Sembuh dari Covid-19, Anak Usia 13 Kena Penyakit Otak Langka

Penyintas Covid-19 berusia 13 tahun di India mengalami penyakit otak langka.

ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc.
Pemeriksaan suhu tubuh anak (Ilustrasi). Seorang anak di India mengalami penyakit otak langka setelah pulih dari Covid-19.
Rep: Puti Almas Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun mengalami komplikasi setelah pulih dari infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Ia didiagnosis mengalami Acute Necrotizing Encephalopathy of Childhood (ANEC), sebuah penyakit otak yang langka.

Ini menjadi kasus penyakit otak langkah pertama yang ditemukan setelah sembuh dari Covid-19. Menurut dokter, kondisi anak laki-laki itu telah mulai membaik, setelah sempat mengalami gagal napas yang mengharuskannya menggunakan ventilator selama tiga hari.

Dilansir India Today, sebuah studi pada 2013 menunjukkan bahwa ANEC adalah penyakit yang ditandai dengan infeksi pernapasan atau gastrointestinal dan demam tinggi yang disertai dengan perubahan kesadaran yang cepat dan kejang. Penyakit ini secara khusus terlihat pada bayi dan anak-anak di wilayah Asia Timur, yang sebelumnya dalam kondisi benar-benar sehat.

Serangkaian pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging (MRI) telah menunjukkan penyakit ini ditandai dengan adanya lesi simetris yang melibatkan talamus, batang otak, otak kecil, dan materi putih. Kondisi tersebut menyertai prognosis yang buruk dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

Baca Juga

Studi tersebut mengungkap, ANEC menjadi ensefalopati atipikal yang terlihat hampir secara eksklusif pada anak-anak atau bayi yang sebelumnya sehat di Asia Timur, termasuk Jepang dan Taiwan. Kasus sporadisnya sejauh ini telah dilaporkan dari seluruh dunia.

Sudip Chowdhury, dokter anak di Rumah Sakit Columbia Asia, Palam Vihar, Gurugram, India mengatakan, kasus tersebut merupakan ensefalopati yang berkembang pesat. Gejalanya ditandai dengan demam, tingkat kesadaran yang menurun, dan kejang dengan etiologi yang tidak diketahui, namun kemungkinan adalah virus.

Pasien muda biasanya datang dengan gejala gangguan sistem saraf pusat--yakni otak dan tulang belakang--yaitu kejang, kehilangan kesadaran, kelemahan, dan kelumpuhan anggota badan, diikuti dengan penurunan kondisi pasien yang cepat. Ini merupakan gangguan multi-faktorial, yaitu terdapat komponen genetik dikombinasikan dengan ganguan lingkungan, serta terkadang infeksi virus.

"Kedua faktor ini bergabung untuk menyebabkan kemungkinan besar gangguan auto-imun yang menyebabkan kerusakan luas pada otak, tingkat morbiditas, dan mortalitas yang tinggi," ujar Ranjeet Ghuliani, seorang profesor dan dokter anak di Rumah Sakit Sharda.

Ghuliani mengatakan, karena Covid-19 merupakan infeksi virus, ia berpotensi menyebabkan penyakit seperti itu. Studi mencatat sebagian pasien biasanya dirawat dengan perawatan suportif, termasuk hidrasi, keseimbangan elektrolit, pencegahan infeksi, dan kontrol kejang.

"Pengobatan dengan levodopa juga telah disarankan. Kami melakukan terapi serum, pencegahan infeksi, ventilasi suportif, dan pemberian antikonvulsan, L-dopa, trihexyphenidyl IVIG," tulis peneliti dalam studi 2013, mencatat bahwa meski penyakit ini jarang terjadi, itu tidak boleh diremehkan.

Sementara itu, Chowdhury mengatakan bahwa diagnosis tergantung pada presentasi klinis dan temuan neuroimaging yang khas. Modalitas pengobatan tidak mapan, diobati dengan agen antivirus spesifik sebagai langkah awal, diikuti dengan steroid dan imunoglobulin, serta perawatan suportif.

"Pasien dengan ANEC memiliki prognosis yang bervariasi, tetapi mortalitas tetap sangat tinggi," jelas Chowdhury.

 
Berita Terpopuler