Mengenal Istighotsah KH Romli Tamim (I)

KH Romli Tamim menyusun wirid istighotsah di kalangan warga Nahdliyin.

dok. Istimewa
Jakarta Islamic Centre (JIC) dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Jakarta Utara menyelenggarakan kegiatan Istighotsah Kubro dan seminar tentang wabah virus corona di Ruang Serba Guna JIC, Jakarta Utara, Sabtu (7/3).
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID,  KH Muhammad Romli Tamim lahir pada 1888 di Bangkalan Madura. Sejak masih kecil, beliau diboyong oleh ayahnya, KH Tamim Irsyad, untuk hijrah ke Peterongan, Jombang. Pada masa kecilnya, selain belajar ilmu dasar agama dan Alquran kepada ayahnya sendiri, dia juga belajar kepada kakak iparnya, yaitu KH Kholil, pembawa Thariqah Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Rejoso.

Baca Juga

Setelah belajar agama dari keluarganya sendiri, Romli muda kemudian berangkat menuju Madura untuk belajar kepada guru ayahnya, yakni KH Kholil Bangkalan. Romli belajar banyak tentang agama kepada Kiai Kholil. Ilmu alat seperti nahwu dan sharaf serta ilmu tasawuf menjadi santapan sehari-harinya di pesantren.

Kemudian setelah dirasa cukup belajar ke Kiai Kholil Bangkalan, beliau mendapat tugas untuk membantu KH Hasyim Asy'ari mengajarkan ilmu agama di Pesantren Tebuireng. Usianya saat itu sudah 25 tahun, sudah cukup matang dan dewasa.

Kealiman, kecerdasan, dan ketawadhuan Kiai Romli membuat Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari menaruh hati pada beliau. Bahkan, karena dianggap mum puni dalam mengajar, Kiai Romli di angkat menjadi Lurah Pondok Pesantren Tebuireng.

 

 

Pada 1919, Kiai Romli sempat melanjutkan pencarian ilmunya ke tanah suci Makkah selama satu tahun. Setelah kembali ke Tebuireng, gelar kiai melekat erat dalam nama beliau. Setelah lama mengabdi di Tebuireng, akhirnya beliau diambil sebagai menantu oleh Kiai Hasyim. Beliau dinikahkan dengan putri Mbah Hasyim yang bernama Izzah binti Hasyim pada 1923.

Namun, pernikahan ini tidak berlangsung lama karena terjadi perceraian. Setelah perceraian tersebut, Kiai Romli pulang ke rumah orang tuanya di Rejoso, Peterongan, Jombang. Tak lama kemudian, beliau menikahi Maisaroh, seorang gadis dari Desa Besuk, Kecamatan Mojosongo.

Dari pernikahannya dengan Nyai Maisaroh ini, lahir dua orang putra, yaitu Ishomuddin Romly yang wafat tertembak oleh tentara Belanda saat masih muda dan Mustain Romli yang kemudian menjadi seorang kiai besar dan berwawasan luas. Hal ini terbukti saat beliau menjadi pengasuh di Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso.

Pada masa kepemimpinannya, Kiai Mustain berhasil mendirikan sekolahsekolah umum di dalam pesantren di samping madrasah-madrasah diniyah yang sudah ada. Sekolah-sekolah umum itu, di antaranya SMP, SMA, PGA, SPG, SMEA, bahkan juga memasukkan sekolah negeri di dalam pesantren, yaitu MTs negeri dan MA negeri. Sekolah-sekolah tersebut masih terus berkembang hingga sekarang.

 

 

Kemudian, KH Musta'in Romly diangkat sebagai menjadi menantu oleh KH Abdul Wahab Chasbullah Tambakberas. Pada 1965, putra Kiai Romli merupakan pendiri Universitas Darul Ulum Jombang.

