Kazan, Simbol Toleransi di Rusia

Secara geografis, Kazan tidak terlalu jauh dari Moskow, ibu kota Rusia.

AP/Thanassis Stavrakis
Wisatawan mengunjungi Masjid Qolsharif, di Kremlin abad ke-16, atau benteng, salah satu situs warisan dunia UNESCO selama Piala Dunia 2018 sepak bola di Kazan, Rusia, Jumat, 29 Juni 2018. (
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Secara geografis, Kazan tidak terlalu jauh dari Moskow, ibu kota Rusia. Kazan adalah ibu kota salah satu negara bagian di Rusia, yakni Tatarstan. Kota ini memiliki lanskap yang unik dan menarik. Ia berada di atas bukit dengan pemandangan danau di bawahnya. Persis di pinggir danau, terdapat beberapa monumen besar, seperti Masjid Agung Qul Syarif, sebuah gereja kuno, kremlin (benteng kota), dan makam syuhada.

Baca Juga

M Aji Surya dalam bukunya Geliat Islam di Rusia menulis, masyarakat Kazan mirip dengan Indonesia. Kumandang azan, deretan masjid, dan wanita berjilbab menjadi pemandangan biasa di kota ini. Penghuni kota ini separuhnya Muslim. Mereka mengaku pertama kali mengenal Islam dari seorang utusan Islam asal Baghdad pada abad ke-7 Masehi. Kala itu Kazan masih menjadi bagian dari wilayah Bulgaria. Sejak itu, Islam berkembang cepat di wilayah ini.

Sama seperti agama-agama lain, Islam sempat mengalami hambatan serius pada masa komunisme Soviet. Hampir semua masjid dialih fungsi menjadi gudang atau gardu jaga. Segala sesuatu yang menyiratkan simbol keagamaan diharamkan.

Setelah komunisme Soviet tumbang, komunitas Muslim di wilayah ini seolah bangkit dari tidur panjang. Mereka kembali membangun tempat ibadah dan institusi keagamaan dengan cepat. Kini, tak kurang dari 1.200 masjid telah kembali berdiri dan mendorong kemajuan masyarakat di berbagai bidang.

Aji Surya yang juga seorang diplomat menuturkan, di kota ini ada pula universitas Islam yang diberi nama Universitas Islam Rusia. Perguruan tinggi ini mirip sekali dengan UIN di Indonesia. Dulu, pada masa komunis, pendidikan Islam di Tatarstan tetap berlangsung. Begitu juga dakwah, tetap berjalan meski hanya di lingkungan keluarga. Itulah sebabnya Islam tidak surut meski selama satu generasi pernah dinyatakan terlarang.

Sekitar separuh dari warga Kazan adalah kaum Muslim Tatar. Sejarah mencatat, Tatar adalah orang Turki yang menjadi warga minoritas terbesar di Rusia. Namun, ada juga komunitas Tatar yang tersebar, mulai dari Jepang, Polandia, hingga San Francisco. Bahasa Tatar ditulis dalam huruf Sirilik di Rusia.

Di tempat lain, bahasa itu ditulis dengan huruf Arab dan Latin. Bahasa ini menyerupai bahasa Turki dengan beberapa kata bahasa Arab dan dituturkan oleh sekitar tujuh juta orang di seluruh dunia. Di antara keturunan Tatar yang terkenal adalah bintang balet Rudolf Nureyev, komposer Sofia Gubaidulina, petenis Olimpiade Dinara Safina, dan aktor Hollywood Charles Bronson.

Membentang di pertemuan Sungai Volga dan Sungai Kazanka, sekitar 800 kilometer sebelah timur Moskow, Kazan merupakan ibu kota Republik Tatarstan yang berusia lebih dari seribu tahun. Kazan mirip dengan Roma yang didirikan pada tujuh bukit.

Nama Tatar mulai muncul pada abad pertengahan di Cina untuk menyebut salah satu suku Mongol. Tak diketahui dengan pasti apakah Tatar masuk dalam pasukan Jengis Khan yang memorak-porandakan Asia Tengah, Timur Tengah, sampai Rusia pada abad ke-12. Yang pasti mereka sudah menempati wilayah antara Sungai Volga dan Sungai Kazanka sebelum datangnya serbuan bangsa Mongol.

