Indonesia Diyakini Luhut akan Kesulitan Capai Herd Immunity

Luhut fokus agar Indonesia bisa hidup berdampingan dengan pandemi.

Wihdan Hidayat / Republika
Warga mulai mengunjungi pusat perbelanjaan Ambarukmo Plaza, Sleman, Yogyakarta, Selasa (24/8). Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan faktor varian Delta buat pemerintah pilih fokus di pengendalian pandemi, bukan semata targetkan herd immunity.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistyawati

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Indonesia, sulit mencapai herd immunity atau kekebalan berkelompok. Luhut mengatakan faktor Covid-19 yang telah bermutasi ke varian Delta membuat Indonesia sulit menggapai herd immunity.

Luhut menerangkan, varian Delta tersebut memiliki angka reproduksi penularan antara 5,0 sampai 8,0 kali, sedangkan tingkat efikasi vaksin rata-rata hanya 60 persen. "Strategi kami sekarang tidak bicara herd immunity lagi, tetapi mengendalikan (pandemi) ini," ujar Menko Luhut Pandjaitan dalam Rakornas Apindo yang digelar secara daring, Selasa (24/8).

Pemerintah sudah menetapkan tiga langkah strategis dalam menurunkan angka reproduksi virus atau penularan Covid-19. Yaitu mengurangi proporsi populasi yang rentan terhadap infeksi melalui penerapan 3M dan 3T, mengurangi durasi kontak, dan meningkatkan proporsi populasi yang kebal atau imun melalui vaksinasi.

Luhut menjelaskan angka reproduksi virus kini berada di level 1,2 hingga 1,5 melalui penerapan 3M dan 3T yang dilakukan saat ini. Wabah akan terkendali apabila level reproduksinya berada di bawah angka satu, namun dengan catatan cakupan vaksinasi tinggi ditambah dengan penerapan 3M dan 3T yang juga tinggi di masyarakat.

Pemerintah memakai aplikasi Peduli Lindungi untuk memaksimalkan upaya testing, tracing, dan treatment(3T) dalam mengurangi penularan Covid-19 terutama di tempat-tempat publik dan keramaian, seperti pusat perbelanjaan, mal, hingga kawasan pabrik dan industri. "Anda punya handphone akan menceritakan kalau ada yang tertular atau ketemu siapa saja di sekitar Anda, karena dari handphone ke handphone akan main (terhubung)," ujar Luhut.

Pada Maret 2020 angka reproduksi Covid-19 di Indonesia mencapai 2,5 dan menurun menjadi 1,1 pada Maret 2021 melalui penerapan kebijakan PSBB, PPKM, 3M, dan 3T. Namun Juli 2021 angka reproduksi virus kembali naik ke angka 1,5 karena peningkatan mobilitas masyarakat yang tidak diikuti penguatan kesadaran penerapan 3M dan 3T.

Pemerintah menargetkan melalui penerapan PPKM berbasis level ditambah penguatan 3M dan 3T, serta cakupan vaksinasi 75 persen akan menurunkan angka reproduksi Covid-19 menjadi 0,9 pada Oktober 2021. "Kami menargetkan Oktober ini bisa lebih terkendali kalau menerapkan aplikasi Peduli Lindungi, vaksinasi jalan, testing dan tracing jalan, serta pakai protokol kesehatan yang ketat," ujar Luhut.

Upaya mencapai 70 persen populasi divaksinasi tetap menjadi upaya pemerintah. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengemukakan, kekebalan kelompok sebesar 70 persen dari populasi di Indonesia melalui vaksinasi masih menjadi sasaran pemerintah untuk keluar dari pandemi.

"Jadi kita berharap kekebalan kelompok masih bisa menjadi sesuatu yang kita bisa capai, asal lebih cepat orang segera dapat dosis pertama dan dosis kedua," kata Nadia, Selasa. Nadia mengatakan efikasi vaksin Covid-19 yang kini tersedia di Indonesia masih relevan dengan perkembangan mutasi virus Corona yang terjadi saat ini.

