Asmah Syahruni Muslimah Penggerak Perubahan (I)

Asmah aktif dalam kegiatan di majelis-majelis ilmu.

Google.com
Majelis Taklim Muslimat NU 1971.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Dalam buku Membuka Ingatan: Memoar Tokoh NU yang Terlupakan dijelaskan, Asmah Syahruni merupakan putri pasangan Bahujar dan Imur.

Baca Juga

Anak pertama dari sembilan bersaudara itu lahir pada 28 Februari 1927 di Rantau, Kalimantan Selatan. Sebagai anak yang paling tua, dia kerap menggantikan peran orang tua dalam hal tanggung jawab.

Asmah kecil hidup di lingkungan Nahdliyin. Sejak belia, dia telah banyak menerima pendidikan agama Islam dari sang Ayah, termasuk kemampuan membaca Alquran serta pengetahuan dasar seputar tauhid dan fikih.

Pada masa itu, pendidikan formal bukanlah sesuatu yang mudah diraih. Anak-anak perempuan juga masih dipandang tabu untuk dapat bersekolah. Namun, Asmah kecil menyimpan tekad yang kuat untuk maju.

Dengan penuh upaya, dia pun dapat menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) Rantau. Keputusannya ini sempat diiringi penolakan dari pihak kakek dari garis ayahnya. Sebab, sanak familinya yang perempuan belum pernah ada yang bersekolah formal sebelumnya.

 

 

Pertentangan tersebut membuat bapaknya meminta Asmah agar berhenti sekolah selama dua tahun. Namun, anak perempuan yang cerdas ini tak menyerah.

Dia pun berhasil menyelesaikan pendidikannya di SR tersebut bersama dengan lima kawannya sesama perempuan dari total 25 orang murid. 

Sikap kolot yang sempat ditunjukkan ayahnya sebenarnya bertolak belakang dengan fakta yang ada. Sebab, ketika Asmah masih di sekolah dasar, bibinya sudah menjadi guru.

Seiring waktu, Asmah kecil pun menyadari, bibinya itu merupakan seorang nasionalis tulen. Sang bibi mengajarkan kepadanya syair dan petuah-petuah yang mengandung pesan perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.

Syair yang diajarkan itu berjudul Di Timur Matahari. Bunyinya: Di Timur Matahari, mulai bercahaya, bangun dan berdiri kawan semua, marilah mengatur barisan kita, pemudapemudi Indonesia.

 

 

Bisa dikatakan, dorongan rasa cinta Tanah Air Asmah dapatkan pertama kali dari bibinya itu. Setelah Asmah akhirnya menjadi guru, ia sama seperti sang bibi. Keduanya terus menyebarkan ilmu pengetahuan khususnya kepada para perempuan yang tak dapat mengeyam pendidikan sekolah.

Asmah bahkan membentuk barisan pemuda dan pemudi untuk belajar tentang banyak hal, termasuk kecakapan berpidato, mengarang, seni sandiwara, dan kasidah. Saat berusia 16 tahun, Asmah menikah. Pasangannya bernama Syahruni, berusia tiga tahun lebih tua.

Suaminya itu juga merupakan seorang guru. Sebagai seorang istri, Asmah tetap aktif melaksanakan kegiatan mengajarnya dengan izin sang suami. Namun, pergulatan Asmah tak terbatas pada pendidikan umum saja, melainkan juga agama Islam.

Bersamaan dengan kariernya sebagai seorang guru, Asmah juga aktif dalam kegiatan di majelis-majelis ilmu. Pada saat itu, Asmah merasa belum cukup bisa untuk mengajarkan agama. Oleh karena itu, dia kerap mengikuti pengajian-pengajian yang diisi para kiai Nahdliyin.

Hal ini juga memberikan hikmah tersendiri baginya. Dengan aktivitasnya sebagai seorang anggota jam'iyah pengajian pada waktu itu, membuatnya bisa mengenal dan dikenal oleh tokoh-tokoh NU.

 

 

 

 
Berita Terpopuler