Sindiran dan Kritik untuk Luhut

Gaya komunikasi Luhut merespons pandemi dinilai minim empati dan perlu dievaluasi.

Antara/Wahyu Putro A
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Zainur Mashir Ramadhan, Rizky Suryarandika

Setelah awal pekan ini dengan tegasnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, menyatakan bahwa situasi pandemi di Indonesia sangat-sangat terkendali, beberapa hari kemudian Luhut mengakui bahwa, varian Delta tidak mudah dikendalikan.

Kontradiksi pernyataan Luhut di media massa kemudian viral dibahas di media sosial. Salah satu yang ikut merespons adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Susi langsung menyindir Luhut di akun resmi Twitter-nya @susipudjiastuti. Dia membandingkan pernyataan luhut yang berbanding terbalik dengan beberapa waktu lalu.

Baca Juga

"Katanya kemarin terkendali,’’ ujar Susi, Kamis (15/7), merespons salah satu pemberitaan media nasional yang mengangkat pernyataan Luhut soal ganasnya varian Delta.

Sindiran Susi itu pun mendapat sorotan ramai di Twitter. Hingga Jumat (16/7), tidak kurang dari 35 ribu likes, 15 ribu retweets dan 2.600 komentar memenuhi komentar dari Susi dengan berbagai dukungan.

Jika menilik ke belakang, pernyataan Luhut memang kerap tidak sesuai dengan data laju kasus dari Satgas Penanganan Covid-19. Contohnya pada Senin (12/7), seusai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Luhut menegaskan, situasi Covid-19 di Indonesia sangat-sangat terkendali.

"Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keadannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya nanti saya tunjukin ke mukanya bahwa kita terkendali," ujar Luhut.

Luhut mengakui, bahwa pemerintah memang menghadapi masalah dan tantangan dalam mengendalikan Covid-19 di Tanah Air. Namun Luhut menegaskan, masalah-masalah yang ada, diurai dan diselesaikan dengan baik oleh tim di pemerintahan.

In Picture: Pertambahan Kumulatif Covid-19 di Bali

Petugas menyemprotkan cairan eco enzyme pada area ruang publik saat pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Denpasar, Bali, Kamis (15/7/2021). Berdasarkan data secara kumulatif Satgas COVID-19 Provinsi Bali dari tanggal 1 - 14 Juli 2021 terkonfirmasi kasus positif COVID-19 di Bali berjumlah 6.960 orang, pasien sembuh 3.342 orang dan meninggal dunia 122 orang. - (ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo)

 

 

Presiden Jokowi pun, ujar Luhut, memberikan arahan yang jelas dalam setiap kebijakan pengendalian Covid-19.

"Dan kami sebagai pelaksananya tidak ada masalah. Semua kami putuskan secara terintegrasi. Semua kami putuskan secara terintegrasi," kata Luhut.

Namun, kemudian pada Kamis (15/7), Luhut mengakui bahwa penularan varian Delta enam kali lebih cepat. Sehingga, pemerintah pun telah bersiap menghadapi skenario terburuk jika kasus harian Covid-19 di Indonesia tembus 100 ribu kasus per hari.

"Kami ini sudah pada sampai di worst case scenario ya. Kami memang sudah duga penularannya akan tinggi, meski kami tak menduga bisa secepat ini," ujar Luhut dalam konferensi pers, Kamis (15/7).

Luhut menjelaskan, pemerintah berupaya untuk bisa menekan angka penularan meski memang ini perlu kerja sama semua pihak. Luhut juga menjelaskan pemerintah menjaga untuk paling tidak angka penularan tidak mencapai 60 ribu per hari.

"Ya kita berharap jangan lebih daripada 60 ribu karena itu nanti mesti ada perkiraan lain lagi," ujar Luhut.

Namun, jika memang kasus Covid-19 mencapai 100 ribu kasus per hari, kata Luhut, Pemerintah telah menyiapkan skenario. Luhut menyebut, Indonesia telah mengamankan stok vaksin sebesar 480,7 juta dosis. Pada bulan Juli ini vaksinasi ditargetkan mencapai rata-rata 1 juta per hari.

Penambahan kapasitas tempat tidur rumah sakit juga sudah disiapkan, termasuk pembukaan rumah sakit lapangan atau darurat untuk perawatan isolasi dan intensif. Selain itu, tempat diklat dan wisma yang dimiliki kementerian atau lembaga juga akan dimanfaatkan untuk tempat isolasi Covid-19. Rumah sakit dan fasilitas yang dimiliki TNI-Polri juga dimanfaatkan maksimal.