Sejak awal pengadaan vaksin, pemerintah telah mengukur batas efikasi terendah berkisar 55 hingga 60 persen untuk melindungi masyarakat dari penularan SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. "Jadi kalau kita lihat perhitungan kita di awal itu adalah efikasi vaksin kita hitung 55 hingga 60 persen. Kita sudah mengambil batas terendah dari efikasi sebuah vaksin," katanya.

Menurut Nadia, efikasi vaksin tersebut saat ini sedang disuntikkan kepada 70 persen populasi di Indonesia berdasarkan kelompok usia 12 tahun ke atas. "Kalau kemudian kita menyelesaikan sasaran vaksinasi tadinya minimal hanya 181 juta, sekarang bertambah dengan sasaran ibu hamil, artinya kita sudah melebihi angka 70 persen penduduk," katanya.




Baca Juga

Meski PPKM berhasil menurunkan kasus positif hingga pelonggaran bertahap dilakukan, pemerintah dan masyarakat diminta tidak lengah. Dalam perpanjangan PPKM Jawa-Bali periode 24-30 Agustus 2021 sejumlah daerah mengalami perbaikan turun ke level 3, namun ada pula yang bertahan di level 4.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menjelaskan, relaksasi PPKM jadi satu dorongan kuat karena situasi sosial ekonomi yang semakin terbebani. "Sebetulnya tidak masalah asalkan upaya tes, telusur, tindak lanjut (3T) kuat tetapi yang jadi masalah adalah data yang disampaikan pemerintah ini tidak kuat, jadi laporan penurunan kasus di tengah testing yang juga menurun. Bahkan, target testing selama PPKM darurat yang katanya 500 ribu per hari tidak tercapai, tracing 15 kontak erat per satu pasien juga tidak tercapai," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (24/8).

Jadi, dia menambahkan, data yang dijadikan rujukan pemerintah lemah, mulai dari kasus harian, keterisian tempat tidur (BOR), apalagi data kesembuhan. Sebenarnya, ia menyebutkan ada dua indikator penting menunjukkan situasi Covid-19 serius atau tidak yaitu positivity rate di atas 5 persen dan angka kematian.

"Kalau mau melihat aman, lihat positivity rate dan angka kematian. Dua-duanya (positivity rate dan kematian di Indonesia) menunjukkan masalah, baik di hulu maupun hilir," ujarnya.

Menurutnya, positivity rate Indonesia saat ini kan belum di bawah 5 persen. Jadi, ia menilai seharusnya zona hijau sebenarnya tidak bisa diterapkan kalau positivity rate belum di bawah 5 persen. Bahkan, ia menilai kalau kasus kematian masih ada maka artinya terjadi masalah dari hulu ke hilir.

"Jadi, penguatan 3T, 5M, vaksinasi ini harus diketatkan. Janganlah zonasi menjadi satu harapan semu," katanya.

Oleh karena itu, Dicky meminta yang harus disadari masyarakat bahwa pelonggaran seperti mal dibuka saat ini bukan berarti kondisi yang aman melainkan karena kebutuhan ekonomi. Semua pihak harus berhati-hati dengan zonasi karena kondisinya bisa cepat berubah.

Apalagi, orang yang orang keluar masuk ke Jakarta dari berbagai daerah yang mayoritas belum terkendali pandeminya. Jadi, Dicky menilai potensi menularkan virus di ibu kota besar sekali.

Ia menambahkan, sebenarnya pelonggaran ini tidak jadi masalah karena sektor ekonomi sosial makin terdampak. Tetapi ia meminta yang harus dipastikan adalah ini dilakukan secara bertahap.

