Ini Misteri 'Lautan Terlarang' Halmahera-Papua

Indonesia memiliki perairan mega biodiversitas yang belum tereksploitasi optimal.

Dispenal
Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Yudo Margono, saat melepas keberangkatan Ekspedisi Jala Citra I Aurora TNI AL di Dermaga Pondok Dayung, Komando Armada I, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (03/08).
Rep: Ronggo Astungkoro Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Wilayah lautan Halmahera-Papua, masih menyimpan berbagai misteri. Bahkan, berdasarkan peta peninggalan Belanda pada 1949, daerah tersebut dinyatakan sebagai daerah 'terlarang'. Namun, penelitian yang Belanda lakukan di wilayah tersebut, belum tuntas.

Inilah yang mendorong Pusat Hidrooseanografi TNI AL (Pushidrosal) bersama dengan para peneliti dari kementerian-lembaga serta universitas akan berlayar selama dua bulan ke depan di perairan Halmahera-Papua. Ekspedisi kelautan pada lingkup nasional kembali dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut (AL) setelah kurang lebih 21 tahun lamanya. 

Pemilihan lokasi ekspedisi di perairan Halmahera-Papua pun bukan tanpa alasan. "Waktu itu Belanda belum tuntas melaksanakan survei. Dengan kita survei pada kesempatan ini, nanti akan terkuak apa sebenarnya yang ada di bawah laut tersebut," ungkap Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Yudo Margono, saat melepas keberangkatan Ekspedisi Jala Citra I “Aurora” TNI AL di Dermaga Pondok Dayung, Komando Armada I, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (3/8).

Ekspedisi yang dilakukan bersamaan dengan peringatan 100 Tahun Hari Hidrografi Dunia itu merupakan salah satu rangkaian kegiatan yang digelar Pushidrosal  dengan menggandeng para peneliti. Sejumlah peneliti yang ikut berlayar berasal dari dari Kementerian ESDM, LIPI, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Papua dan Ternate, ITB, UGM, BPPT, BMKG, Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB, PT Hidronav Teknikatama, dan PT Geotronix Pratama Indonesia.

 

Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana Yudo Margono, saat melepas keberangkatan Ekspedisi Jala Citra I Aurora TNI AL di Dermaga Pondok Dayung, Komando Armada I, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (03/08). - (Dispenal)

 

Peringatan satu abad hidrografi dunia disebut menjadi momentum emas yang menegaskan eksistensi dan perjalanan panjang serta transformasi peran hidrografi. Di mana hidrografi saat ini tidak hanya ambil andil dalam menjamin keselamatan navigasi pelayaran, tapi juga memberikan kontribusi bagi kepentingan strategis lainnya.

Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah 5,8 juta km2, Indonesia memiliki wilayah perairan dengan mega biodiversitas yang belum tereksploitasi secara optimal. Masih diperlukan adanya penelitian dan kajian yang mendalam tentang berbagai potensi dan fenomena kelautan yang terkandung di dalamnya.

Ekspedisi Jala Citra I “Aurora" TNI AL akan berlangsung hingga Oktober 2021 mendatang. Yudo menerangkan, ekspedisi serupa yang terakhir TNI AL lakukan pada 2000 lalu menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya. Kini, giliran Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Spica-934 yang berlayar.

Kapal survei TNI AL di bawah komando dari Pushidrosal itu akan dijadikan sebagai wahana penelitian utama. Selain melaksanakan pengumpulan data, KRI Spica-934 juga akan melaksanakan tugas untuk kepentingan pemetaan, keselamatan navigasi, dan pelayaran di wilayah tersebut.

"Manfaatnya (ekspedisi) pasti banyak sekali. Tentunya kan dari segi perikanan juga akan muncul nanti di situ ada potensi perikanan apa. Mungkin ada potensi apa yang ada di situ. Saya yakin manfaatnya banyak sekali," kata Yudo.

Dia menjelaskan, 20 orang peneliti yang ikut berlayar di KRI Spica-934 itu nantinya akan menyampaikan hasil penelitian mereka di institusinya masing-masing maupun Pushidrosal. Menurut Yudo, hasil penelitian itu sudah tentu akan dilaporkan kepada para pimpinan, yakni presiden dan panglima TNI.

"Ataupun kepada kementerian lembaga terkait yang bisa tentunya akan dieksplorasi sebagai sumber daya alam," tutur dia.

 

Ekspedisi tersebut diharapkan dapat menjadi momentum kebangkitan kembali ekspedisi kelautan pada lingkup Nasional yang dilaksanakan untuk meneliti sumber daya kelautan Indonesia oleh putra-putri bangsa Indonesia. Yudo telah meminta Pushudrosal untuk merencanakan ekspedisi serupa, yang diawaki putra-putri bangsa Indonesia, ke depan.

"Sehingga tidak perlu memanfaatkan wahana-wahana asing. Kita memiliki wahana kapal survei hidrooceanografi. Sehingga putra putri Indonesia, para peneliti Indonesia dapat mengungkap ataupun melihat sumber daya maritim kita yang kaya raya yang selama ini belum sampe terungkap dengan optimal," kata Yudo.

Yudo juga mengungkapkan, penyiapan sarana-prasarana untuk melakukan ekspedisi itu juga sudah disiapkan. Pihaknya tengah membangun kapal hidrooceanografi dalam negeri dengan panjang 60 meter di Batam, Kepulauan Riau. Kapal tersebut rencananya akan diluncurkan pada 5 Agustus 2021 mendatang.

"Nanti juga akan memperkuat Pushidrosal. Tentunya ini yang tadi dari luar negeri yang dua ini (KRI Spica-934 dan KRI Rigel-933), ini dari dalam negeri," ungkap dia.

Dengan hadirnya kapal pendukung dalam negeri itu dapat membantu tugas Pushidrosal dengan baik. Dia mengatakan, peralatan yang digunakan untuk survei tersebut dapat dibawa ke mana mana. Dengan demikian, kapal yang digunakan tidak harus kapal sekelas KRI Spica-934 maupun KRI Rigel-933.

 

"Kita tidak harus kapal yang bagus seperti kelas Spica maupun Rigel karena kita masih pada prioritas untuk kapal-kapal tempur," ucap Yudo.

 
Berita Terpopuler