Kopi Single-Origin Vs Blend, Pilih Mana?

Banyak orang yang tak bisa memutuskan harus pilih kopi single origin atau blend.

PixaHive
Kopi (ilustrasi). Saat pandemi, banyak orang menjadi barista rumahan. Mereka pun mengeksplorasi rasa kopi, baik dari single origin maupun blend.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak bekerja dari rumah (WFH), banyak orang mengeksplorasi rasa kopi. Banyak yang mendadak menjadi barista rumahan dengan menggiling kopi sendiri, menjadikannya minuman dingin, es kopi kekinian, atau espresso.

Salah satu yang populer adalah adalah kopi single-origin. Sebagian besar produsen minuman kopi juga menawarkan single-origin dan blend (campuran).

Lalu, apa perbedaan di antara kedua kopi itu? Berikut ulasan yang dilansir dari laman Huff Post, Sabtu (14/8).

Baca Juga

Apa itu kopi single-origin?

Pada dasarnya, kopi single-origin berasal dari satu produsen atau tanaman. Istilah itu juga mewakili kopi yang diproduksi dari suatu wilayah di satu negara.

"Single-origin merupakan bagian kecil dan spesifik dari pertanian kopi tempat petani menanam satu jenis kopi tertentu hingga bijian tertentu dari kebun kopi," jelas Jeremy Brooks, kepala pengadaan dan pembelian kopi hijau Verve Coffee Roasters.

Rasa kopi akan bergantung pada lokasi penanaman pohonnya dan biasanya rasanya sangat ekspresif. Misalnya, kopi asal Ethiopia akan memberikan sensasi memakan buah persik.

Bagaimana dengan blend? Nah, yang ini bisa diracik sesuai selera.

Sebagian besar campuran mengandung single-origin, tetapi perbedaannya berasal dari cara pemanggangan kopi yang kemudian membangun profil rasa. Barista menyuguhkan kopi ke pelanggan yang memungkinkan mereka merasakannya dengan cara tertentu.

"Saya pikir ada waktu dan tempat untuk semuanya," kata Brooks.

I Komang Gede Suastika meracik kopi pesanan pembeli di kawasan Kuta, Badung, Bali, Jumat (13/8/2021). Komang Gede Suastika yang merupakan karyawan salah satu hotel bintang lima di kawasan Kuta itu berjualan kopi keliling di atas sepeda dengan keuntungan sekitar Rp 25 ribu per hari untuk memenuhi kebutuhan hidup setelah dirumahkan akibat dampak pandemi Covid-19 di sektor pariwisata. - (Antara/Fikri Yusuf)

Baik single-origins dan campuran, sama-sama memiliki nilai. Keduanya memainkan peran penting dalam sumber dan sisi rantai pasokan tentang bagaimana dukungan ke petani dan jenis apa yang ingin dicicipi.

"Blend adalah cara pemanggang mengomunikasikan vibes atau sesuatu tentang mereka sendiri, sesuatu yang khas," kata Talitha Clemons, pemilik perusahaan kopi seluler Bright Vibe Coffee yang berbasis di Oklahoma City

Mungkin barista ingin membuat sesuatu yang akan mengingatkan orang akan waktu di sekitar api unggun atau liburan. Saat pelanggan mencicipi campuran yang disebut Fireside, Sweater Weather, atau Tropical Weather, orang akan merasa berada dalam kerangka pikiran untuk membiarkan kopi itu membawa ke suatu tempat atau momen dan memori, daripada terlalu fokus pada catatan rasa yang diberikan.

"Yang sulit bagi saya adalah bahwa kopi blend dapat berisi banyak jenis kopi dan Anda mungkin mendapatkan beberapa informasi tentang daerah asal kopi itu, tetapi tingkat transparansinya berubah," ungkapnya.

Veronica P. Grimm. pendiri Glitter Cat Barista, sebuah organisasi inklusif yang berfokus membantu kelompok minoritas untuk menjadi barista, mengaku lebih menyukai kopi campuran. Hal ini karena campuran dapar menyeimbangkan kopi dengan lebih mendalam.

"Pada dasarnya, itu seperti memiliki sopran dan bass dalam paduan suara," katanya.

Ketika paduan selaras, itu indah. Meskipun lebih memilih kopi campuran, Grimm tetap menyukai single-origin. Namun, campuran  menyatukan sesuatu yang ajaib dalam secangkir kopi. Tapi meracik kopi membutuhkan kerja keras dan dia lebih memilih menikmati apa yang diminum tanpa terlalu banyak berpikir.

Single-origin bisa lebih mahal

Penjualan kopi asli saat pandemi Covid-19 terlihat melebihi campuran. Single-origin cenderung lebih mahal daripada blend, seperti single-origin Verve yang harganya sekitar 5 dolar AS atau Rp 71 ribu lebih mahal daripada blend, dengan rata-rata sekitar 21 dolar AS atau Rp 31 ribu per kantong.

Petani memanen kopi Robusta di perladangan Desa Mentisari, Candiroto, Temanggung, Jateng, Senin (9/8/2021). Hasil panen kopi Robusta pada puncak musim panen Juli - Agustus tahun ini meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya dengan harga jual berkisar Rp 5.000 - Rp 6.500 per kilogram biji basah. - (ANTARA/ANIS EFIZUDIN)

Single-origin dengan kualitas bagus berada di kisaran harga 11-12 dolar AS atau Rp 158 ribu - Rp 172 ribu per kantong di Amerika Serikat. Untuk peminum single-origin pemula, Brooks merekomendasikan mulai dengan kopi Amerika Latin ringan dari Kosta Rika dan Kolombia.

Sebab, kopinya cenderung punya citarasa manis dan sangat mudah dikenali. Selanjurnya, mereka bisa mencoba ke beberapa profil yang lebih eksotis, seperti Afrika, terutama Afrika Timur.

 
Berita Terpopuler