Mereka berasal dari suku-suku nomaden yang menguasai padang stepa besar Golden Horde yang membentang antara Laut Hitam, Laut Kaspia, hingga Siberia. Nama Tatar mulai dipergunakan secara resmi setelah Kerajaan Kazan Khanate didirikan pada 1438 oleh salah satu keturunan Jengis Khan.

 

 

Namun, orang-orang Finnic, sebuah suku yang berasal dari Eropa Utara tetap memanggil mereka dengan sebutan yang benar sesuai sejarah: Volga Bulgaria, sebuah kelompok masyarakat nomaden di tanah Rusia yang menghuni wilayah antara Sungai Volga dan Sungai Kama.

Orang Tatar memeluk agama Islam pada abad ke-10 setelah datangnya utusan Khalifah Abbasiyah al-Muqtadir yang berkuasa di Baghdad, Irak. Setelah mendirikan Kerajaan Kazan Khanate, komunitas Tatar yang dikenal sebagai suku dari padang stepa besar itu kemudian mendominasi Rusia selama berabadabad sehingga tanah Rusia kala itu sempat dijuluki dengan Tartaria. Mereka termasyhur dengan reputasi sebagai penunggang kuda yang luar biasa.

Sejak memeluk Islam, orang Tatar atau Volga Bulgaria sudah mencetak koin perak dengan tulisan Arab. Mereka dikenal sebagai pandai besi yang mencetak besi berkualitas tinggi, berdagang komoditas bulu binatang dengan bangsa-bangsa lain di Eropa Timur sampai Timur Tengah. 

Wilayah yang dihuni bangsa Tatar dikenal memiliki banyak bengkel metalurgi, tembikar, dan kerajinan emas dan perak. Komoditas yang paling terkenal adalah kulit. Karena kualitasnya sangat baik, orang-orang di Asia Tengah dan Persia menyebut kulit terbaik sebagai Bulgar. Sebagian besar masyarakat Tatar ketika itu sudah melek huruf.

 

 

 

Perpustakaan banyak ditemui di masjid maupun madrasah. Ketika bangsa Slav belum mendirikan gereja dan belum mulai menduduki wilayah itu atas nama bangsa Eropa, maka Bulgar sudah mendengarkan bacaan Alquran di tepi Sungai Volga dan Kama,'' tulis sejarawan Rusia, SM Solovyov menggambarkan majunya peradaban Kazan ketika itu.

 

Namun, Kerajaan Kazan Khanate akhirnya mengalami kemunduran karena banyak terjadi pergolakan internal berupa perebutan kekuasaan. Pada tahun 1552, Khazan Khanate akhirnya takluk kepada Kekaisaran Rusia yang didirikan oleh orang-orang Slavik yang berpusat di Moskow. Sejak saat itu, bangsa Tatar mengalami kemunduran di berbagai bidang, baik ekonomi maupun budaya. Aset eko nomi banyak dikuasai orang Rusia maupun orang Tatar pro-Moskow.

 

Kaisar Rusia Peter Agung pada awal 1700- an memberlakukan aturan diskriminatif yang membatasi kebebasan warga Muslim, terutama bangsa Tatar. Peter bahkan memaksa Muslim Tatar beralih keyakinan menjadi pemeluk Kristen Orthodoks. Aturan diskrimi nasiitu kemudian dihapuskan oleh Ratu Catherine pada abad ke-18. Bahkan, pada 1771 Catherine mengizinkan pendirian dua madrasah.

 

Atas tindakannya menghapuskan aturan-aturan diskriminatif terhadap kaum Tatar, ratu Kekaisaran Rusia itu sangat dihormati di Kazan. Ada suatu anekdot yang mengisahkan keluhan pendeta Orthodoks atas pembangunan menara masjid yang lebih tinggi dari menara gereja.

 

Menurut cerita, Catherine pun menjawab, aturan saya berlaku di Bumi. Apa yang terjadi di langit adalah urusan Tuhan. Atas jawaban itu, menara masjid pun tetap dibangun, bahkan menjulang tinggi melebihi menara gereja.

