KH Raden Muhammad Amin, Pejuang dari Kalibata (II-Habis)

Guru Amin Kalibata tidak hanya pandai dalam urusan ilmu-ilmu agama.

tangkapan layar
Bagian depan Masjid Guru Amin, Kalibata, Jakarta Selatan.
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, KH Raden Muhammad Amin atau Guru Amin Kalibata tidak hanya pandai dalam urusan ilmu-ilmu agama. Ia juga piawai berdagang sehingga menjadi seorang pebisnis yang sukses. Sejak masih muda, Guru Amin sudah menggerakkan bisnisnya dengan berjualan material bahanbahan bangunan di kawasan Kalibata.

Baca Juga

Untuk berbelanja bahan bangunan, Guru Amin harus pergi ke Bekasi. Perjalanan dari tempat tinggalnya ke daerah itu ditempuh sampai larut malam. Sering kali, ia menginap di salah satu mushala yang ditemuinya.

Biasanya, ada seorang guru mengaji yang bertugas memberikan pengajaran membaca Alquran di mushala-mushala. Suatu kali, Guru Amin memutuskan untuk menginap di sebuah mushala.

Ia mendapati dalam pengajian yang diselenggarakan di sana sang ustaz banyak mengucapkan kekeliruan pelafalan Alquran. Ia sendiri dapat mendeteksi kekeliruan itu lantaran sejak muda sudah dibekali ilmu-ilmu agama dan guru ngaji sejak kecil.

Akhirnya, ustaz di mushala tersebut merasa agak risih dengan teguran Guru Amin. Sang ustaz lantas mengadu kepada seorang tokoh setempat, bahwa dirinya sering dikoreksi bacaan Alquran-nya oleh Guru Amin.

(Baca: KH Raden Muhammad Amin, Pejuang dari Kalibata)

 

Maka, tokoh itu mengundang seluruh masyarakat setempat untuk menghadiri pengajian di mushala itu. Harapannya, mereka dapat bertemul langsung dengan pengelana yang kerap mengoreksi bacaan itu.

Sementara itu, Guru Amin dalam perjalanannya ke Bekasi akhirnya memilih bermalam di mushala itu. Seperti biasa, keesokan harinya saat pengajian digelar, ia kembali mengoreksi kalimat-kalimat yang keliru dari ustaz tersebut.

Akhirnya, para tokoh masyarakat setempat menyadari, Guru Amin lebih pandai daripada sang ustaz. Mereka lantas mempersilahkannya untuk ikut membantu mengajar. Belakangan, diketahui bahwa salah satu di antara tetua itu adalah mertua sahabatnya, KH Noer Ali, sang pejuang dari Bekasi.

Sejak kejadian itu, setiap Guru Amin pergi ke Bekasi untuk membeli material, ia selalu menginap dan mengajar di mushala tersebut. Tidak hanya itu. Pada akhirnya, banyak juga masyarakat dari Bekasi, Cikampek, Cikunir dan Cabangbungin yang kemudian menjadi santri Guru Amin di Unwanul Huda 

Sampai akhir hayatnya, Guru Amin terus mendidik masyarakat Indonesia berdasarkan ajaran Islam. Dia juga telah mempertaruhkan nyawanya untuk melawan penjajah Belanda. Karena itu, setelah wafat namanya sempat diusulkan untuk dijadikan nama jalan di daerah Kalibata.

 

Usulan itu disampaikan oleh seorang anggota Badan Pemerintah Harian (BPH) Bidang Pendidikan dan Nama-Nama Jalan Pemda DKI Jakarta, MCH Ibrahim. Namun, pihak keluarga dan keturunannya menolak dengan halus. Sebab, bagi mereka Guru Amin berjuang untuk negeri secara ikhlas. Tidak perlu kiranya namanya dijadikan nama suatu jalan di Ibu Kota. 

Di dunia politik pergerakan, Guru Amin pernah berkiprah dalam Partai Masyumi. Oleh karena itu, rumahnya kerapkali dikunjungi para tokoh Masyumi, seperti Muhammad Natsir, Buya Hamka, Abu Bakar Aceh, Harsono Cokroaminoto dan lain-lain.

Guru Amin juga pernah menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan anggota Dewan Perumus Persiapan Proklamasi Kemerdekaan bersama tokoh nasio nal lainnya. Misalnya, Soekarno, Hat ta, Abdul Kahar Muzakkir, Wa hid Hasyim, M Yamin, dan Soe pomo. Mereka kerapkali menggelar rapat penting di rumah Bung Karno, tepi Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta.

Setelah tidak bertugas di Departemen Agama (kini Kementerian Agama), Guru Amin kembali mem be nahi Lembaga Unwanul Huda. Sejak ditanganinya, lembaga itu menjadi semakin dikenal kiprahnya, terutama oleh masyarakat Betawi. Lokasi Unwanul Huda berada tepat di seberang TMP Kalibata. Di tempat ini juga, Masjid Guru Amin didi rikan.

Selain aktif berorganisasi, ulama yang dikenal zuhud itu juga produktif menulis. Beberapa kitab yang dikarangnya antara lain berjudul Badi'atul Fikriyah, Mudzakaratul Ikhwan, Riyadhul Abrar, Hidayatul Ikhwan, dan Sabilal Mubtadi.

 

 

Guru Amin merupakan ulama Betawi yang telah banyak berjasa untuk agama dan bangsanya. Pada Selasa, 4 Jumadil Ula 1385 H atau bertepatan pada 31 Agustus 1965, ia berpulang ke rahmatullah.

Awalnya, jenazahnya akan dimakamkan di TMP Kalibata. Sebab, tokoh ini memang layak dikebumikan di sana. Guru Amin termasuk figur nasional yang telah menerima Surat Veteran sebagai tanda resmi pengakuan negara atas jasa-jasanya.

Namun, Ketua DPR-RI waktu itu H Syaikhu dan Wakil Gubernur DKI Jakarta H Syafi'ie menyarankan agar jenazah Guru Amin tidak dimakamkan di TMP Kalibata. Saran di sampaikan agar para murid-murid almarhum Guru Amin bisa dengan mudah untuk berziarah.

Setelah keluarga Guru Amin bermusyawarah, akhirnya diputuskan untuk dimakamkan di komplek Unwanul Huda dekat masjid Guru Amin yang berada di Jalan Raya Pasar Minggu, seberang TMP Kalibata, Jakarta Selatan. Di dekatnya, kini berdiri Masjid Guru Amin sejak 31 Juli 2005. Pendirinya adalah anak keturunannya sebagai tanda terima kasih terhadap orang tua tercinta.

(Baca: KH Raden Muhammad Amin, Pejuang dari Kalibata)

 
Berita Terpopuler