Haji Syudja', Pelaksana Teologi Al Maun (III)

Perkembangan amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah bermula dari rintisan Haji Syudja

saudigazette.com
suasana Makkah di masa puncak musim haji tempo dulu
Rep: Muhyiddin Red: Agung Sasongko

IHRAM.CO.ID, Pada 1922, Haji Muhammad Syudja' bersama M Wirjopertomo mendapatkan tugas dari Hoofdbestuur atau Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk memimpin perjalanan haji. Keberangkatan ke Tanah Suci dikoordinasi oleh Bagian Penolong Haji Muhammadiyah.

Baca Juga

Di lapangan, Haji Syudja' juga mensurvei kondisi perjalanan jamaah haji asal Hindia Belanda (Indonesia kala itu). Kesempatan ini juga dimanfaatkannya untuk mengenalkan Muhammadiyah pada para tokoh Haramain, komunitas Jawi, serta jamaah haji seluruhnya. Sepulangnya ke Tanah Air, ia membawa berbagai pengalaman dan pengetahuan tentang seluk-beluk haji.

Pada zaman Indonesia merdeka, Haji Syudja' bersama kawan-kawan membentuk wadah ikatan haji. Namanya, Persatuan Djama'ah Haji Indonesia (PDHI). Melalui organisasi itu, komitmennya untuk memperbaiki sistem perjalanan jamaah haji Indonesia tidak hanya terbatas dalam struktur Muhammadiyah.

Dalam artikelnya, Sang Pelopor Amal Usaha Muhammadiyah, A Suryana Sudrajat menjelaskan kiprah H Syudja' terkait penyelenggaraan haji. Pada 1923, bersama-sama teman-temannya, tokoh Muhammadiyah itu mengkoordiniasi umat Islam Indonesia yang hendak menunaikan haji dengan biaya sendiri. Di antara keperluan yang coba diurusnya ialah menyewa kapal laut. Karena keterbatasan dana, upaya Haji Syudja' tidak berhasil.

 

 

Akan tetapi, publik umum jadi mengetahui, betapa sukarnya perjalanan haji orang-orang Hindia Belanda. Pemerintah kolonial lantas membuat kebijakan baru, yakni menurunkan harga tiket kapal laut yang khusus mengangkut calon jamaah haji. Tarifnya diturunkan dari 250 gulden menjadi 75 gulden.

Selanjutnya, pada 1926 Muktamar Alam Islami digelar sebagai forum pertemuan antartokoh Islam dari seluruh dunia. Makkah menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara tersebut. Dari Hindia Belanda, Haji Syudja' turut hadir sebagai utusan.

Guna mencari dukungan, di forum itu ia memaparkan perjuangan umat Islam Nusantara di bawah kontrol kolonialisme Belanda. Salah satu topik yang dikemukakannya ialah, kebijakan Belanda yang kerap menyulitkan orang-orang Nusantara untuk berhaji. Sejak saat itu, pemerintah kolonial mengecapnya sebagai sosok yang berbahaya bagi stabilitas.

Suryana mengatakan, Haji Syudja' bahkan pernah diperkarakan di pengadilan. Sebab, kritik-kritiknya dianggap merongrong kewibawaan rezim penjajah. Bagaimanapun, suara dan aksinya tidak pernah surut.

 

Sampai hari-hari menjelang wafatnya pun, Haji Syudja' masih terus aktif dalam urusan keumatan, termasuk penyelenggaraan haji. Ia meninggal dunia pada 5 Agustus 1962, setelah sekitar setengah abad ikut membesarkan Muhammadiyah.

 
Berita Terpopuler