 

 

 

 

 

 

Kazan, sebagaimana kebanyakan kota lain di Rusia, saat ini telah berbalik badan meninggalkan sisi komunis dan mulai merangkul ekonomi kapitalis. Di belakang gedung parlemen Tatarstan, misalnya, dibangun sebuah apartemen dengan eksterior Renaissance Perancis. 

 

Menuruni perbukitan, tampak kompleks perumahan mewah berwarna pastel dan menyebar di sepanjang Sungai Kazanka. Kawasan ini kabarnya paling mahal, tapi paling laris di Kazan. Saat ini, Kazan tidak hanya terbuka untuk teater, musik, maupun museum kelas dunia.

 

 

Setiap tahunnya, kota ini menggelar festival internasional dalam hal opera, balet, film Muslim, dan musik. Festival tahunan musik kontemporer Eropa-Asia mempertemukan komposer dan pemain musik dari seluruh Rusia, Prancis, Amerika Serikat, Tiongkok, Mongolia, Tajikistan, dan negara-negara lain. 

 

Di jantung kota bersejarah ini terdapat Bauman Street, sebuah jalan sepanjang satu kilometer yang menghubungkan kremlin menuju pusat perbelanjaan dan kompleks hiburan. Dihiasi tokotoko, restoran, kafe, dan klub malam, jalan ini sungguh gemerlap. 

 

 

Pada saat yang sama, muncul kekhawatiran pada sebagian warga Kazan terkait merebaknya kapitalisme ini. Ada seorang politikus sekaligus penyair setempat yang berpendapat, ada baiknya Kazan mencontoh negara-negara Asia, seperti Jepang dan Korea Selatan. Dua negara di Asia Timur ini dinilai memiliki standar hidup yang tinggi, tapi berhasil melestarikan adat dan tradisi mereka. 

Simbol Toleransi

Di tengah sebuah pesta pernikahan di Masjid Qul Syarif di Kazan, seorang imam berusia 34 tahun, Rustem Zinnu rov, bercerita bahwa kota di Rusia ini layak menyandang reputasi sebagai kota yang menjunjung toleransi. Mengapa begitu? Di sini hubungan Muslim-Kristen lebih dari sekadar toleran. Mereka bersaudara, ujar Zinnurov.

Dia tidak sedang berbasa-basi. Di kota ini, 1,2 juta penduduknya terbagi rata antara warga Muslim Tatar dan warga Rusia penganut Kristen Ortodoks. Dengan komposisi pen duduk seperti itu, rasa toleransi yang terbangun di hati segenap warga Kazan bukanlah sesuatu yang layak dipandang sebelah mata. Zinnurov mencontohkan, hari besar umat Islam, yakni Idul Fitri dan Idul Adha menjadi hari libur kerja bagi seluruh kota.

Simbol teloransi lainnya di Kazan adalah Masjid Qul Syarif. Masjid ini termasuk yang terbesar di Eropa dengan arsitektur khas berupa menara-menara tinggi, yang mungkin terpengaruh dari Masjid Biru di Istanbul Turki. Masjid terbesar di Rusia ini bukan hanya sebagai tempat ibadah, melainkan di dalamnya juga terdapat sebuah museum yang menam pilkan sejarah Islam, ilmu pengetahuan, dan tradisi. Museum itu juga menampilkan hal-hal yang berkaitan dengan kitab Injil dan Taurat.

Masjid ini juga berada di lokasi yang istimewa, yakni di area Benteng Kazan atau Kremlin. Selain Masjid Qul Syarif, kompleks Kremlin di Kazan yang sudah terdaftar di UNES CO sebagai situs warisan dunia itu juga menjadi lokasi berdirinya Katedral Annunciation yang berkubah emas.

Sejak masa kepemimpinan Kaisar Ivan IV, katedral tersebut menjadi lambang penaklukannya atas Muslim Tatar pada abad ke-16. Di seberangnya, terdapat Universitas Islam Rusia yang berdiri pada 1978. Uni versitas itu menjadi lembaga pendidikan pertama di Rusia yang mendedikasikan diri bagi kemajuan pendidikan Islam.

 
Berita Terpopuler