Selandia Baru Respons Hengkangnya Produksi Lord of the Rings

Selandia Baru bereaksi terhadap pemindahan lokasi syuting Lord of the Rings.

Pixabay
Produksi film (ilustrasi). Selandia Baru menjadi lokasi syuting serial Lord of the Rings musim pertama. Secara mendadak, produksi untuk musim dua dipindah ke Inggris.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Season 1 serial televisi Lord of the Rings telah menyelesaikan proses syuting di Selandia Baru per 2 Agustus lalu. Proses pascaproduksi season 1 juga tetap akan dilakukan di negara tersebut.

Akan tetapi, persiapan praproduksi season 2 serial ini akan dilakukan di Inggris mulai awal 2022. Para kru di Selandia Baru diberi kabar mengenai perpindahan ini hanya 20 menit sebelum keputusan tersebut diumumkan secara resmi pada Jumat kemarin.

Keputusan ini sontak membuat banyak pihak terkejut. Sebagian orang bahkan menyalahkan kebijakan pemerintah yang tidak efektif sehingga menyebabkan hal ini terjadi.

Baca Juga

"Ini memalukan dan saya bersimpati untuk semua orang yang telah sepenuh hati terlibat dalam produksi ini," jelas CEO New Zealand Film Commission David Strong, seperti dilansir Variety, Sabtu.

Strong mengatakan, pihaknya saat ini akan bekerja keras agar warga Selandia Baru yang bekerja di sektor perfilman tetap bisa bekerja. Hengkangnya serial televisi Lord of the Rings dari Selandia Baru diharapkan dapat membuka pintu yang lebih lebar untuk pihak lain datang ke negara tersebut.

Strong akan terus bekerja bersama pemerintah untuk mendukung produksi-produksi serial televisi atau film di Selandia Baru di masa mendatang. Selandia Baru dikenal sebagai negara yang menawarkan insentif lokasi paling murah hati di dunia.

Salah satunya adalah skema potongan harga sebesar 20 persen. Proses produksi besar yang memberikan dampak jangka panjang atau manfaat infrastruktur. Bahkan, rumah produksi bisa mendapat subsidi tambahan yang dikenal sebagai "uplift" dengan besaran setara dengan lima persen dari pengeluaran lokasi.

Berdasarkan dokumen pemerintah yang dirilis April lalu, Amazon sebagai pihak yang memproduksi serial Lord of the Rings diperkirakan akan membelanjakan sekitar 650 juta dolar Selandia Baru atau sekitar Rp 6,6 triliun untuk keperluan produksi musim pertama. Dengan besaran tersebut, pihak Amazon berhak mendapatkan potongan harga sebesar 162 juta dolar Selandia Baru atau sekitar Rp 1,6 triliun.

Terkait hal ini, pihak Amazon menekankan bahwa mereka sejak awal tidak akan mengambil subsidi "uplift" sebesar 33 juta dolar Selandia Baru atau sekitar Rp 333,9 miliar. Besaran "uplift" ini sebelumnya telah disepakati pada April ketika pihak Amazon sempat menyinggung tentang produksi season 2 serial Lord of the Rings di Selandia Baru meski pembicaraan tersebut tidak didasari komitmen.

Pihak Amazon mengatakan pihak mereka tidak secara aktif mengejar MoU "uplift" untuk produksi season 1 dengan pemerintah Selandia Baru. Mereka juga tidak mengamankan "uplift" dalam perjanjian MoU yang mereka miliki.

Terlepas dari itu, pihak Amazon mengatakan mereka menangguhkan rekan-rekan mereka di Selandia Baru dari syuting season 2 secara hormat. Mereka juga mengatakan akan tetap melakukan konsultasi yang dekat dengan rekan-rekan mereka tersebut.

"Kami akan tetap berkonsultasi dengan mereka untuk langkah selanjutnya," jelas COO dan co-head of TV Amazon Studios Albert Cheng.

Inggris diketahui juga menawarkan insentif lokasi yang subtansial, yaitu 25 persen dari pengeluaran produksi film dan televisi kelas atas yang memenuhi syarat, di mana 10 persen dari ketentuan harus dibelanjakan di Inggris. Hal ini membuat Inggris memiliki daya tarik tambahan, terlebih Amazon telah melakukan beberapa produksi lain di Inggris.

"(Keputusan pindah lokasi) sejalan dengan strategi studio untuk melebarkan jejak produksinya dan berinvestasi dalam ruang studio di

sepanjang Inggris," ungkap pernyataan resmi Amazon.

 
Berita Terpopuler