KH Mas Alawi, Sosok di Balik Nama NU (I)

keseriusan Kiai Mas Alwi dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat begitu besar.

Nahdlatul Ulama
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Sayyid Alwi Abdul Aziz az-Zamadghon, lebih akrab dengan panggilan KH Mas Alwi, termasuk generasi awal yang membesarkan NU. Nama organisasi itu pun bersumber dari pemikirannya.

Baca Juga

Seperti tampak dari gelarnya, tokoh ini termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW atau kalang an habib. Ayahnya bernama Sayyid Abdul Aziz Az-Zamadghon, seorang mubaligh masyhur. Bila ditelusuri silsilahnya, Kiai Mas Alwi juga termasuk keluarga besar Sunan Ampel, salah seorang wali songo yang begitu dihormati masyarakat Jawa.

Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Berbagai sumber menyebutkan, ketika NU berdiri pada 1926, Kiai Mas Alwi telah berusia 35 tahun. Maka, dapat diperkirakan bahwa sang habib lahir sekitar tahun 1890-an.

Sejauh ini, belum ada data yang cukup mendes kripsikan masa kecil Kiai Mas Alwi. Yang pasti, rihlah keilmuan yang pernah dijalaninya tak begitu berbeda dari umumnya ulama Nahdliyin.

Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya demi menuntut ilmu-ilmu agama. Kedua orang tuanya juga berperan penting dalam menumbuhkan kecintaannya terhadap agama.

 

 

Sebelum dewasa, Mas Alwi pernah nyantri di Bangkalan, Pulau Madura, tepatnya pada pondok pesantren yang dipimpin Syaikhona Kholil. Hal yang sama juga dilakukan KH Mas Mansur.

Mas Alwi merupakan sepupu dari tokoh Muhammadiyah yang juga pahlawan nasional itu. Di bawah bimbingan waliyullah tersebut, dua orang mas ini mendapatkan banyak pelajaran dan hikmah mengenai Islam dan kehidupan. 

Usai dari Madura, Mas Alwi meneruskan perja lanannya ke Pesantren Siwalan Panji, Sidoarjo, Jawa Timur. Masa belajarnya di sana dilaluinya dengan penuh ketekunan dan kesungguhan. Peluang besar datang kepadanya setelah itu.

Ia dapat menunaikan ibadah haji ke Baitullah. Ke sempatan itu juga dimanfaatkannya untuk menuntut ilmuilmu agama kepada para syekh dan ulama di Tanah Suci. Bahkan, selang beberapa waktu kemudian dirinya berkesempatan untuk keliling Eropa.

Di Benua Biru, mubaligh keturunan Nabi SAW itu mendalami topik pembaruan Islam dan respons masyarakat Barat terhadap agama ini. Setelah puas mendalami ilmu di perantauan, saatnya kembali.

 

Begitu sampai di Tanah Air, KH Mas Alwi tidak hanya sibuk dengan aktivitas mengajar, tapi juga berdagang. Ia membuka sebuah toko kelontong di Jalan Sasak Ampel, Surabaya. Di kawasan tersebut, cukup banyak keturunan hadrami yang berprofesi sebagai saudagar.

Tak sedikit pula yang sukses secara finansial. Bagaimanapun, keseriusan Kiai Mas Alwi dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat begitu besar. Ia pun mendirikan sekolah Nahdlatul Wathon di Surabaya.

Demikianlah sepak terjangnya sebelum turut mendirikan organisasi NU. Memang, ketokohannya sudah dikenal luas kalangan ulama yang berhaluan tradisionalis, khusus nya Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari. 

Sosok Kiai Mas Alwi dapat digolongkan sebagai generasi yang mendirikan NU. Ulama Nusantara keturunan Hadramaut, Yaman, ini turut berperan serta dengan KH Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Ridlwan Abdullah, dan lain-lain untuk mewujudkan jam'iyah bagi kalangan Islam-tradisionalis.

 Sebelum NU didirikan, Kiai Mas Alwi bersama Kiai Wahab Hasbullah dan Kiai Ridlwan Abdullah sudah bergerak secara aktif di masyarakat. Ketiganya telah bersahabat setidaknya sejak sama-sama belajar di pesantren yang diasuh Syaikhona Kholil Bangkalan. Bahkan, sejak masih berstatus santri, mereka sudah terlihat hebat, baik kecerdasan maupun kepandaiannya.

 

Ketiga kiai tersebut juga tidak terlalu jauh jarak usianya. Boleh dikatakan, mereka sebaya. Se telah terjun ke masyarakat, Kiai Mas Alwi bersama Kiai Ridlwan Abdullah dan Kiai Wahab Hasbullah turut membidani berdirinya sekolah Nahdlatul Wathon. Ketiganya juga didukung KH Mas Mansur, yang kemudian menjadi kepala sekolah tersebut.

Waktu terus berjalan, Kiai Mas Mansur lantas tertarik pada gagasan modernisme Islam. Hal itu antara lain timbul dari kegemarannya membaca berbagai risalah atau buletin yang berasal dari Mesir. Akhirnya, Kiai Mas Mansur menjadi kader organisasi Muhammadiyah.

 

 

 

 

 
Berita Terpopuler