Setelah Nyai Maisaroh wafat, Kiai Romli menikah lagi dengan seorang gadis putri KH Luqman dari Swaru Mojowarno bernama Khodijah. Dari pernikahannya dengan istri ketiga ini lahir putra-putra beliau, yaitu KH Ahmad Rifa'iy Romli, KH A Shonhaji Romli, KH Muhammad Damanhuri Romly, KH Ahmad Dimyati Romly, dan KH A Tamim Romly.

Perjuangan Kiai Romli Dalam Majalah Tebuireng Edisi 38, Muhammad Abror Rosyidin mencatat, tidak banyak kisah yang didengungkan tentang kiprah Kiai Romli Tamim dalam perjuangan NU. Secara struktural mung kin ungkapan itu benar. Namun, menurut dia, secara kultural sangatlah berdosa jika ungkapan itu disandarkan kepada ulama sekaliber Kiai Romli. 

Kebudayaan tarekat masyarakat NU di Jombang dan sekitarnya sebelum peradaban Cukir di bawah asuhan Kiai Adlan Aly, Rejoso sudah menjadi sentral perjuangan kaum tarekat. Pesantren Darul Ulum didirikan oleh seorang ahli tarekat, yaitu Kiai Tamim Irsyad. Itulah mengapa tarekat menjadi ciri khas Pesantren Rejoso hingga sekarang. Tarekat yang dianut adalah aliran Qodiriyah wa Naqsabandiyah.

Muhammad Abror mengatakan, sepeninggal Kiai Tamim, Kiai Cholil dan Kiai Romli Tamim tetap melestarikan tradisi tarekat tersebut hingga akhirnya memiliki jamaah yang tersebar di berbagai daerah. Mahasantri Ma'had Aly Hasyim Asy'ari ini menjelaskan, pada masa Kiai Romli, tarekat makin berkembang dengan jamaah Kamisan.

 

 

Sedangkan, beliau sendiri adalah al Mursyid (imam dalam tarekat) yang disegani. Perjalanan sejarah Darul Ulum Rejoso yang lekat dengan tarekat menjadi daya tarik tersendiri bagi khazanah pesantren. Kiai Romli adalah sosok yang sangat alim, sabar, wara', fakih, dan rendah hati. Dia adalah sufi murni, seorang mur syid thariqah qodiriyah wa naqsyabandiyah, dan pengasuh Pondok Pesantren Darul'Ulum Rejoso, Peterongan, Jombang.

Di antara murid-murid beliau yang terkenal dan menjadi kiai besar di antaranya KH Muhammad Abbas (Buntet Cirebon), KH Muhammad Utsman Ishaq (Sawahpuluh Surabaya), KH Shonhaji (Kebumen), dan KH Imron Hamzah (Sidoarjo).

Meskipun perjuangannya di NU tidak terlalu tampak, beliau juga ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Seperti diriwayatkan para kiai, Kiai Romli juga ikut melawan sekutu yang diboncengi NICA pada November 1945.

Pada zaman pertempuran melawan sekutu yang berkecamuk kembali di Tanah Air, tepatnya pertempuran 10 Novem ber 1945 di Surabaya, beliau ikut menggerakkan kau santri untuk maju perang di barisan komando Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy'ari, guru sekaligus mertua beliau.

Kiai Romli saat itu terjun ke medan pertempuran hingga akhirnya kemenangan berhasil diraih para pejuang Hizbullah saat itu. Beliau wafat di Rejoso pada 16 Ramadhan 1377 H atau bertepatan pada 6 April 1958 M. Sebulan sebelum Kiai Romli meninggal, Darul Ulum sudah cukup berduka dengan wafatnya Kiai Dahlan pada 16 Maret 1958 di usia 57 tahun. 

 

Tak cukup di situ, pada 1961 Kiai Ma'sum Kholil juga menyusul kakak dan pamannya tersebut keharibaan Allah SWT. Dengan demikian, tahun 1961 adalah akhir era kepemimpinan Tiga Serang kai Kiai Rejoso. 

 
Berita Terpopuler