninggalkan negaranya ketika Taliban mengambil alih. Sementara Wakil Presiden Amrullah Saleh, telah menyatakan dirinya sebagai presiden sementara dari lokasi persembunyian di utara Kabul.

Pemerintahan inklusif

Balkhi mengatakan, awalnya Taliban tidak berencana untuk memasuki Kabul dan ingin mencapai solusi politik, serta pemerintahan yang inklusif. Namun, pasukam keamanan Afghanistan melarikan diri sehingga Taliban harus mengambil alih.

"Awalnya kami tidak ingin memasuki Kabul, dan ingin mencapai solusi politik serta membuat pemerintahan bersama dan inklusif. Tetapi yang terjadi adalah pasukan keamanan pergi meninggalkan tempat mereka, dan kami terpaksa meminta pasukan kami untuk masuk dan mengambil alih keamanan," kata Balkhi.

 

Balkhi mengatakan, langkah selanjutnya adalah mengumumkan pemerintahan inklusif, termasuk memberikan hak kepada perempuan atas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan dalam kerangka hukum Islam.

Taliban juga telah membuat janji serupa kepada negara-negara lain, termasuk Pakistan, Cina, dan Iran.  Janji investasi infrastruktur telah menjadi insentif tambahan bagi Taliban. Mereka juga telah meminta bantuan untuk menemukan tanaman pengganti bagi petani opium di Afghanistan, sebagai upaya menindak perdagangan opium skala besar.

Baca juga : Korban Tewas Bom Bandara Kabul Capai 72 Orang

Taliban sebelumnya berkuasa di Afghanistan pada 1996 hingga 2001. Invasi AS telah menjatuhkan Taliban dari kekuasaan, tetapi mereka kembali meluncurkan pemberontakan pada 2002.

Invasi AS ke Afghanistan dimotivasi oleh dukungan Taliban untuk al-Qaeda, yang mengoordinasikan serangan 11 September 2001. Taliban menawarkan untuk menangkap pemimpin Alqaidah Usamah bin Ladin dan menyerahkannya untuk diadili, jika AS memberikan bukti keterlibatan Taliban. Namun Washington menolaknya.

 
Berita Terpopuler