Tradisi Bubur Asyura yang Populer Sampai Sekarang

Bubur asyura adalah makanan khas daerah Melayu yang berasal dari Riau. 

ANTARA/Yusuf Nugroho
Warga berjalan membawa bubur Asyura saat tradisi membagi bubur asyura di kompleks Masjid Menara Kudus di Desa Kauman, Kudus, Jawa Tengah, Jumat (28/8/2020). Tradisi peninggalan Sunan Kudus dengan membagikan sebanyak 1000 porsi bubur yang berbahan delapan bahan pangan seperti beras, jagung, kedelai, ketela, kacang tolo, pisang dan kacang hijau serta kacang tanah pada bulan Syura atau Muharam tersebut untuk mengajarkan sikap saling berbagi kepada sesama.
Rep: Meiliza Laveda Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selain diperingati sebagi Lebaran Anak Yatim, tiap 10 Muharram terdapat tradisi lain yang sampai kini masih dirayakan, yakni menikmati hidangan tradisional bubur asyura. Bubur asyura adalah makanan khas daerah Melayu yang berasal dari Riau. 

Baca Juga

Bahan utama makanan ini adalah biji-bijian yang dimasak dengan cara dibuat bubur. Dalam upacara keagamaan tanggal 10 Muharram, bubur ini hadir sebagai salah satu jenis makanan yang disajikan. Masyarakat di Pulau Penyengat hanya membuat bubur asyura untuk keperluan upacara 10 Muharram yang berarti hanya dikonsumsi setahun sekali.

Penyajiannya dalam upacara memakai mangkuk besar yang diisi bubur dan menyertakan empat mangkuk kecil. Tak lupa juga disajikan sendok besar untuk mengambil bubur dan sendok kecil untuk menyantap bubur.

Setelah menyantap bubur, tidak ada makanan kecil atau pencuci mulut lain, seperti kue dan buah. Warga hanya minum air putih usai menyantap bubur asyura. Bagi mereka yang tidak dapat hadir di upacara, bubur akan dikirim ke rumahnya oleh pengurus masjid sebelum azan Maghrib.

Dalam kehidupan masyarakat Pulau Penyengat, masakan bubur asyura mempunyai fungsi menjalin kehidupan sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari cara pembuatannya yang melibatkan banyak orang.

 

Di samping itu, bubur ini dibawa dari tiap kampung yang ada di Pulau Penyengat untuk dikumpulkan di masjid. Selain mengandung nilai sosial, bubur asyura juga mengandung nilai budaya karena makanan tradisional ini menjadi salah satu sarana upacara keagamaan yang telah dilakukan turun-temurun.

Untuk bahan dan cara pembuatnya, Harun Nur Rasyid menjelaskan dalam bukunya Ensiklopedi Makanan Tradisional. Bahan yang diperlukan adalah kacang-kacangan atau biji-bijian atau umbi-umbian. Contoh biji-bijian adalah kacang merah, kacang tanah, kacang hijau, kacang kedelai, biji durian, biji nangka, jagung, dan beras.

Untuk umbi-umbian bisa digunakan ubi jalar, singkong, atau kentang. Selain itu, juga diperlukan kelapa parut sangrai, ikan bakar, dan udang rebus lalu digiling halus.

Bumbu-bumbunya, antara lain garam, merica, lada hitam, bawang merah, bawang putih, jahe, kayu manis, cengkih, kapulaga, seledri atau daun sup, dan bawang goreng yang bisa mempercantik tampilan bubur. Ada beberapa langkah pembuatan bubur asyura.

Pertama, ubi jalar dan ubi kayu dibersihkan kulitnya. Setelah itu, dipotong dadu dan dicuci bersih.

 

Ubi yang sudah dicuci kemudian ditaruh di baskom atau panci lalu disisihkan. Ambil biji-bijian yang sudah dibersihkan dan masukkan ke baskom atau panci lain baru direbus. Selanjutnya biji-bijian tersebut disisihkan.

Ambil beras yang sudah dibersihkan dan cuci, lalu masak dengan air yang banyak agar beras dapat lumat menjadi bubur. Sementara beras dimasak, dapat dibuat bumbu untuk adonan bubur, yaitu bawang merah, bawang putih, merica, lada hitam, jahe dicampur dengan garam digiling hingga halus. Untuk seledri atau daun sup bisa diiris kecil.

Setelah beras agak lumat, masukkan biji-bijian yang sudah direbus, umbi-umbian yang sudah digoreng, ikan, udang, bumbu dan kelapa sangraa. Aduk perlahan sampai terlihat bumbu sudah tercampur dengan bubur. Setelah matang, bubur dihidangkan dengan taburan seledri dan bawang goreng. 

 
Berita Terpopuler