Peneliti Jepang: Varian Lambda Bisa Menetralkan Vaksin

Peningkatan cepat kasus varian lambda menunjukkan tingkat penularannya lebih tinggi.

CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona tipe baru penyebab Covid-19. Peneliti asal Jepang menyebut, varian lambda daya tularnya lebih tinggi dan mahir dalam menetralkan antibodi yang ditimbulkan oleh vaksinasi.
Rep: Zainur Mahsir Ramadhan Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Berdasarkan studi para peneliti Jepang, varian Covid-19 lambda yang menyebar di Amerika Selatan terbukti sama ganasnya dengan varian delta yang kini banyak ditemui. Lambda diketahui telah menyebar di 26 negara, termasuk di Cile, Peru, Argentina, dan Ekuador.

"Kasus Covid-19 di Chile melonjak pada musim semi 2021, padahal tingkat vaksinasi di sana relatif tinggi dengan sekitar 60 persen warganya telah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19," ujar para penulis, dikutip New York Post, Jumat (13/8).

Baca Juga

Penelitian yang didukung oleh The Genotype to Phenotype Japan (G2P-Japan) Consortium menunjukkan bahwa varian lambda daya tularnya lebih tinggi dan mahir dalam menetralkan antibodi yang ditimbulkan oleh vaksinasi. Chile sejauh ini mengandalkan vaksin produksi Sinovac Biotech, vaksin yang dikembangkan menggunakan virus yang sudah dimatikan untuk memproduksi antibodi Covid-19.

Meski demikian, dokter tetap mengimbau masyarakat untuk mendapatkan dosis lengkap vaksin Covid-19. Sebab, vaksin dapat mencegah orang sakit parah ketika terinfeksi virus corona dengan aneka variannya.

Baca  juga : Asteroid Ini Diyakini 'Lebih Berharga' Dibanding Seisi Bumi

Beragam studi telah menunjukkan bahwa vaksin efektif mengurangi angka kematian akibat Covid-19. Lalu, dosis penguat mungkin diperlukan, sesuatu yang tengah dipertimbangkan Food and Drug Administration untuk diberikan kepada orang dengan sistem imun yang lemah.

Dalam perkiraan para ahli, lambda muncul di suatu tempat di Amerika Selatan antara November hingga Desember 2020. Sejak saat itu pula, lambda muncul di negara-negara di seluruh Eropa, Amerika Utara, dan beberapa kasus yang lebih terisolasi di Asia, menurut data GISAID sebagai inisiatif sains global dan sumber utama yang menyediakan akses terbuka ke data genom virus influenza dan virus corona tipe baru yang menjadi penyebab pandemi Covid-19.

Laporan para ahli Jepang yang muncul di bioRxiv akhir Juli lalu masih itu masih menunggu tinjauan lebih lanjut dari sejawat sebelum dapat dipublikasikan ke depannya. Salah satu peneliti yang terlibat ialah Izumi Kimura dari Division of Systems Virology, Department of Infectious Disease Control, International Research Center for Infectious Diseases, Institute of Medical Science, University of Tokyo, Jepang.

Kimura dan rekan menegaskan, varian ini menjadi yang perlu diperhatikan layaknya delta. Sebab, daya sebarnya masif.

Menurut Kimura dan rekan, protein lonjakan dari varian lambda lebih infeksius. Mutasi telah membuatnya dapat berkelit dari antibodi yang dapat memerangi infeksi SARS-CoV-2.

Lambda sejauh ini telah diberi label sebagai "variant of interest" oleh Organisasi Kesehatan Dunia karena terdapat bukti adanya peningkatan penularan, dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah termasuk peningkatan rawat inap atau kematian, berpotensi memicu penurunan efektivitas pengobatan atau vaksin, atau ada risiko kegagalan dalam deteksi diagnostik. Sementara itu, galur alpha, beta, gamma dan delta semuanya telah meningkat menjadi "variant of concern".

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat sebelumnya telah menerbitkan beberapa literatur tentang varian lambda. Dalam pengarahan soal vaksin Covid-19 pada 27 Juli, CDC mengutip hasil studi pracetak tertanggal 3 Juli yang mengungkap bahwa vaksin mRNA efektif menetralkan varian lambda.

 
Berita Terpopuler