"Kami kerahkan semua source yang ada. Harapannya ini bisa mengendalikan kondisi," ujar Luhut.

Gaya komunikasi Luhut yang cenderung meremehkan dan menantang juga mendapatkan sorotan dari para pakar komunikasi. Pemilihan diksi dan gaya komunikasi Luhut selaku Koordinator PPKM Darurat dinilai minim empati dan tidak tepat di tengah situasi krisis pandemi.

Pakar komunikasi dari Unair, Suko Widodo, menilai, nuansa militer masih mewarnai gaya komunikasi Luhut. Padahal, menurut Suko, gaya komunikasi publik seperti itu sangat tidak cocok dalam situasi pandemi seperti saat ini, yang membutuhkan kesabaran dan empati terhadap kondisi masyarakat.

"Gaya instruktif tidak tepat untuk publik. (Gaya komunikasi Luhut) hanya cocok untuk organisasi yang berstruktur," kata dia.

Dia menambahkan, pemerintah memang harus memiliki sikap tegas. Namun, tetap dengan cara yang sabar dan berempati kepada situasi masyarakat. Suko melihat, memang gaya komunikasi Luhut dalam menangani pandemi Covid-19 kerap menyangkal dan cenderung menantang. Padahal, dalam situasi kritis seperti pandemi ini diperlukan komunikasi yang meneduhkan.

"Komunikasi publik itu harus akurat. Karena publik ini beragam, maka mesti dipahami psikologi massa," jelas dia.

Hal yang sama disampaikan guru besar komunikasi dari Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad. Menurut dia, dalam situasi krisis seperti ini, pemerintah harus mengedepankan komunikasi krisis.

"Komunikasi krisis dicirikan oleh penyampaian pesan dan atau informasi penanganan krisis," ujar dia.

Dia melanjutkan, pesan atau informasi krisis itu, bisa mencakup hal yang sedang dilakukan pemerintah. Termasuk, apa saja yang sudah dicapai selama menangani krisis.

"Pada situasi krisis ini masyarakat pada bingung, kadang jengkel dan marah, maka pihak yang menangani krisis itu justru harus tenang dan memberikan solusi," katanya.

 

 

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyarankan agar ada evaluasi terhadap pihak yang biasa memberi masukan kepada Luhut. Dicky menyampaikan pernyataan Luhut didasarkan atas masukan para pembisiknya.

Menurutnya, pemberi informasi inilah yang mestinya bertanggungjawab akan akurasi data yang digunakan Luhut. Mereka diimbau membuka mata dan telinga lebar-lebar agar bisa menyerap informasi sebanyak mungkin.

"Beliau (Luhut) sampaikan begitu karena suplai infonya, beliau bukan ahli kesehatan. Penyuplai ini yang harus lebih banyak mendengar, melihat para ahli yang bergelut dengan wabah sejak lama dan bukan secara teoritis saja tapi praktek," kata Dicky kepada Republika, Kamis (15/7).

Dicky menyinggung pentingnya kebenaran data dari pernyataan Luhut. Ia tak ingin informasi yang disebarkan Luhut tanpa dasar yang jelas justru jadi fondasi kebijakan.

"Masalah informasi akurat ini penting, apalagi bicara proyeksi karena itu jadi dasar strategi mitigasi yang tepat," ujar Dicky.

Dicky juga menganjurkan Luhut mendengar masukan lintas sektor, tak hanya kesehatan saja. Tujuannya guna mendapat gambaran utuh mengenai kondisi dan dampak pandemi sekaligus bagaimana penanganannya.

"Sekarang melihat masalah untuk menghadapinya. Jangan terjebak dalam diskusi yang tidak produktif karena ini menyangkut nyawa manusia," ucap Dicky.

Kurva Covid-19 di Indonesia saat ini memang terbilang mengkhawatirkan. Angka kasus harian telah mencapai lebih dari 50 ribu kasus per hari dan angka kematian harian sudah tembus 1.000-an meninggal dalam 24 jam. Angka positivity rate sangat jauh dari standar WHO (5 persen), yakni mencapai 30-an persen.

 

Separuh warga Jakarta pernah terinfeksi Covid-19 - (Republika)

 
Berita Terpopuler