"Semuanya bersinergi kemudian dievaluasi per dua pekan, jadi bertahap. Ini terutama memastikan setiap sektor itu taat pada indikator pelonggaran. Karena kalau tidak dilakukan maka kasus bisa naik lagi," ujarnya.

Dicky mengapresiasi Jakarta yang terus mengupayakan vaksinasi dan 3T terus terjaga dan positivity rate Jakarta di bawah 10 persen. Kondisi Jakarta patut menjadi contoh daerah lain.

Dicky juga meminta masyarakat Jakarta harus berhati-hati terhadap varian Delta. Ia meminta masyarakat lengah atau berpuas diri. Ia mewanti-wanti kalau puas dengan upaya 3T dan 5M dan capaian kasus, maka ini bisa berbahaya.

"Korban akan banyak, karena di Jakarta saja kasusnya naik turun. Ini mencerminkan Jakarta rawan, apalagi ibu kota adalah kota metropolitan yang banyak penduduk di wilayah penyangga," ujarnya.

Bahkan, ia mengingatkan hampir di seluruh kota atau provinsi di Indonesia bisa pergi ke Jakarta. Artinya, ia menegaskan meski vaksinasi Jakarta sudah lebih dari yang ditargetkan tapi masih jauh dari kata kekebalan komunitas (herd immunity).

Ia menyontohkan Israel yang cakupan vaksinasinasinya lebih dari 60 persen dan vaksin yang digunakan dianggap lebih efektif melawan varian Delta seperti di Indonesia. Tapi faktanya Israel tidak bisa efektif menahan penyebaran varian Delta, walaupun memang kasus kematiannya lebih kecil, termasuk beban fasilitas kesehatan.

Bahkan, ia menyebutkan negara di dunia yang memakai vaksinasi yang efikasinya tinggi terhadap varian Delta belum bisa menjamin kapan mencapai herd immunity. "Apalagi di Indonesia. Ya bisa dikatakan adalah tercapai treshold (ambang batas), tetapi itu dengan catatan masih harus terus meningkatkan aspek 3T, 5M karena syarat lainnya belum diwujudkan," ujarnya.

Terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Hariadi Wibisono menambahkan, meski kasus Covid-19 turun, artinya levelnya turun. Namun, penularan lokal tidaklah turun.

"Artinya ancaman masih ada di sekitar kita. Kalau masyarakat lalu euforia dan mengabaikan protokol kesehatan maka risiko ledakan kasus (Covid-19) masih bisa terjadi," katanya.

Ia mengajak semua pihak bersabar. Sebab, pertempuran belumlah selesai.

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo meminta pemerintah konsisten dan melalui pertimbangan yang matang dalam menerapkan indikator penetapan PPKM berlevel di setiap wilayah. Bambang Soesatyo dalam keterangannya memberikan respons mengenai perlunya pemerintah konsisten dalam menerapkan indikator penetapan PPKM.

"Meminta pemerintah konsisten dan melalui pertimbangan yang matang dalam menerapkan indikator penetapan PPKM levelling di tiap wilayah agar PPKM berperan maksimal dalam menurunkan kasus Covid-19 sesuai dengan yang diharapkan," kata Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo, Selasa (24/8).

Hal itu, menurut dia, mengingat jika acuan penetapan level PPKM tidak konsisten, maka akan menimbulkan ketidakjelasan dalam penerapannya. Kemudian dia meminta pemerintah agar dalam melakukan pelonggaran PPKM berlevel sebaiknya dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kondisi sosial wilayah masing-masing.

"Sebab, harus ada kriteria yang jelas dalam pelonggaran kebijakan," kata dia.

Bamsoet meminta pemerintah untuk segera memberikan kepastian kepada masyarakat terkait penentuan kelanjutan PPKM berlevel atau jika ada perubahan kebijakan lainnya. "Dengan demikian dapat memberikan kepastian dan ketenangan masyarakat," katanya.

Gejala Covid-19 terkait varian Delta. - (Republika)

 
Berita Terpopuler