Studi: Antibodi Penyintas Covid-19 Tetap Stabil 7 Bulan

Penyintas Covid-19 tampak punya antibodi yang bertahan cukup lama.

Pixabay
Ilustrasi Covid-19. Berdasarkan studi terbaru, antibodi Covid-19 tampak tetap stabil tujuh bulan sejak orang terinfeksi SARS-CoV-2.i
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antibodi yang diperoleh penyintas Covid-19 dari infeksi SARS-CoV-2 tampak bisa bertahan cukup lama. Berdasarkan studi terbaru, antibodi yang melawan duri protein SARS-CoV-2 ini tampak stabil dan bahkan meningkat pada bulan ketujuh setelah terjadi infeksi.

Hal ini diungkapkan dalam sebuah studi pada jurnal Nature Communication beberapa waktu lalu. Studi yang dilakukan oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal) ini bertujuan untuk mengevaluasi kadar antibodi yang melawan antigen-antigen SARS-CoV-2 yang berbeda seiring berjalannya waktu.

Studi ini melibatkan 578 partisipan yang berasal dari kalangan tenaga kesehatan. Para tenaga kesehatan yang menjadi partisipan dalam studi ini sebagian besarnya mengalami infeksi SARS-CoV-2 pada gelombang pertama pandemi Covid-19.

Selama studi berlangsung, tim peneliti mengalambil sampel darah dari para partisipan sebanyak empat kali pada periode Maret-Oktober 2020. Peneliti lalu menggunakan teknologi Luminex untuk mengukur kadar dan jenis antibodi IgA, IgM, atau IgG terhadap enam antigen SARS-CoV-2 yang berbeda.

Di samping itu, tim peneliti juga menganalisis keberadaan antibodi yang melawan empat jenis virus corona penyebab pilek pada manusia. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya peran antibodi virus corona penyebab pilek (HCoV) dalam melawan infeksi SARS-CoV-2.

Baca Juga

Baca juga : Memukul Anak Justru Bikin Perilakunya Makin Buruk

"Ini studi pertama yang mengevaluasi antibodi terhadap panel besar antibodi SARS-CoV-2 selama tujuh bulan," jelas ketua tim peneliti dari ISGlobal Carlota Dobano, seperti dilansir Times Now News.

Hasil studi menunjukkan bahwa seluruh antibodi IgG, kecuali antibodi IgM dan IgM yang melawan nucleocapsid tampak stabil. Peneliti bahkan mendapati adanya peningkatan antibodi IgG antiduri protein SARS-CoV-2 pada 75 persen partisipan.

"(Peningkatan) ini dimulai dari bulan kelima dan seterusnya, tanpa ada bukti adanya paparan ulang terhadap virus," ungkap peneliti senior Gemma Moncunill.

Peneliti juga menemukan bahwa keberadaan antibodi terhadap HCoV dapat memberikan perlindungan silang dalam melawan infeksi atau penyakit Covid-19. Orang-orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 cenderung memiliki kadar antibodi HCoV lebih rendah.

Baca juga : Kasus Suntik Vaksin Covid Kosong, Polisi Periksa Vaksinator

Di sisi lain, individu yang mengalami Covid-19 tak bergejala tampak memiliki kadar IgG dan IgA anti-HCoV yang lebih tinggi dibandingkan individu yang mengalami gejala. Akan tetapi, perlindungan silang dari kekebalan tubuh terhadap pilek ini masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut.

"(Terlepas dari itu, temuan) ini dapat membantu menjelaskan perbedaan besar dalam kerentanan terhadap penyakit (Covid-19) di tengah masyarakat," ujar Dobano.

 
Berita Terpopuler